Bandara Soekarno-Hatta Prediksi Puncak Arus Natal dan Tahun Baru pada 21 dan 28 Desember 2025
Tim Redaksi
TANGERANG, KOMPAS.com –
Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) memprediksi puncak arus penumpang pada periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026 akan terjadi pada 21 Desember 2025 untuk libur Natal dan 28 Desember 2025 untuk libur Tahun Baru.
Pada periode libur Natal, jumlah penumpang diperkirakan meningkat hingga 1,6 persen dibandingkan periode sebelumnya.
“Untuk puncak arus libur Natal 2025 diperkirakan melayani sekitar 1.146 penerbangan dan 194.269 penumpang,” ujar General Manager (GM) Kantor Cabang Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Heru Karyadi di Terminal 1B
Bandara Soekarno-Hatta
, Kota Tangerang, Senin (15/12/2025).
Sementara itu, puncak arus libur Tahun Baru diprediksi terjadi pada 28 Desember 2025.
Pada periode tersebut, Bandara Soekarno-Hatta diperkirakan melayani 1.141 penerbangan, naik 5,9 persen, dengan jumlah penumpang mencapai 181.886 orang atau melonjak 14,41 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Puncak arus libur tahun baru melonjak signifikan dari tahun sebelumnya,” imbuh dia.
Adapun puncak arus balik Nataru diperkirakan berlangsung pada Minggu, 4 Januari 2026.
Pada hari tersebut, jumlah penerbangan diprediksi mencapai 1.144
flight
, meningkat 7,4 persen, dengan total penumpang sebanyak 184.908 orang atau naik 15,5 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Maka dari itu, untuk menghadapi lonjakan tersebut, PT Angkasa Pura Indonesia (API) Bandara Soekarno-Hatta menyiagakan 11.573 personel, meningkat 4,6 persen atau bertambah sekitar 160 personel per shift.
Personel tersebut merupakan gabungan dari seluruh stakeholder Bandara Soekarno-Hatta, mulai dari operasional, fasilitas, hingga pengamanan perimeter.
Sementara itu, maskapai juga mengajukan 688
penerbangan tambahan
atau extra flight selama periode libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
Jumlah tersebut terdiri dari 375 penerbangan kedatangan dan 313 penerbangan keberangkatan.
Dengan adanya prediksi tersebut, Heru mengimbau calon penumpang untuk datang lebih awal ke bandara guna mengantisipasi potensi kemacetan lalu lintas dan faktor cuaca.
“Kami mengimbau calon penumpang untuk hadir lebih awal agar proses check-in dan keberangkatan dapat berjalan lancar,” ucap Heru.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/15/693f8f5913b26.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bandara Soekarno-Hatta Prediksi Puncak Arus Natal dan Tahun Baru pada 21 dan 28 Desember 2025 Megapolitan 15 Desember 2025
-
/data/photo/2025/07/23/68810f3f8dfd8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kuasa Hukum Jokowi Hadiri Gelar Perkara Khusus, Bukan untuk Pembuktian Keaslian Ijazah Megapolitan 15 Desember 2025
Kuasa Hukum Jokowi Hadiri Gelar Perkara Khusus, Bukan untuk Pembuktian Keaslian Ijazah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Kuasa hukum Presiden ke-7 RI
Joko Widodo
menghadiri gelar perkara khusus di
Polda Metro Jaya
terkait penanganan laporan dugaan
ijazah palsu
yang menyeret nama Jokowi.
Salah satu kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menjelaskan gelar perkara khusus tersebut tidak bertujuan untuk membuktikan benar atau tidaknya tudingan yang dilaporkan.
Menurut dia, agenda tersebut hanya berisi pemaparan penyidik mengenai proses penanganan perkara sejak awal hingga rencana tindak lanjut ke depan.
“Jadi ini bukan pemeriksaan eksaminasi mengenai perkaranya, bukan pembuktian perkaranya, karena pembuktian nanti di pengadilan,” ujarnya saat menemui media pada Senin (15/12/2025).
Yakup meluruskan narasi yang berkembang di publik seolah-olah gelar perkara khusus menjadi forum untuk menilai benar atau salahnya proses penyidikan yang telah dilakukan kepolisian.
“Jadi kalau ada narasi seakan-akan di sinilah nanti akan dilihat apakah yang sudah dilakukan sudah benar atau tidak, itu salah narasinya. Jadi kami hanya melihat saja nih pemaparan dari para penyidik,” ucap Yakup.
Sebagai pihak pelapor, Yakup menyatakan tim kuasa hukum juga memiliki kepentingan untuk mengetahui perkembangan penanganan perkara, terutama terkait tahapan selanjutnya, termasuk rencana pelimpahan perkara ke kejaksaan.
“Namun kami sebagai pelapor juga memiliki hak nih untuk mengetahui kapan ini akan dilimpahkan kepada kejaksaan untuk disidangkan nanti,” jelasnya.
Terkait ketidakhadiran Presiden Joko Widodo dalam gelar perkara khusus tersebut, Yakup menegaskan hal itu sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Jokowi, kata dia, telah memberikan kuasa penuh kepada tim kuasa hukum untuk mewakilinya.
“Memang karena untuk perkara ini sudah diberikan kuasa kepada kami sebagai kuasa hukum, kamilah yang memang diberikan kuasa untuk hadir,” tambahnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693f8ef3807c4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Saat Api Melahap Pasar Kramat Jati, Tabungan Pedagang Buah untuk Anak Yatim Ikut Hangus Megapolitan 15 Desember 2025
Saat Api Melahap Pasar Kramat Jati, Tabungan Pedagang Buah untuk Anak Yatim Ikut Hangus
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
— Kebakaran hebat yang melanda Pasar Induk
Kramat Jati
, Jakarta Timur, pada Senin (15/12/2025) tak hanya menghanguskan ratusan los buah, tetapi juga melenyapkan tabungan hidup para pedagang.
Salah satunya dialami Par (60),
pedagang buah
yang kehilangan seluruh uang simpanannya karena api menjalar terlalu cepat.
Par mengaku tidak sempat menyelamatkan uang yang ia simpan di dalam kaleng dan di bawah kasur di los buah yang sekaligus menjadi tempat tinggalnya.
“Hangus semua, kalau yang di bawah kasur juga enggak ketahuan berapanya. Kemarin (tabungan) itu untuk anak yatim itu yang di kaleng kalau yang di bawah kasir kalau kepepet butuh ada kabar kampung sakit meninggal bisa langsung pulang,” ungkap Par di Pasar Induk Kramat Jati, Senin (15/12/2025).
Par memperkirakan uang yang disimpan di dalam kaleng, yang selama ini ia sisihkan untuk anak yatim, mencapai sekitar Rp 5 juta. Ia mengaku tidak menyimpan uang di bank karena tidak memahami prosedurnya.
“Pikiran saya sekitar Rp 5 juta, karena enggak bisa menabung di bank (enggak paham).” jelasnya.
Menurut Par, kebakaran diduga bermula dari sebuah toko plastik yang lokasinya tidak jauh dari los buah miliknya. Saat kejadian, ia tengah bersiap beristirahat.
“Lagi mau tidur, api sudah merata di depannya cikuray (toko plastik) jadinya kami mau nyelametkan badan saya daripada harta saya. Kalau badan kan yang penting kami selamat sehat kalau harta kan bisa dicari,” ujarnya.
Dalam peristiwa tersebut, anak Par sempat mengalami luka bakar saat berupaya menyelamatkan sepeda motor yang berada di dalam los.
“Langsung merata apinya. Saya mau nyelametin anak saya, ‘sudah bu, udah keluar’. Anak saya saja kena api nyelametin motor,” ungkapnya.
Par menuturkan, kobaran api pada Senin pagi itu menyebar sangat cepat dan melahap seluruh los buah di kawasan tersebut. Kondisi itu membuat pedagang tidak memiliki waktu untuk menyelamatkan harta benda.
“Karena kan biasanya enggak nular dia biasanya paling 2-3 los, tahu nyamber kemana-mana itu, cepat eggak ada setengah jam sudah lemas lah gak bisa mikirin itu ke mana-ke mana yang penting saya bisa selamat aja,” tuturnya.
Sebelumnya, berdasarkan pantauan
Kompas.com
, asap hitam tebal membumbung tinggi dari kawasan Pasar Induk Kramat Jati. Kobaran api melahap bangunan los semi permanen, dengan lidah api berwarna oranye menyala dari dalam deretan bangunan beratap lengkung.
Di sekitar lokasi, peti-peti kayu dan material dagangan berserakan, sebagian tampak hangus terbakar. Tumpukan material kayu di depan los diduga membuat api cepat merambat dan sulit dikendalikan.
Sejumlah pedagang terlihat berlarian menjauh dari lokasi sesaat setelah suara ledakan terdengar. Aparat kepolisian meminta warga dan pedagang menjauh dari titik kebakaran demi keselamatan dan kelancaran proses pemadaman.
Petugas pemadam kebakaran mengerahkan sejumlah unit ke lokasi dan berjibaku memadamkan api yang sempat aktif membakar bagian dalam los pepaya. Kendaraan pemadam dengan lampu darurat tampak bersiaga di tengah kepulan asap pekat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693f904708792.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ahmad Ali: Tidak Ada Loyalitas Ganda, Kader PSI Tunduk pada Kepemimpinan Kaesang
Ahmad Ali: Tidak Ada Loyalitas Ganda, Kader PSI Tunduk pada Kepemimpinan Kaesang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ahmad Ali menegaskan pentingnya loyalitas tunggal seluruh kader PSI kepada Ketua Umum Kaesang Pangarep.
Penegasan tersebut disampaikan
Ahmad Ali
dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI
DKI Jakarta
di Grand Sahid Jakarta, Minggu (14/12/2024).
“Seluruh kader
PSI
DKI Jakarta harus patuh dan tunduk terhadap kepemimpinan Ketua Umum. Tidak ada loyalitas ganda dalam organisasi kita,” tegas Ahmad Ali.
Hal yang menyatukan kader PSI dalam satu organisasi, menurutnya, adalah cita-cita bersama untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan satu komando kepemimpinan yang jelas dan tegas.
Ahmad Ali menggunakan analogi gajah, lambang PSI, untuk menggambarkan pentingnya disiplin organisasi. Gajah dikenal sebagai hewan yang tertib dan kompak ketika berjalan berbaris.
“Seperti itulah (kader PSI), semua harus tunduk kepada kepemimpinan Ketua Umum,” ujarnya.
Loyalitas kepada Ketua Umum, lanjut Ahmad Ali, bukan soal kepentingan pribadi atau kelompok. Ini adalah komitmen untuk memperkuat organisasi demi tujuan yang lebih besar.
Ia menjelaskan bahwa loyalitas tunggal sangatlah penting untuk menghindari perpecahan internal. Di PSI yang dipimpin anak muda tapi juga dihuni banyak senior, potensi terbentuknya kelompok atau faksi harus diantisipasi sejak dini.
“Ini harus selalu kita ingatkan supaya bekerja tertib pada barisan, supaya tidak terjadi faksi di kemudian haru. Sebab, kalau sudah terjadi faksi, itu akan sulit untuk menyatukan,” katanya.
Ahmad Ali menegaskan bahwa tugas seluruh jajaran adalah mendukung Ketua Umum untuk mewujudkan cita-cita pendiri partai, yaitu menyejahterakan rakyat Indonesia melalui PSI.
Ia juga mengingatkan bahwa kader yang terpilih menjadi pemimpin tidak berutang kepada partai, melainkan kepada rakyat yang memilihnya. PSI lahir untuk melahirkan pemimpin yang bekerja untuk kepentingan masyarakat, bukan segelintir orang.
Ahmad Ali menyampaikan target ambisius PSI untuk merebut kursi
DPR RI
dari Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2029.
“DKI ini menjadi salah satu daerah yang sangat istimewa karena memang daerah istimewa (secara strategis). Di sinilah barometer dari PSI,” ujar Ahmad Ali.
Karena posisi strategis tersebut, PSI memastikan kesiapan struktur di DKI Jakarta untuk menghadapi verifikasi faktual yang akan dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2027, sekaligus kesiapan memasuki fase pertarungan elektoral 2029.
PSI sebenarnya sudah memiliki modal kuat pada Pemilu 2024. Partai berlambang gajah ini berhasil mencapai tingkat verifikasi 100 persen di DKI Jakarta, yang artinya seluruh struktur telah terverifikasi dengan baik. Namun, PSI belum lolos
parliamentary threshold
karena pencapaian di daerah lain belum optimal.
Untuk meraih kemenangan di 2029, Ahmad Ali menekankan pentingnya membangun fondasi organisasi yang solid hingga tingkat paling bawah. Rakorwil DKI Jakarta bertujuan memastikan struktur partai terbentuk sampai tingkat Dewan Pimpinan Ranting Tingkat (DPRT) bahkan hingga tingkat RT.
Ahmad Ali mengapresiasi pelantikan pengurus DPW PSI DKI Jakarta yang telah dilakukan. Dengan struktur lengkap, ia optimistis PSI bisa mencapai target elektoral di pemilu mendatang.
“Kemenangan hanya bisa diraih melalui soliditas bersama. Kita boleh berbeda di dalam, tapi ketika keluar harus satu suara,” katanya.
Ahmad Ali juga menegaskan bahwa PSI didesain sebagai wadah terbuka bagi kaum pergerakan dan aktivis muda Indonesia. Partai akan membuka rekrutmen terbuka untuk tokoh-tokoh dan anak muda terbaik yang berminat terjun ke politik.
“Insyaallah kami akan membuka diri untuk melakukan
open recruitment
terhadap tokoh-tokoh, anak-anak muda terbaik yang berminat untuk masuk politik,” ujar Ahmad Ali.
Rekrutmen tersebut, lanjutnya, tidak ada pungutan biaya. PSI ingin memastikan bahwa anak muda yang memiliki pemikiran cerdas dan bermimpi menjadi politisi tidak perlu takut karena latar belakang ekonomi atau keluarga.
“Difasilitasi oleh PSI tanpa ada pungutan biaya. Kami ingin memastikan bahwa anak-anak muda yang punya pemikiran cerdas dan bermimpi menjadi politisi tidak perlu takut. Mereka tidak perlu khawatir karena berasal dari keluarga petani, dari desa, atau bukan dari latar belakang politisi dan orang kaya,” katanya.
PSI, menurut Ahmad Ali, disiapkan sebagai wadah untuk menghimpun dan menampung anak muda Indonesia yang punya mimpi berkontribusi membangun Indonesia melalui jalur politik.
Ahmad Ali juga mengingatkan pentingnya sikap vokal kader PSI, termasuk yang menjadi anggota DPRD DKI Jakarta, terhadap permasalahan masyarakat. Ia merindukan sosok wakil rakyat yang berani menyuarakan aspirasi konstituen.
“Saya merindukan anggota DPRD DKI yang seperti dulu, yang kritis terhadap permasalahan-permasalahan masyarakat. Selama beberapa bulan terakhir ini, sikap itu hilang,” ujar Ahmad Ali.
Dukungan kepada pemerintah, menurutnya, bukan berarti menutup mulut untuk tidak menyuarakan kepentingan rakyat. Sikap konstruktif justru penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat yang dititipkan kepada PSI.
Ahmad Ali juga meminta pengurus DPW PSI DKI Jakarta untuk menggunakan kantor partai sebagai ruang publik yang melayani kepentingan warga, bukan hanya untuk urusan internal organisasi. Seluruh pengurus pun diminta untuk kembali berinteraksi dengan masyarakat, mendengarkan keluhan mereka, dan menyuarakan aspirasi yang sebenarnya.
“Jangan lelah mendengarkan kritik. Dengan mendengarkan masukan, kita bisa memperbaiki diri dan berkembang lebih baik,” katanya.
Ahmad Ali menutup sambutan dengan mengajak seluruh kader PSI untuk bersatu di bawah kepemimpinan Ketua Umum
Kaesang Pangarep
demi mewujudkan cita-cita bersama menyejahterakan rakyat Indonesia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/13/693d0c287c753.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Meski Ruangan Belum Siap, RSUD Muda Sedia Aceh Tamiang Buka Poli Darurat
Meski Ruangan Belum Siap, RSUD Muda Sedia Aceh Tamiang Buka Poli Darurat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan bahwa RSUD Muda Sedia Aceh Tamiang sudah membuka kembali pelayanan poliklinik darurat setelah banjir bandang dan tanah longsor melumpuhkan seluruh fasilitas pelayanan.
Pelaksana Pelayanan RS
Kemenkes
Adam Malik, Ade Rachmat Yudiyanto, menjelaskan bahwa pelayanan mulai dibuka sejak Rabu (10/12/2024) meski ruangan belum siap.
“Yang penting pelayanan tidak berhenti. Ruangan ideal belum siap, tapi kita hidupkan dulu rumah sakitnya,” ujar Ade, dikutip dari keterangan pers, Senin (15/12/2025).
Ade mengatakan, bangunan utama rumah sakit tersebut masih rusak berat dan dipenuhi lumpur sehingga poliklinik darurat dibuka di belakang IGD.
“Seluruh poli beroperasi secara sementara di ruang darurat belakang IGD,” jelas Ade.
Ade menyampaikan, beberapa layanan yang mulai berjalan antara lain poli paru, rehabilitasi medik, penyakit dalam, kulit, kandungan, dan poli anak.
Selain itu, sejumlah dokter umum dikerahkan untuk memperkuat triase IGD sekaligus membantu pemeriksaan poli.
“Seluruh ruang pelayanan masih jauh dari standar karena bangunan lama terdampak lumpur tebal. Penataan dilakukan dengan memanfaatkan area yang paling memungkinkan digunakan,” ucapnya.
Meja pemeriksaan, tempat duduk pasien, hingga alur antrean dirancang sederhana agar aktivitas dapat tetap berlangsung tanpa menghambat pasien.
Meski sederhana, warga tetap berdatangan karena banyak keluhan pascabanjir, terutama infeksi kulit dan gangguan pernapasan, yang membutuhkan pemeriksaan segera.
Ade memperkirakan situasi darurat akan berlangsung beberapa pekan hingga ruangan poli permanen selesai dibersihkan dan diperbaiki.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693f71b205616.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mahfud: Aturan Polri yang Bolehkan Polisi di 17 Lembaga Bertentangan dengan 2 UU
Mahfud: Aturan Polri yang Bolehkan Polisi di 17 Lembaga Bertentangan dengan 2 UU
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menilai bahwa Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang membolehkan polisi aktif menduduki jabatan sipil 17 kementerian/lembaga bertentangan dengan dua undang-undang.
“Perkap tersebut Perkap (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 itu bertentangan dengan dua undang-undang,” ujar Mahfud dalam kanal Youtube MahfudMD, dikutip Senin (15/12/2025).
Pertama, Perpol tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (
Polri
).
“Di mana di dalam Pasal 28 ayat (3) (UU Polri) disebutkan bahwa yang anggota Polri yang mau masuk ke jabatan sipil itu hanya boleh apabila minta berhenti atau pensiun dari dinas Polri,” ujar Mahfud.
Pasal 28 ayat (3) UU Polri tersebut semakin dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Putusan MK tersebut mengatur secara tegas bahwa anggota Polri harus mengundurkan diri atau mengajukan pensiun dari dinas kepolisian jika akan menduduki jabatan sipil.
“Ketentuan terbatas ini sudah dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114 Tahun 2025,” ujar Mahfud.
Perpol 10/2025 itu juga dinilainya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam Pasal 19 ayat (3) UU ASN mengatur, jabatan-jabatan sipil di tingkat pusat dapat diduduki anggota TNI dan Polri sesuai yang diatur dalam UU TNI dan UU Polri.
Mahfud menjelaskan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI telah mengatur bahwa anggota TNI boleh menduduki jabatan sipil di 14 kementerian/lembaga.
Sedangkan dalam UU Polri, belum mengatur soal anggota polisi aktif boleh menduduki jabatan sipil di kementerian/lembaga mana saja.
“Undang-Undang TNI sudah mengatur adanya 14 jabatan yang lalu diperluas menjadi 16, sudah mengatur bahwa TNI bisa ke situ. Tapi Undang-Undang Polri sama sekali tidak menyebut jabatan-jabatan yang bisa diduduki oleh Polri,” ujar Mahfud.
“Dengan demikian ketentuan Perkap (Perpol 10/2025) itu kalau memang diperlukan itu harus dimasukkan di dalam undang-undang, tidak bisa hanya dengan perkap jabatan sipil itu diatur,” sambung mantan ketua MK itu.
TRIBUNNEWS.com Ilustrasi polisi.
Anggota Polri aktif kini resmi dapat menduduki jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga pemerintah.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri.
Berdasarkan salinan aturan yang dilihat Kompas.com dari situs peraturan.go.id, Kamis (11/12/2025), daftar kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh personel Polri diatur dalam Pasal 3 Ayat (2) Perpol tersebut.
”
Pelaksanaan Tugas Anggota Polri pada kementerian/lembaga/badan/komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan
,” bunyi pasal tersebut.
Berikut 17 kementerian/lembaga yang bisa diisi polisi aktif:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/21/682ddac927b06.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Negara yang Terlalu Terang di Statistik, Gelap di Kehidupan Nyata
Negara yang Terlalu Terang di Statistik, Gelap di Kehidupan Nyata
Penggerak Taman Literasi Merdeka (TLM)
Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
NEGARA
ini tidak kekurangan cahaya. Setiap tahun, pemerintah menyalakan angka-angka keberhasilan dengan percaya diri, memamerkan grafik pertumbuhan ekonomi, indeks pendidikan, dan capaian pembangunan yang seolah menjadi tolok ukur kemajuan peradaban. Dari luar, semuanya tampak gemerlap. Lampu kota menyala sepanjang malam, proyek infrastruktur megah berdiri, dan laporan kinerja pemerintah diwarnai optimism yang memikat mata.
Namun pertanyaannya sederhana dan menyakitkan: apakah cahaya itu benar-benar menyentuh kehidupan warga, atau hanya memantul di dinding birokrasi yang dingin? Di banyak tempat, kehidupan yang seharusnya menjadi pusat perhatian justru terpinggirkan. Warga yang terdampak pembangunan kehilangan tanah, komunitas lokal kehilangan ruang sosial, dan lingkungan hidup tergerus oleh proyek-proyek besar yang diumumkan sebagai “prioritas nasional”.
Cahaya yang dipamerkan bukanlah cahaya yang menerangi jalan warga, tetapi sorot yang menyilaukan mata publik agar tidak melihat realitas pahit yang tersembunyi di balik angka dan slogan.
Dalam logika pembangunan modern, infrastruktur dan proyek besar diperlakukan sebagai simbol kemajuan yang tak bisa diganggu. Jalan tol, gedung megah, dan kawasan industri menjadi monumen prestasi, bukan sarana untuk meningkatkan kualitas hidup secara merata. Kritik terhadap proyek-proyek ini seringkali dipandang sebagai penghalang kemajuan, bahkan dijawab dengan retorika nasionalisme yang dipoles seolah setiap penolakan adalah tindakan anti-patriotik.
Sementara itu, warga yang kehilangan tanah atau akses terhadap sumber hidup dianggap sebagai konsekuensi “wajar” pembangunan. Dalam perspektif ini, manusia hanya menjadi variabel dalam perhitungan ekonomi, bukan subjek moral yang hidupnya harus dijaga. Negara hadir sebagai manajer besar yang sibuk mengatur ruang dan angka, tetapi absen dalam menghadirkan keadilan sosial dan empati yang nyata.
Jika pembangunan fisik diatur oleh target, pendidikan nasional diatur oleh indikator. Kurikulum berganti nama, metode belajar dievaluasi, dan capaian diukur dalam angka yang rapi. Di permukaan, sistem ini tampak modern, ilmiah, dan progresif. Namun pendidikan yang menitikberatkan pada pengukuran dan sertifikasi sering kali gagal menumbuhkan kesadaran kritis.
Sekolah dan universitas berfungsi lebih sebagai pabrik kepatuhan daripada laboratorium pembentukan nilai. Mahasiswa diajarkan untuk mengejar skor, guru dinilai dari kemampuan memenuhi standar administrasi, dan waktu untuk refleksi, diskusi etis, dan pengembangan empati semakin berkurang.
Pendidikan telah menjadi mesin yang menghasilkan individu yang siap beradaptasi dengan sistem, tetapi jarang diajak mempertanyakan keadilan, keberpihakan, atau dampak sosial dari sistem itu sendiri.
Guru dan dosen, yang seharusnya menjadi sumber cahaya moral, sering diposisikan sebagai aparatur lunak. Mereka sibuk mengisi laporan, memenuhi target akreditasi, dan mengikuti standar penilaian yang ditentukan dari pusat. Ruang untuk berinovasi, menyuarakan kebenaran, atau membimbing siswa secara personal semakin menyempit. Negara tampaknya lebih percaya pada formulir dan indikator daripada kebijaksanaan pendidik yang berpengalaman.
Di mata negara, warga yang terlalu sadar, mahasiswa yang terlalu kritis, atau guru yang terlalu vokal dianggap sebagai potensi ancaman terhadap stabilitas. Aktivisme dan pertanyaan etis dipersempit menjadi wacana akademik yang aman. Kritik dijinakkan agar tidak mengganggu narasi keberhasilan. Semua diarahkan untuk memastikan masyarakat tetap patuh, terukur, dan mudah dikendalikan.
Ironisnya, di saat sistem menekan kesadaran kritis, publik diajak percaya bahwa mereka hidup di negara yang adil dan transparan. Realitasnya, banyak warga tidak melihat cahaya yang dijanjikan, tetapi dipaksa menikmati sorot lampu politik yang menyilaukan. Pemerintah bangga dengan angka, tetapi tidak peduli dengan kualitas hidup di bawah angka tersebut.
Kondisi ini menciptakan masyarakat yang terbiasa hidup dalam bayang-bayang. Kesadaran etis dan kritis dilatih untuk tunduk pada standar, bukan untuk melawan ketidakadilan. Pendidikan yang seharusnya menyalakan nurani menjadi alat reproduksi kepatuhan. Pembangunan yang seharusnya meningkatkan kualitas hidup justru memperluas jurang ketimpangan.
Negara yang gemar memoles citra, sementara absen menghadirkan substansi moral, menciptakan paradoks: semakin banyak cahaya statistik, semakin gelap kehidupan nyata. Rakyat yang seharusnya merasakan manfaat pembangunan dan pendidikan justru terjebak dalam sistem yang menilai keberhasilan melalui angka dan indikator, bukan melalui pengalaman manusiawi sehari-hari.
Analisis ini bukan sekadar kritik moral, tetapi panggilan politis. Negara yang sehat seharusnya bukan hanya mampu menyalakan lampu, tetapi juga menjaga agar cahaya itu menyentuh setiap ruang hidup warganya. Pendidikan tidak boleh hanya melatih kepatuhan, tetapi harus membangkitkan kesadaran kritis.
Kebijakan publik tidak boleh hanya mengukur efektivitas dalam angka, tetapi harus menilai dampaknya terhadap kesejahteraan manusia. Di tengah gemerlap angka dan proyek besar, pertanyaan adalah apakah kehidupan warga benar-benar lebih baik, lebih adil, dan lebih bermakna ataukah mereka hanya dibiarkan terpesona oleh lampu sorot yang menyilaukan, sementara hakikat kehidupan mereka tetap gelap dan terpinggirkan?
Negara bisa terus menyalakan lampu, memamerkan angka, dan mengumumkan proyek besar. Tetapi jika kehidupan manusia tidak diterangi secara nyata, semua cahaya itu tidak lebih dari dekorasi. Dan dekorasi tidak pernah cukup untuk memberi kehangatan, keadilan, atau makna.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/14/693e7b9cc9533.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/15/693f89c5c2452.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/10/28/6900803f247ea.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)