Author: Kompas.com

  • Saat Presiden Turun Tangan di Kasus Ibu Hamil Meninggal di Papua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 November 2025

    Saat Presiden Turun Tangan di Kasus Ibu Hamil Meninggal di Papua Nasional 26 November 2025

    Saat Presiden Turun Tangan di Kasus Ibu Hamil Meninggal di Papua
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Nasib pilu menimpa seorang ibu bernama Irene Sokoy yang meninggal dunia bersama bayi yang sedang dikandungnya setelah ditolak empat rumah sakit di Jayapura, selama pergantian hari Senin–Rabu (16-19/11/2025) pekan lalu.
    Kelahiran buah hati
    Irene Sokoy
    yang semestinya menjadi suka cita dan dinantikan oleh keluarga, justru menjadi duka.
    Hal ini memicu keprihatinan banyak pihak, hingga membuat Presiden RI
    Prabowo Subianto
    turun tangan memerintahkan untuk melakukan audit layanan kesehatan.
    Perintah audit dan perbaikan dari Prabowo itu disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian usai rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 24 November 2025.
    “Saya melapor pada beliau (Presiden Prabowo). Jadi di antaranya itu, perintah beliau untuk segera lakukan perbaikan, audit,” ujar Tito.
    Menjalankan perintah Kepala Negara, Tito mengaku sudah berkomunikasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk menuju Jayapura melakukan investasi terhadap peristiwa tersebut.
    Tito pun mengungkapkan, audit internal itu menyasar pada rumah sakit dan pejabat-pejabat terkait. Termasuk, pejabat di dinas kesehatan, pejabat provinsi, hingga kabupaten.
    “Menkes mengirimkan tim khusus juga untuk melakukan audit teknis mengenai masalah layanan kesehatan. Kita enggak ingin terulang lagi. Sama tadi pesan dari Pak Presiden jangan sampai terulang lagi hal yang sama,” ujarnya.
    Bukan hanya itu, Tito menyebut, audit bakal dilakukan terhadap aturan-aturan di Kemendagri, termasuk peraturan kepala daerah.
    Senada dengan Tito, Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa Kemenkes telah mengirim tim untuk mengusut kasus meninggalnya ibu hamil di Papua.
    “Sekarang kami sudah kirim tim, sudah sampai di sana, ya, untuk menganalisa masalahnya di mana,” kata Budi Gunadi usai agenda Sinergi dalam Menjaga Mutu dan Komperensi Tenaga Media dan Tenaga Kesehatan, di The Grand Platinum Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).
    Budi mengungkapkan, ia sudah berkomunikasi dengan Gubernur Papua Matius Derek Fakhiri agar segera menangani kasus tersebut sekaligus memperbaiki kualitas kesehatan di semua wilayahnya.
    “Saya juga sudah ngomong sama Pak Gubernur. Niatnya baik. Ini kan ada di bawah pemerintah daerah, jadi kita harus sowan ke mereka. Tapi Pak Gubernur tuh niatnya baik, beliau ingin agar ini diperbaiki,” ujarnya.
    Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin Paulus Octavianus memastikan bahwa pemerintah bakal memberikan sanksi tegas kepada fasilitas kesehatan yang terbukti melalaikan kewajibannya.
    “Ya pasti dong (kena sanksi), Pak Presiden saja sudah manggil, tanya kenapa bisa terjadi. Maka kita melakukan investigasi dan itu kewajiban Kementerian Kesehatan menginvestigasi kenapa kok bisa,” kata Ben dalam kesempatan yang sama.
    Ben menjelaskan kronologi Irene ditolak empat rumah sakit (RS) hingga akhirnya meninggal dunia berdasarkan hasil penelusuran sementara Kemenkes.
    Saat Irene mendatangi rumah sakit pertama karena sudah mulai merasakan kontraksi, ternyata tidak ada dokter yang berjaga karena pada saat itu dokter sedang cuti.
    “Kami sudah mendapatkan sedikit bahwa ada pelayanan, pasien datang ke rumah sakit pertama, dokternya sedang cuti, tidak ada, dirujuk lagi ke tempat kedua,” ujar Ben.
    Ben menjelaskan bahwa Irene tidak bisa melahirkan normal atau pervaginam karena memiliki panggul yang kecil, sementara berat bayinya cukup besar.
    “Berat badannya (bayi) itu sudah besar, pada waktu itu sudah disarankan bahwa pasien ini harus operasi, enggak bisa lahir pervaginam karena berat bayi lebih gede daripada panggulnya,” tutur Ben.
    Berdasarkan hasil pengecekan itu, Irene berpindah lagi ke rumah sakit lain yang memiliki alat penanganan medis memadai.
    “Nah itulah yang terjadi, waktu dia pindah lagi ke rumah sakit yang lainnya, terjadi gawat janin, akhirnya terjadi itu (meninggal),” tuturnya.
    Ben mengakui bahwa akses fasilitas kesehatan di Papua belum memadai. Ia membandingkan standar waktu tempuh menuju sarana kesehatan antara Pulau Jawa dan di Papua.
    “Orang datang ke Sarana Kesehatan kurang dari dua jam di Jawa itu, harus kurang dari dua jam itu di Jawa 99 persen. Di Papua masih 70 persen, ada yang 30 persen, daerah yang lebih dari dua jam,” katanya.
    “Nah itu yang menjawabkan risiko meninggal pada pasien-pasien yang membutuhkan kecepatan pelayanan ke Sarana Kesehatan,” ujar Ben melanjutkan.
    Irene Sokoy, meninggal pada Senin (17/11/2025) pukul 05.00 WIT setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan dari RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura, hingga RS Bhayangkara tanpa mendapatkan penanganan memadai.
    Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey, yang juga mertua almarhum, menceritakan bahwa Irene mulai merasakan kontraksi pada Minggu siang (16/11/2025).
    Keluarga akhirnya membawa Irene menggunakan speedboat menuju RSUD Yowari.
    Namun, kondisi Irene yang memburuk tidak segera ditangani karena dokter tidak ada di tempat dan pembuatan surat rujukan pun sangat lambat.
    “Pelayanan sangat lama. Hampir jam 12 malam surat belum dibuat,” ujar Abraham.
    Keluarga kemudian membawa Irene ke RS Dian Harapan dan RSUD Abepura, namun kembali tidak mendapat layanan.
    Perjalanan dilanjutkan ke RS Bhayangkara, tempat keluarga diminta membayar uang muka Rp 4 juta karena kamar BPJS penuh.
    Ada empat rumah sakit yang menolak Irene, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari, RSUD Abepura, RS Bhayangkara, dan RS Dian Harapan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Mahfud Kenang Saat Tokoh NU-Muhammadiyah Bersatu Gugat soal Tambang ke MK
                        Nasional

    7 Mahfud Kenang Saat Tokoh NU-Muhammadiyah Bersatu Gugat soal Tambang ke MK Nasional

    Mahfud Kenang Saat Tokoh NU-Muhammadiyah Bersatu Gugat soal Tambang ke MK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, bercerita kembali ketika para tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bersatu menggugat Undang-Undang pengelolaan Minyak dan Gas Nomor 22 Tahun 2001 ke MK.
    Hal ini diungkapkan Mahfud dalam acara podcast Terus Terang di kanal Youtube pribadinya @MahfudMDOfficial, diunggah Selasa (25/11/2025).
    Dalam podcast tersebut, dia teringat tokoh NU Kyai Hasyim Muzadi yang juga pernah menjadi Ketua Umum
    PBNU
    menjadi pemohon perkara uji materi UU
    Migas
    tersebut, bersama tokoh Islam lainnya, termasuk Professor Din Syamsuddin, yang pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP)
    Muhammadiyah
    .
    “Mereka datang ke kantor saya (mengeluhkan) ‘Pak, pengelolaan tambang Migas ini Pak, korupsi di mana-mana, saya sudah lapor ke DPR enggak didengar, saya minta tolong
    MK
    yang memutus’,” kata Mahfud menirukan para pemohon perkara dengan nomor 36/PUU-X/2012.
    Kedua tokoh organisasi terbesar umat Islam di Indonesia itu kompak datang dan disatukan oleh bentuk ketidakadilan pengelolaan migas yang saat itu dipegang oleh BP Migas.
    Sehingga saat itu, MK yang diketuai oleh
    Mahfud MD
    memutuskan membubarkan BP Migas karena ada beragam bukti pengelolaan tambang di Indonesia penuh dengan korupsi.
    “Antara pengatur dan pelaksana di lapangan itu sama. Yang mengevaluasi sama, korupsinya banyak sekali, sehingga BP Migas saya bubarkan,” ucapnya.
    Dalam ikhtisar putusan MK nomor 36/PUU-X/2012 dijelaskan, ada 42 pemohon dalam perkara tersebut yang merupakan tokoh dan organisasi yang terafiliasi dengan umat Islam.
    Pemohon pertama disebutkan adalah PP Muhammadiyah, kemudian ada juga Hizbut Tahrir Indonesia, Pusat Persatuan Umat Slam, Pusat Syarikat Islam Indonesia, dan Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam.
    Sedangkan perwakilan NU diwakili perseorangan dari Kyai Achmad Hasyim Mizadi. Terlihat juga beberapa tokoh seperti Ali Mochtar Ngabalin, A.M Fatwa, Hendri Yosodiningrat, hingga Eggi Sudjana.
    Mahfud bicara mengenai persatuan umat Islam yang menggugat UU Migas dalam konteks perpecahan di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) beberapa hari ini.
    Dia mengatakan, sebagai NU Kultural yang tak lagi tergabung dalam struktur organisasi tetap merasa peduli dengan wajah teras NU tersebut.
    Diketahui, belakangan beredar surat risalah rapat harian pengurus Rais Syuriyah PBNU yang meminta agar Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mundur dari jabatannya.
    Alasan yang tertera dalam surat itu memang jelas, berkaitan dengan pelaksanaan Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN) NU dan kehadiran pemateri yang terafiliasi zionisme Israel.
    Namun sumber
    Kompas.com
    menyebut, alasan itu hanyalah permukaan, karena Gus Yahya sebelum menjabat sebagai Ketua PBNU pun sudah dikenal memiliki hubungan dengan petinggi Israel.
    Sumber tersebut meyakini, hubungan Gus Yahya dengan petinggi Israel tak ada bedanya dengan Kyai Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang mencoba pendekatan berbeda untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
    Sebab itu, isu pengunduran diri lebih kuat dipicu oleh isu lain yang diyakini sebagai isu tambang.
    Mahfud MD juga meyakini demikian. Dia menyebut, isu tambang menjadi pemantik percobaan pelengseran Gus Yahya.
    “Apalagi isunya kan soal tambang, ya. Ada juga soal itu. Saya sudah bicara ke dalam, asal muasalnya soal pengelolaan tambang,” kata Mahfud dalam acara yang sama.
    Mahfud mengatakan, ada dualisme pengelolaan izin tambang yang diberikan pemerintah kepada PBNU sehingga Ketua Umum PBNU Gus Yahya tak lagi sejalan dengan Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.
     
    Meskipun tak lagi terkait dengan NU Struktural, Mahfud berharap wajah depan ormas Islam terbesar di Indonesia ini bisa diselamatkan.
    Kompleksitas masalah internal NU ini dinilai bisa berbahaya dan memberikan guncangan besar di kalangan umat Islam.
    Pada ujungnya, negara akan merasakan gesekan yang terjadi dan akan menjadi kerugian besar.
    “Saya tidak tahu siapa yang salah siapa yang benar, tapi menurut saya sebaiknya diselesaikan,” kata Mahfud.
    Hal senada juga disampaikan A’wan PBNU Kyai Abdul Muhaimin.
    Dia mengatakan, tak seharusnya forum NU menyelesaikan masalah dengan alot dan gaduh di muka publik seperti saat ini.
    Seharusnya, masalah internal PBNU bisa diselesaikan dengan cara yang seperti sering dikatakan Presiden Keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
    “Saya kira di kalangan NU itu kan biasa gegeran (berdebat) tapi nanti kan hasilnya
    ger-geran
    (tertawa bersama), itu kan kata Gus Dur,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        ASN Pemprov Jateng Wajib Pakai Sarung Tiap Jumat, Gus Yasin: Sudah Diterapkan, Itu Aturan Gubernur
                        Regional

    8 ASN Pemprov Jateng Wajib Pakai Sarung Tiap Jumat, Gus Yasin: Sudah Diterapkan, Itu Aturan Gubernur Regional

    ASN Pemprov Jateng Wajib Pakai Sarung Tiap Jumat, Gus Yasin: Sudah Diterapkan, Itu Aturan Gubernur
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com
    – Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Tengah Taj Yasin buka suara mengenai aturan wajib berpakaian ala santri bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) laki-laki di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah setiap hari Jumat.
    Aturan yang baru dikeluarkan Gubernur
    Jawa Tengah
    Ahmad Luthfi meminta agar setiap Jumat ASN laki-laki dianjurkan memakai bawahan sarung batik.
    Yasin membenarkan aturan penggunaan sarung tersebut sudah diberlakukan sejak beberapa waktu lalu.
    “Itu kan aturan gubernur, sudah (diterapkan) kan, sejak berapa hari ya? Sejak dua minggu yang lalu apa ya? Seragamnya kita tetapkan hari Jumat pakai sarung,” ucap Yasin saat dijumpai di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kota Semarang, Selasa (25/11/2025).
    Dia menuturkan kebijakan itu diatur dalam Surat Edaran (SE)
    Gubernur Jawa Tengah
    Nomor B/800.1.12.5/83/2025 tertanggal 31 Oktober 2025 yang memuat aturan mengenai Pakaian Dinas Harian (PDH) ASN Pemprov Jawa Tengah yang baru.
    “Ketentuan khusus untuk penggunaan PDH khas Jawa Tengah bagi ASN pria dengan alternatif berupa kemeja kerah berdiri atau kemeja kerah shanghai lengan panjang dan/atau pendek warna putih dengan bawah sarung batik; atasan batik/lurik/tenun lengan panjang dan/atau pendek dengan bawahan sarung batik; pegawai pria dapat menggunakan peci, dan alasa kaki berupa sandal selop/sandal gunung/sepatu,” tulis SE tersebut.
    Sementara itu, ditanya mengenai alasan penggunaan sarung bagi ASN pria setiap hari Jumat itu, Gus Yasin mengaku tak mengetahui karena aturan itu digagas oleh Gubernur Jateng.
    “Alasan? Saya enggak tahu, tanya Pak Gub,” ujarnya.
    Sebelumnya, aturan penggunaan sarung sempat menuai perdebatan di media sosial. Akun TikTok @awfuadi11 mengunggah video saat dirinya mengenakan sarung di hari Jumat.
    “Per November 2025 ASN di Jawa Tengah wajib menggunakan sarung batik tiap hari Jumat,” tulisnya.
    Sebagian warganet menilai aturan itu condong mengarah pada agama tertentu sehingga muncul banyak komentar yang menyampaikan ketidaksetujuannya.
    “Seragam itu yg universal bukan mewakili sekelompok,” tulis akun @yoel007.
    “Mungkin kalo dibawah kemenag ok, tp kalo yg di instansi negri kayaknya kok gimana gitu ya apa ga LEBH baik bawah ttp pake celana panjang,” tulis @wd9757.
    “Kebijakan baru Gubernur Jateng menetapkan ASN pria memakai sarung batik tiap Jumat sebagai bagian dari ‘Pakaian Khas Jawa Tengah’. Langkah ini bernilai budaya, tapi warga menilai pemerintah semestinya memprioritaskan kebijakan yang lebih mendesak mulai dari kualitas layanan publik, pendidikan, hingga urusan ekonomi rakyat. Piye nek menurutmu cah?” tulis akun @heysemarang.
    Dari ratusan komentar, sebagian besar mengekspresikan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan tersebut karena dianggap berlebihan dalam mengatur pakaian pegawai pemerintah yang kini identik dengan identitas muslim.
    “Semua tidak muslim Pak, kalau memang mau mengenalkan budaya kan bisa pakai baju adat/batik. Dan masih ada hal-hal urgent lainnya yang harus Bapak urus,” tulis @intancwidya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Update Banjir dan Longsor Sibolga: 5 Orang Tewas, 4 Hilang, dan 17 Rumah Rusak
                        Medan

    4 Update Banjir dan Longsor Sibolga: 5 Orang Tewas, 4 Hilang, dan 17 Rumah Rusak Medan

    Update Banjir dan Longsor Sibolga: 5 Orang Tewas, 4 Hilang, dan 17 Rumah Rusak
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Musibah banjir dan tanah longsor datang bersamaan menimpa Kota Sibolga, Sumatera Utara, sejak Senin (24/11/2025).
    Berdasarkan data terbaru dari kepolisian, akibat insiden ini, lima orang dilaporkan tewas.
    “Bencana paling besar terjadi dengan enam titik longsor yang menyebabkan lima korban meninggal dan merusak sedikitnya 17 rumah dan empat warga masih dalam pencarian,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/11/2025).
    Namun, Ferry masih belum merinci kronologi dan identitas korban.
    Pihaknya masih melakukan penanganan musibah yang tidak hanya terjadi di Sibolga, tetapi juga di Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Nias Selatan, dan Padang Sidempuan.
    “Setiap laporan yang masuk langsung ditindaklanjuti. Tim di lapangan bekerja siang dan malam. Fokus kami adalah memastikan seluruh warga selamat serta memastikan akses vital segera dibuka kembali,” ujar Ferry.
    Sementara itu, Kabid Penanganan Darurat, Peralatan, dan Logistik BPBD Sumut, Sri Wahyuni, mengatakan, lokasi terdampak longsor dan banjir meliputi Kecamatan Sibolga Utara, Selatan, Sambas, dan Kota.
    Peristiwa terjadi sejak Senin (24/11/2025) pukul 21.30 WIB.
    Sri Wahyuni mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan pendataan pengungsi hingga korban luka dan tewas akibat bencana alam tersebut.
    “Kami masih melakukan koordinasi dengan BPBD Sibolga dalam hal penanganan bencana di lokasi terdampak,” kata Sri Wahyuni.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Ayah Tiri Sempat Pura-pura Bantu Cari Alvaro, Ibu Korban: Kayak Meledek
                        Megapolitan

    6 Ayah Tiri Sempat Pura-pura Bantu Cari Alvaro, Ibu Korban: Kayak Meledek Megapolitan

    Ayah Tiri Sempat Pura-pura Bantu Cari Alvaro, Ibu Korban: Kayak Meledek
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Ibu Alvaro Kiano Nugroho, Arum Indah, merasa diledek saat suaminya, Alex Iskandar, sempat berpura-pura ikut membantu mencari Alvaro, padahal dia adalah orang yang menculik hingga menghabisi anak tirinya.
    “Saya cari (Alvaro) sampai ke mana pun itu sama dia (Alex). Berarti kan dia kayak ngeledek ya kan, dia tahu, tapi dia ya sudah, enggak ngerti lagi deh sama dia. Enggak habis pikir, ternyata dia bunuh,” tutur Arum saat ditemui di rumah duka di wilayah Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).
    Setelah semuanya terungkap, Arum teringat pada hari kejadian di mana
    Alvaro hilang
    . Saat itu, Arum menghubungi Alex untuk ikut membantu mencari Alvaro bersama kedua orangtuanya.
    “Itu di tanggal 6 Maret (Alvaro hilang), kan bingung mau hubungin siapa, orang rumah udah pada nyari semua. Saya telepon dia lah, ya kan, ‘Beb, tolong ke rumah dulu, si Alvaro hilang.’ Karena dia tuh kalau misalnya saya yang nyuruh mau,” ungkap Arum.
    Menurut Arum, saat itu napas Alex terdengar cepat dan pendek, membuatnya curiga bahwa suaminya baru saja melakukan tindakan keji terhadap Alvaro.
    “Akhirnya dia ke rumah, itu saya juga baru sadar tuh, oh, iya, waktu itu dia ngangkat telepon dalam kondisi ngos-ngosan ya kan, atau mungkin dia lagi habis eksekusi Alvaro,” sambung dia.
    Sementara itu, ibu dari Arum, Sayem, mengungkapkan bahwa Alex juga menyarankan dirinya untuk mencari Alvaro melalui paranormal.
    Sayem dan suaminya, Tugimin, pun diarahkan ke berbagai kota oleh sejumlah paranormal untuk menemukan Alvaro. Alex selalu mengantar Tugimin ke lokasi yang ditunjukkan paranormal
    “Jadi dia kayak orang enggak punya salah aja gitu. Terus nganterin saya ke orang pinter. Diarahin ke Kerawang, ke Bogor. Namanya kami pengen ketemu cucu. Diajak ke mana aja, ‘Ya sudah, yuk’ Itu masih dianterin sama dia,” ungkap Sayem.
    Sayem dan Tugimin kemudian disarankan untuk memperbanyak ibadah agar Alvaro segera kembali, tetapi pada kenyatannya cucu mereka ternyata diculik dan telah dihabisi oleh Alex.
    Sebelumnya,
    Alvaro Kiano Nugroho
    , bocah enam tahun yang hilang di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, sejak Maret 2025 lalu ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
    Kapolsek Pesanggrahan AKP Seala Syah Alam mengatakan, pihaknya sudah menangkap orang yang menyebabkan Alvaro hilang dan tewas, yakni ayah tiri korban, Alex Iskandar.
    “Alvaro sudah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia, dan tersangka sudah diamankan,” kata Seala kepada wartawan, Minggu (23/11/2025).
    Sebagai informasi,
    Alvaro Kiano
    Nugroho terakhir terlihat di Masjid Jami Al Muflihun, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025).
    Pada hari kejadian, seorang pria yang mengaku sebagai ayah Alvaro disebut datang ke lokasi kejadian mencari bocah laki-laki itu.
    Informasi tentang kedatangan pria tersebut baru diketahui kakek Alvaro, Tugimin dari marbut Masjid Jami Al Muflihun, tiga hari setelah Alvaro dinyatakan hilang.
    “Itu ada orang datang, ditanya sama marbut, ‘Pak, cari siapa?’ ‘Cari anak saya. Alvaro katanya kalau shalat di masjid sini.’ ‘Itu ada anaknya di atas.’ Kata marbut begitu,” ungkap Tugimin.
    Setelah itu, marbut tidak memperhatikan lagi gerak-gerik pria tersebut. Marbut sibuk mempersiapkan pelaksanaan salat Maghrib dan berbuka puasa.
    Usai berbuka puasa dan waktu salat Maghrib, Alvaro tak kunjung pulang. Tugimin belum merasa curiga karena sang cucu memang kerap bermain sepak bola bersama teman-temannya pada malam hari.
    “Saya sadar untuk mencari itu jam 21.30 WIB. ‘Kok cucu saya belum pulang? Ke mana?’. Saya bilang kayak begitu,” ujar dia.
    Tugimin yang merupakan pensiunan petugas pemadam kebakaran Lebak Bulus segera menyambangi lokasi terakhir Alvaro terlihat.
    Ia juga mendatangi teman-teman yang biasa bermain dengan cucunya. Namun, upayanya tak membuahkan hasil.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siasat Licik Oligarki Merampok Tanah (Bagian I)
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 November 2025

    Siasat Licik Oligarki Merampok Tanah (Bagian I) Nasional 26 November 2025

    Siasat Licik Oligarki Merampok Tanah (Bagian I)
    Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.
    TANAH
    adalah sumber kehidupan seluruh mahluk hidup ciptaan Ilahi. Tanah adalah benda yang dimiliki, sekaligus sumber konflik berkepanjangan.
    Tanah acapkali jadi simbol harkat diri yang harus dipertahankan dengan segala harga dan rupa-rupa siasat.
    Di republik kita sekarang ini, kegaduhan sosial terjadi di pelbagai daerah lantaran kepemilikan tanah.
    Beberapa bulan lalu, kita terkaget-kaget dengan kasus Pantai Indah Kapuk di mana pantai dipatok sepanjang 30 kilometer oleh pihak swasta.
    Kita juga pernah dikagetkan oleh kasus tanah dalam proyek Meikarta di Jawa Barat. Status tanah masih penuh liku, tetapi pihak swasta sudah mengomersialkannya.
    Republik kita juga pernah heboh lantaran tanah orangtua Doktor Dino Patti Jalal, diplomat, yang disiasati secara licik oleh orang-orang tertentu sehingga tanah-tanah tersebut bisa berpindah tangan secara enteng.
    Kasus ini memberi petunjuk jelas,
    mafia tanah
    memang ada dan ril. Bukan sekedar “omon-omon.”
    Pelbagai metode tuna ahlak dan surplus pelanggaran hukum, acapkali dipakai untuk menguasai dan merampas tanah rakyat, orang atau kelompok lain.
    Motifnya tunggal, kerakusan. Metodenya tunggal, licik dan tak bermoral. Hal semacam ini pada umumnya dilakukan oleh para
    oligarki
    , khususnya oligarki ekonomi yang tampil dengan dandanan “rakusnomik”.
    Kelicikan yang padat dengan tuna ahlak tersebut, diaminkan dan dijalani dengan pat gulipat dokumen. Hulunya ada di kantor pertanahan di pelbagai pelosok negeri.
    Mental kerupuk dipadu dengan integritas yang tunduk pada hukum “penawaran dan permintaan” pada pejabat kantor pertanahan, memudahkan pembuatan sertifikat ganda.
    Proses seperti inilah yang selalu mengibarkan bendera kemenangan para oligarki merampok tanah-tanah orang lain. Sertifikat ganda adalah andalannya.
    Untuk melegitimasi dan meyakinkan publik bahwa tanah-tanah yang dirampoknya itu sah secara yuridis, oligarki menempuh jalur hukum, dituntut atau menuntut secara perdata.
    Caranya, merekayasa sejumlah orang untuk mengklaim tanah yang sudah dipunyainya dengan cara memperoleh sertifikat ganda.
    Lawan perkara rekayasa tersebut, bisa jadi pihak penuntut atau pihak yang dituntut oleh oligarki. Masuklah mereka dalam pengadilan.
    Biasanya, di level pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, oligarki mengalahkan diri. Mereka pun melakukan kasasi di Mahkamah Agung. Di level inilah mereka tancap gas memenangkan perkara mereka.
    Malah kalau perlu, harus menang di level PK (Peninjauan Kembali). Hebat kan?
    Dengan kemenangan di level Mahkamah Agung tersebut, para oligarki mendesakkan kehendak dengan cara melakukan mobilisasi massa untuk menduduki tanah yang dimenangkan secara licik.
    Papan bicara pun dipasang sebagai pemakluman bahwa tanah rampokan itu adalah milik mereka.
    Setelah itu, para perampok tanah tersebut bermain di level panitera pengadilan negeri untuk melakukan eksekusi.
    Dalam tahap ini, para oligark membangun kohesi kental dengan para pejabat dari Jakarta yang di pundaknya bertaburan bintang.
    Para pejabat tersebut diperalat untuk melindungi mereka. Caranya, menggertak dan mengintimidasi setiap pihak yang menghalangi jalannya eksekusi.
    Dalam banyak hal dan situasi, para guru besar diperalat untuk memberi opini yang mengesahkan kepemilikan para oligarki.
    Para profesor yang bukan ahli tentang tanah pun berkomentar mengenai silsilah, jenis dan jenjang serta hirarki kepemilikan tanah.
    Semua bermuara pada pengaminan bahwa tanah yang dirampok itu adalah sah. Hebat kan?
    Lantas, bagaimana dengan dokumen-dokumen awal yang dipakai mengurus sertifikat ganda di kantor pertanahan?
    Gampang sekali caranya. Cukup menyiapkan uang kecil pada orang tertentu yang memang puluhan tahun bergelut dengan pemalsuan dokumen palsu.
    Hasilnya sangat fantastis. Dengan metode khusus, kertas-kertas baru bisa berubah wujud menjadi kertas kuno.
    Sebelum kertas-kertas itu direkayasa, di atasnya sudah ditulisi nama pemilik tanah, alamat tanah serta ukurannya.
    Huruf-huruf yang dipakai disesuaikan dengan jenis mesin ketik yang ada pada era itu. Peta dan gambar tanah yang hendak dirampok itu, ditulis tangan dengan tinta kuno.
    Untuk bagian-bagian tertentu, adakalanya dibutuhkan tulisan tangan dalam dokumen. Ini juga sudah memiliki spesialisasi, orang yang terampil menulis miring yang rapi seperti tulisan-tulisan kuno di zaman Belanda.
    Pokonya, Anda akan takjub dengan hasil siasat licik para oligarki.
    Dokumen-dokumen yang dipalsukan itu, bisa berbentuk rincik, girik atau pun tanah garapan dan sebagainya.
    Dalam pelbagai kasus, para birokrat negara di kantor pertanahan, sudah memiliki notaris favorit dan pilihan untuk ditempati, mengaminkan akte sesuai kehendak.
    Hebatnya, bila pemilik asli protes ke kantor pertanahan mengenai sertifikat mereka yang digandakan, dengan enteng para birokrat negara tersebut mengatakan: “Wah, kita tidak bisa menolak permohonan yang lengkap dengan dokumen. Kami ini hanya bersifat pencatatan administrasi.”
    “Bila Tuan-tuan dan Puan-puang keberatan, silahkan gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.”
    Maka, kian sempurnalah kemenangan oligarki dalam merampok tanah-tanah orang lain. Negara ikut menjadi bagian dari perampokan itu.
    Selama ini, jarang sekali kita menyaksikan, birokrat negara yang dikenai pidana dalam pat gulipat perampokan tanah. Yang biasanya jadi korban adalah kepala desa, lurah atau camat serta beberapa orang di level managemen kantor para oligarki.
    Pemilik perusahaan, para oligarki tidak pernah tersentuh hukum, kendati segala kerakusan mereka terpenuhi dengan keuntungan dari hasil pat gulipat licik.
    Para pejabat di kantor pertanahan, juga tidak disentuh hukum pidana karena selalu beralasan bahwa apa yang mereka lakukan adalah diskresi administrasi negara. Bila ada soal, penyelesaiannya ada pada Peradilan Tata Usaha Negara.
    Negara mulai kini, harus serius membenahi sektor pertanahan kita. Hukuman pidana bagi para oligarki dan birokrat negara di kantor-kantor pertanahan, sudah harus dipidana.
    Di sini, ada perampokan. Di sini, ada pembohongan. Di sini, ada persekongkolan jahat. Mari kita bersihkan negeri ini dengan tindakan nyata. Bukan sekedar
    omon-omon. Bersambung…
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Apa Alasan Presiden Prabowo Rehabilitasi Ira Puspadewi?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 November 2025

    Apa Alasan Presiden Prabowo Rehabilitasi Ira Puspadewi? Nasional 26 November 2025

    Apa Alasan Presiden Prabowo Rehabilitasi Ira Puspadewi?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI Prabowo Subianto memutuskan untuk memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi. Apa alasannya?
    Ira sebelumnya divonis penjara 4,5 tahun dalam kasus korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan proses akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada periode 2019–2022.
    Selain Ira, ada juga mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Muhammad Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono yang turut mendapatkan rehabilitasi dari Kepala Negara.
    Dengan rehabilitasi dari Prabowo ini, maka hak dan martabat mereka akan dipulihkan.
    Sebab, status terpidana otomatis gugur ketika Ira dan kawan-kawan direhabilitasi.
    “Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah alhamdullilah pada hari ini Presiden RI
    Prabowo Subianto
    telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam jumpa pers di Istana, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
    Lantas, apa alasan Prabowo memberikan rehabilitasi kepada
    Ira Puspadewi
    ?
    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan alasan Prabowo memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan Muhammad Yusuf Hadi.
    Prasetyo menjelaskan, pemberian rehabilitasi ini diawali dari aspirasi masyarakat yang ditampung oleh DPR.
    Selain itu, kata dia, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum (Kemenkum) juga menerima aspirasi terkait kasus-kasus hukum, termasuk apa yang menimpa Ira Puspadewi.
    “Segala sesuatu yang berkenaan dengan kasus-kasus yang terjadi, dan itu ada jumlahnya banyak sekali, yang dalam prosesnya dilakukan pengkajian dilakukan telaah dari berbagai sisi, termasuk pakar hukum yang kemudian atas surat usulan dari permohonan dari DPR yang kemudian ditindaklanjuti dalam satu minggu ini oleh Menteri Hukum,” ujar Prasetyo.
    Selanjutnya, pemerintah bersurat kepada Presiden Prabowo Subianto agar kepala negara menggunakan hak rehabilitasi untuk Ira Puspadewi, serta dua pejabat ASDP lainnya, yakni Harry Muhammad Adhi Caksono dan Muhammad Yusuf Hadi.
    “Dan Bapak Presiden memberikan keputusan untuk menggunakan hak beliau di dalam kasus yang tadi sudah disebutkan kasusnya, sudah berjalan cukup lama kepada menimpa kepada Dirut ASDP beserta beberapa orang jajaran di ASDP,” jelasnya.
    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan usulan rehabilitasi terhadap ketiga orang itu sampai dibawa ke rapat terbatas (ratas).
    Walhasil, Prabowo pun memberikan persetujuan untuk menggunakan haknya dalam merehabilitasi ketiga orang tersebut.
    “Dibicarakan dalam rapat terbatas, dan Bapak Presiden memberikan keputusan untuk menggunakan hak beliau di dalam kasus yang tadi sudah disebutkan kasusnya sudah berjalan cukup lama kepada menimpa Dirut ASDP beserta beberapa orang jajaran di ASDP,” ujar Prasetyo.
    Lalu, Prasetyo menjelaskan, Prabowo baru membubuhkan tanda tangan terhadap surat rehabilitasi itu pada Selasa sore kemarin.
    Adapun keputusan rehabilitasi ini selanjutnya akan diproses sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Ira Puspadewi dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara karena terbukti bersalah dalam kasus korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    “Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan penjara,” ujar Hakim Ketua Sunoto saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta pada Kamis, 20 November 2025.
    Hakim menyatakan, eks Dirut ASDP itu terbukti menguntungkan orang lain atau suatu korporasi, yakni PT JN.
    Terhadap Ira dinyatakan telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
    Namun, dalam putusannya, hakim menyatakan Ira Puspadewi tidak menerima uang hasil perbuatan korupsinya.
    Meskipun demikian, Ira tetap dinyatakan terbukti bersalah karena karena telah memperkaya orang lain atau suatu korporasi, yaitu pemilik PT JN, Adjie sebesar Rp 1,25 triliun dari proses akusisi PT JN oleh ASDP.
    “Perbuatan terdakwa bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi, tapi kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan iktikad baik dalam prosedur dan tata kelola aksi korporasi PT ASDP,” ujar Hakim Anggota Nur Sari Baktiana.
    Merespons putusan hakim, Ira Puspadewi menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan korupsi.
    “Kami ingin sedikit mengulang kembali, seperti yang dinyatakan majelis hakim, kami tidak korupsi sama sekali,” ujar Ira usai sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
    Menurut dia, akuisisi PT JN bukanlah hal yang merugikan negara atau menguntungkan pihak tertentu, tetapi strategis untuk mendukung operasional ASDP.
    “Dengan adanya akuisisi ini, maka posisi ASDP yang melayani wilayah-wilayah 3T, terpinggir, terluar, terdepan, itu akan menjadi lebih kuat,” katanya.
    Ira juga mengatakan, ASDP diuntungkan karena mendapatkan 53 kapal yang sudah memiliki izin di trayek komersial, dari akuisisi PT JN.
    “Kami perlu akuisisi di mana akuisisi PT JN ini adalah perusahaan yang memiliki izin 53 kapal berlayar di trayek komersial semua. Ini memperkuat trayek komersial maka kekuatan ASDP untuk mensubsidi silang akan lebih mudah,” katanya.
    Untuk itu, Ira meminta perlindungan hukum kepada Presiden Prabowo Subianto.
    “Kami mohon perlindungan hukum dari Presiden RI bagi profesional, khususnya BUMN yang melakukan proposal besar untuk bangsa, bukan hanya untuk perusahaan tapi untuk bangsa Indonesia,” ujar Ira Puspadewi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rumah Sakit Menolak Pasien, Siapa yang Salah?
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        26 November 2025

    Rumah Sakit Menolak Pasien, Siapa yang Salah? Regional 26 November 2025

    Rumah Sakit Menolak Pasien, Siapa yang Salah?
    Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes
    KASUS
    kematian ibu hamil di Papua akibat ditolak empat rumah sakit kembali membuka luka lama dalam sistem kesehatan Indonesia.
    Di tengah upaya pemerintah memperkuat layanan primer dan memperbaiki alur rujukan, kenyataan bahwa seorang ibu dan bayi telah kehilangan nyawa karena tidak memperoleh tempat perawatan darurat terasa sangat memilukan.
    Pertanyaan kita bersama mengemuka, siapa yang salah? Rumah sakit? Pemerintah daerah? Pemerintah pusat? Sistem rujukan yang belum jalan? Atau kita semua yang membiarkan ketimpangan layanan kesehatan di
    Papua
    berlangsung puluhan tahun?
    Pertanyaan yang tidak mudah dijawab, tetapi penting untuk ditelisik secara jernih untuk menghindarkan agar tragedi serupa tidak lagi terulang.
    Secara administratif rumah sakit memiliki standar operasional (SOP) yang ditetapkan pemilik atau direktur. SOP mengatur kapasitas tempat tidur, ketersediaan dokter spesialis, hingga kesiapan instalasi gawat darurat (IGD).
    Peraturan menegaskan bahwa rumah sakit tidak boleh menolak pasien dalam kondisi kegawatdaruratan. Namun, di berbagai wilayah terpencil, termasuk di papua, realitasnya lebih rumit dan menyedihkan.
    Rumah sakit di daerah kerap beroperasi dengan fasilitas minimal: jumlah dokter spesialis terbatas, ICU dan NICU tidak selalu tersedia, alat medis kedaluwarsa/rusak, bahkan obat-obatan tertentu seringkali kosong.
    Ketika rumah sakit menyatakan tidak mampu menangani pasien, sesungguhnya mereka mengakui keterbatasan sistemik.
    Menangani pasien dengan risiko tinggi tanpa fasilitas dan kompetensi memadai dapat berdampak fatal, sehingga rumah sakit memilih merujuk ke rumah sakit lain.
    Masalahnya, ketika empat rumah sakit tidak dapat memberikan pelayanan dalam kondisi darurat dengan berbagai kondisi dan alasan, yang terjadi bukan lagi tentang SOP, tetapi kegagalan sistem yang jauh lebih dalam.
    Papua adalah kondisi memprihatinkan. Ia menyandang sejumlah indikator terburuk di Indonesia.
    Angka kematian ibu dan bayi jauh di atas rata-rata nasional, cakupan tenaga kesehatan per 1.000 penduduk rendah, distribusi dokter spesialis timpang, dan kondisi geografis ekstrem membuat akses layanan kesehatan menjadi tantangan berat.
    Selama bertahun-tahun, pembangunan kesehatan di Papua lebih banyak berorientasi pada infrastruktur fisik, tetapi kurang dibarengi ekosistem layanan yang memadai.
    Menghadapi kondisi demikian, rumah sakit di Papua berada dalam lingkaran dilema: menjadi pintu harapan terakhir bagi masyarakat, tetapi terjebak dalam keterbatasan fasilitas yang membuat pelayanan optimal hampir mustahil.
    Ketika kasus gawat darurat seperti komplikasi obstetri datang, mereka berada dalam posisi serba sulit.
    Karena ketimpangan tersebut, kiranya menyerahkan tanggung jawab pada rumah sakit saja tidak cukup. Ada akar persoalan sistemik menyangkut distribusi sumber daya kesehatan yang serba terbatas secara struktural dan berlangsung lama.
    Kini Pemerintah memperkenalkan mekanisme rujukan berjenjang berbasis kompetensi. Secara konsep, pasien akan dirujuk ke fasilitas yang mampu menangani kondisi kesehatannya.
    Namun, di wilayah seperti Papua, konsep tersebut diperkirakan tidak akan berjalan mulus. Ketersediaan fasilitas rujukan setara atau lebih tinggi sangat terbatas, jarak antara rumah sakit bisa mencapai puluhan hingga ratusan kilometer, dan transportasi medis tidak selalu siap.
    Dalam kasus ibu hamil yang meninggal di Papua, rujukan silang antarrumah sakit menunjukkan bahwa sistem tidak menyediakan alternatif yang layak dalam waktu kritis. Ketika setiap rumah sakit menolak, waktu penyelamatan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.
    Sistem rujukan seharusnya bukan hanya sekadar daftar rumah sakit yang bisa dihubungi, tetapi jaringan nyata yang mampu memastikan pasien mendapatkan pertolongan darurat dalam
    golden period.
    Tentu saja di Papua konsep demikian masih jauh dari kenyataan.
    Masalah fundamental di Papua adalah ketimpangan
    capacity to care.
    Rumah sakit di kota-kota tertentu mungkin cukup baik, tetapi fasilitas di kabupaten lain sangat terbatas. Itulah kondisi yang dapat ditemukan di Papua.
    Padahal, kasus gawat darurat obstetri seperti persalinan non pervaginam, pendarahan postpartum, dan preeklamsia tidak menunggu prosedur administrasi dapat diselesaikan terlebih dulu.
    Ia memerlukan penanganan cepat dokter spesialis kandungan, ICU maternal, dan kesiapan transfusi darah, tiga hal yang belum merata di Papua.
    Melihat kondisi yang terjadi, menyalahkan tenaga kesehatan atau individu tertentu adalah pendekatan yang terlalu parsial.
    Banyak tenaga kesehatan di Papua bekerja dalam kondisi serba kekurangan, beban kerja berlebih, dan tidak jarang menghadapi risiko keselamatan pribadi.
    Sistem yang lemah membuat mereka menolak melayani. Padahal, seringkali mereka sedang menyelamatkan pasien dari tindakan yang tidak dapat mereka tangani secara aman.
    Jika terpaksa harus menyebutkan siapa yang salah, jawabannya adalah: sistem kesehatan yang timpang, pemerintah pusat dan daerah yang tidak berhasil menuntaskan pemerataan layanan kesehatan, manajemen rumah sakit yang tidak komitmen, dan kebijakan rujukan yang belum adaptif.
    Dengan demikian, kesalahan tidak dapat dibebankan pada satu pihak saja. Sistem yang membiarkan keterbatasan layanan kesehatan menjadi sesuatu yang biasa.
    Memperbaiki pemerataan dan kualitas layanan kesehatan di Papua membutuhkan kesungguhan semua pihak terkait.
    Langkah mendesak yang dapat dilakukan seperti memperkuat rumah sakit kabupaten dengan layanan emergensi obstetri, menambah dokter spesialis dengan insentif yang layak, membangun sistem rujukan realistis berbasis waktu, kesiapan ambulans, dan koordinasi antarrumah sakit dalam kondisi darurat.
    Rumah sakit di daerah dengan berbagai kepemilikannya mesti mengacu pada standar Kemenkes. Seringkali operasional rumah sakit melaksanakan kebijakan pemilik.
    Kiranya Kemenkes sebagai regulator sekaligus pengawasan dan pembina dapat memberikan sanksi pada rumah sakit yang tidak berjalan sesuai standar kesehatan.
    Kasus kematian ibu hamil di Papua yang menyita perhatian Presiden Prabowo tersebut telah menghentak kesadaran kita bahwa akses kesehatan bukan sekadar retorika belaka, tetapi soal hidup dan mati rakyat.
    Jika negara ingin mewujudkan keadilan kesehatan, Papua harus menjadi prioritas utama, dan bukan dipandang sebagai wilayah belakang yang dapat ditinggalkan.
    Selama keterbatasan tetap belum berubah, maka setiap ibu hamil yang melahirkan, setiap anak sakit, dan setiap pasien gawat darurat di Papua akan terus hidup dengan risiko yang tidak seharusnya mereka tanggung karena kesulitan akses kesehatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Ayah Tiri Sempat Pura-pura Bantu Cari Alvaro, Ibu Korban: Kayak Meledek
                        Megapolitan

    Ayah Tiri Sempat Ancam Culik Alvaro untuk Bujuk Istrinya Rujuk Megapolitan 25 November 2025

    Ayah Tiri Sempat Ancam Culik Alvaro untuk Bujuk Istrinya Rujuk
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    — Ibu dari Alvaro Kiano Nugroho, Arum Indah, mengaku pernah diancam oleh suami keduanya, Alex Iskandar, akan menculik putranya jika menolak rujuk.
    Arum mengatakan, ancaman itu muncul karena ia sudah mantap meninggalkan Alex akibat sederet sikap buruknya, mulai dari temperamen tinggi hingga kebiasaan melakukan kekerasan.
    “Emang dia pernah melontarkan, ‘Kalau lo enggak mau balik lagi sama gue, gue bakal culik anak itu,’” ujar Arum saat ditemui di rumah duka, Selasa (25/11/2025).
    Saat mendengar ancaman tersebut, Arum sempat menganggap Alex hanya menggertak.
    Saat itu, Alex menunjukkan bahwa Alvaro sedang diajak bermain dengannya.
    “Dia pernah melontarkan itu, kirain cuma bercanda, enggak akan terjadi, soalnya ‘Nih anak lu lagi sama gue,’ ternyata dia lagi jajan, main. Oh, ya aku pikir, oh, enggak mungkin lah ya kan, dia culik kayak gitu,” kata Arum.
    Menurut Arum, ancaman itu hanya terjadi sekali pada 2024, sehingga ia tidak menaruh kecurigaan meski kemudian meninggalkan Alex.
    Arum menyebut Alex memiliki temperamen buruk, keras kepala, bahkan tidak menyukai anak-anak.
    Selain itu, Alex tidak menafkahi keluarga, sehingga Arum lah yang menanggung biaya hidup dengan bekerja ke luar negeri.
    Ia juga mengungkap adanya kekerasan dalam rumah tangga selama mereka tinggal bersama.
    “Oh, dulu iya (kekerasan). Cuma karena dipikir, dulu kan enggak pernah mau bilang sama orang tua karena kan itu masalah rumah tangga sendiri ya kan,” ucap Arum. Ia menyebut adik Alex turut menjadi saksi kekerasan tersebut.
    Sebelumnya, Alvaro (6) yang hilang sejak Maret 2025, ditemukan meninggal dunia.
    Kapolsek Pesanggrahan AKP Seala Syah Alam menyatakan pihaknya telah menangkap orang yang menyebabkan Alvaro hilang dan tewas.
    “Alvaro sudah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia, dan tersangka sudah diamankan,” ujar Seala, Minggu (23/11/2025).
    Adapun Alvaro terakhir terlihat di Masjid Jami Al Muflihun, Bintaro, Pesanggrahan pada Kamis (6/3/2025).
    Pada hari itu, seorang pria yang mengaku sebagai ayah Alvaro disebut datang mencari anak tersebut.
    Kakek Alvaro, Tugimin, baru mengetahui informasi ini tiga hari kemudian dari marbut masjid.
    “Itu ada orang datang, ditanya sama marbut, ‘Pak, cari siapa?’ ‘Cari anak saya. Alvaro katanya kalau shalat di masjid sini.’ ‘Itu ada anaknya di atas.’ Kata marbut begitu,” ujar Tugimin.
    Pasca berbuka dan shalat Magrib, Alvaro tidak juga pulang. Tugimin awalnya tak curiga karena cucunya sering bermain sepak bola pada malam hari.
    “Saya sadar untuk mencari itu jam 21.30 WIB. ‘Kok cucu saya belum pulang? Ke mana?’. Saya bilang kayak begitu,” tuturnya.
    Ia kemudian mencari Alvaro ke lokasi terakhir dan menanyakan kepada teman-teman sang cucu, namun tidak membuahkan hasil.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Di Tengah Keterbatasan Sarana, Damkar Pamekasan Tetap Sigap Atasi Setiap Kesulitan Masyarakat
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        25 November 2025

    Di Tengah Keterbatasan Sarana, Damkar Pamekasan Tetap Sigap Atasi Setiap Kesulitan Masyarakat Surabaya 25 November 2025

    Di Tengah Keterbatasan Sarana, Damkar Pamekasan Tetap Sigap Atasi Setiap Kesulitan Masyarakat
    Tim Redaksi
    PAMEKASAN, KOMPAS.com
    – petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Pamekasan tetap menunjukkan komitmen tinggi untuk membantu masyarakat meskipun menghadapi keterbatasan fasilitas.
    Hal ini terlihat pada Selasa (25/11/2025), ketika mereka tetap sigap merespons setiap laporan yang diterima melalui telepon darurat.
    Petugas Damkar tidak hanya hadir untuk memadamkan api, tetapi juga menangani berbagai masalah lainnya, seperti membuka cincin yang terlepas, mobil terkunci dan penangkapan hewan liar.
    Bahkan, mereka pernah berhasil mengevakuasi seorang perempuan yang berusaha bunuh diri.
    Herwanto, Penanggung Jawab Pengendali Lapangan (Padal) Regu 01 Tim Pemadam Kebakaran (Damkar) Satpol PP dan
    Damkar Pamekasan
    , mengakui masih banyak fasilitas yang kurang memadai.
    “Salah satunya mobil pemadam kebakaran yang masih minim. Dua unit kendaraan damkar dinilai masih kurang untuk mengatasi kejadian di 13 kecamatan,” ujarnya.
    Kendati demikian, keterbatasan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi petugas Damkar.
    Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk tiba dengan cepat saat menerima laporan, terutama di wilayah Pantura.
    “Kami harus cepat meski jaraknya jauh menuju Pantura. Kami biasanya lebih cepat setengah jam lebih dari waktu normal,” kata Herwanto.
    Ia berharap pemerintah dapat memberikan tambahan mobil damkar untuk ditempatkan di wilayah Pantura, sehingga respons terhadap kebakaran dapat lebih cepat.
    Supardi, Padal Regu 03 Tim Pemadam Kebakaran (Damkar) Satpol PP dan Damkar Pamekasan, juga menyampaikan bahwa minimnya alat pelindung diri (APD) menjadi masalah saat membasmi tawon vespa.
    “Damkar Pamekasan hanya punya satu APD yang bisa digunakan saat evakuasi sarang tawon vespa. Satu orang yang hanya pakai APD, kami lainnya menggunakan pakaian biasa. Padahal berbahaya ketika disengat,” ungkapnya.
    Meskipun banyak fasilitas yang masih kurang, petugas Damkar tetap berkomitmen untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi.
    “Kami selalu siap menerima laporan masyarakat kapan saja dan di mana saja,” tegas Supardi.
    Ia menambahkan, keterbatasan alat bukanlah halangan untuk tidak mengatasi masalah.
    “Justru petugas damkar terlatih kreatif dalam bertugas sehari-hari. Kami sudah dilatih untuk menolong dan selalu berusaha maksimal membantu masyarakat,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.