Bencana Alam: Alarm Apokalipse Ekologis untuk Masa Depan Kehidupan
Lulusan Sekolah Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta, anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI). Lebih dari dua dekade bergiat sebagai konsultan, peneliti, dan fasilitator pendidikan kritis masyarakat berbasis andragogi. Kini sedang aktif mendampingi komunitas di berbagai daerah untuk memperkuat sustainable livelihood, terutama pada bidang pertanian dan perikanan berkelanjutan, pencegahan stunting, serta respons terhadap perubahan iklim. Selalu terus berusaha menulis refleksi tentang arah dinamika perjalanan Indonesia dan tantangan sosial-politik masa kini.
JERIT
dan isak tangis pilu dari korban banjir bandang yang serentak terjadi di Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh semakin menguatkan bunyi alarm kebahayaan ekologis.
Ratusan jiwa melayang dan banyak lagi yang hilang belum ditemukan. Angka-angka kesedihan itu dipastikan akan terus bertambah.
Banjir bandang adalah tragedi ekologis yang telah lama diramalkan oleh banyak peneliti. Gelombang air deras bercampur lumpur, material longsor, dan kayu-kayu gelondongan menerjang permukiman, merusak fasilitas publik, dan menelan korban di berbagai wilayah.
Meski intensitas hujan tinggi dan anomali cuaca sering disebut sebagai pemicu, kerusakan yang terjadi tidak dapat disederhanakan sebagai “bencana alam” semata.
Ia adalah gambaran paling jelas dari alam yang telah kehilangan daya dukung ekologisnya setelah sekian lama dieksploitasi tanpa kendali.
Laporan dari Auriga Nusantara (2025), menunjukkan bahwa deforestasi nasional pada 2024 mencapai 261.575 hektar, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam laporannya, Auriga menyebut bahwa sebagian besar deforestasi terjadi di dalam kawasan konsesi legal, baik konsesi kayu, perkebunan, maupun tambang yang mempercepat hilangnya fungsi ekologis hutan.
Meski pulau Kalimantan yang terparah penggundulan hutannya, tapi pulau Sumatera yang paling signifikan mengalami kenaikan dalam kurun waktu tersebut. Tahun 2023 seluas 33.311 hektar, di tahun 2024 melonjak hingga 91.248 hektar.
Hutan adalah mekanisme perlindungan alamiah yang bekerja dalam diam: menahan air, memperkuat tanah, meredam erosi, dan mengontrol aliran permukaan.
Ketika hutan hilang, air hujan yang biasanya meresap perlahan ke dalam tanah berubah menjadi arus permukaan besar yang melaju tanpa kendali.
Tumpukan kayu gelondongan yang terbawa banjir bukan hanya menunjukkan besarnya daya rusak air, tetapi juga membuktikan keberadaan aktivitas logging formal maupun ilegal di kawasan hulu.
Fenomena serupa mencuat dari pemberitaan yang memperlihatkan kayu-kayu besar terseret arus banjir di berbagai titik lokasi
banjir Sumatera
.
Dengan demikian, bencana di Sumatera tidak hanya menunjukkan kerusakan alam, tetapi juga kerusakan sistem tata kelola yang gagal melindungi ruang hidup masyarakat.
Untuk memahami bencana ekologis secara lebih mendalam, kita perlu melampaui penjelasan teknis dan melihat akar persoalannya dalam struktur sosial, ekonomi, dan politik.
Ulrich Beck (1992) melalui konsep
Risk Society
menjelaskan bahwa modernitas memproduksi risiko-risiko baru yang tidak lagi lahir dari fenomena alamiah, melainkan dari tindakan manusia sendiri.
Risiko semacam ini bersifat sistemik, tidak kasat mata, dan menyebar lintas ruang tanpa mengenal batas administrasi.
Banjir bandang di Sumatera adalah salah satu contoh dari risiko buatan manusia yang lahir dari kombinasi ekspansi industri, kebijakan permisif, dan absennya kontrol ekologis.
Dalam perspektif ekologi politik, bencana adalah manifestasi dari hubungan kekuasaan. Peluso dan Watts (2001) menyebut bahwa lingkungan sering menjadi arena perebutan kekuasaan, di mana konflik agraria, ekspansi korporasi besar—baik perkebunan sawit, logging, maupun pertambangan—mendorong kerusakan ekosistem yang kemudian menghadirkan risiko bagi masyarakat yang tidak ikut menikmati keuntungan ekonomi.
Sumatera sendiri merupakan salah satu wilayah paling intens dieksploitasi untuk ekspansi perkebunan sawit dan tambang dalam tiga dekade terakhir, menjadikannya episentrum produksi risiko ekologis.
Studi yang dilakukan Jenefer Merten et al. (2021) mengenai banjir di Sumatera menunjukkan bahwa masuknya perkebunan dalam skala besar mengalihkan fungsi lahan secara drastis dan membuat banjir menjadi
hazard
(bahaya) yang diproduksi oleh sistem agraria modern.
Banjir bukan lagi fenomena siklus air, tetapi konsekuensi dari fragmentasi hutan, perubahan struktur tanah, dan modifikasi
catchment
area.
Masyarakat pinggir sungai, petani, dan kelompok miskin pedesaan menanggung risiko terbesar akibat keputusan ekonomi-politik yang dilakukan jauh dari wilayah hidup mereka.
Distribusi risiko yang tidak adil menjadi semakin nyata ketika melihat siapa yang paling dirugikan.
Beck menekankan bahwa risiko modern tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga memperdalam ketidaksetaraan sosial.
Bencana ekologis di Sumatera adalah bukti bahwa risiko yang dihasilkan oleh korporasi dan kekuasaan justru ditanggung oleh kelompok yang paling memiliki daya tawar rendah dalam proses pengambilan keputusan.
Kerusakan ekologis di tingkat lokal tidak dapat dipisahkan dari dinamika global berupa perubahan iklim.
Sumatera adalah salah satu wilayah yang paling rentan terhadap kombinasi antara deforestasi lokal dan krisis iklim global.
Deforestasi memperburuk dampak perubahan iklim dengan menghilangkan kemampuan hutan menyerap karbon dan mengatur iklim mikro.
Hilangnya hutan primer juga menurunkan kemampuan tanah dalam menyerap air, mempercepat
run-off
, dan meningkatkan risiko longsor serta banjir bandang.
Hal ini ditegaskan dalam laporan Envidata (2024) yang menunjukkan korelasi kuat antara deforestasi dan peningkatan bencana hidrometeorologi di Indonesia.
Dalam konteks Sumatera, dua gelombang kerusakan, kerusakan ekologis lokal dan krisis iklim global, bersatu padu memperluas paparan bencana.
Hutan yang hilang memperbesar dampak hujan ekstrem, sementara hujan ekstrem mempercepat kerusakan tanah yang sebelumnya telah gundul.
Kombinasi keduanya menghasilkan siklus bencana berulang yang semakin sulit dikendalikan. Jika tidak ada intervensi drastis, maka pola kebencanaan yang terjadi saat ini dipastikan akan kembali muncul pada tahun-tahun mendatang, dengan skala kerusakan yang bahkan bisa lebih besar.
Mengatasi krisis ekologis menuntut perubahan paradigma dalam pembangunan. Tidak cukup jika negara hanya mengandalkan pendekatan struktural seperti tanggul sungai, pengerukan sedimen, atau pembangunan bendungan.
Solusi teknis hanya meredam gejala, bukan akar persoalan. Yang diperlukan adalah pemulihan fungsi ekologis hutan dan reformasi tata kelola sumber daya alam.
Pertama, moratorium permanen terhadap izin baru di hulu DAS harus menjadi landasan kebijakan.
Kawasan hulu, lereng pegunungan, dan hutan primer merupakan benteng ekologis yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. Pemerintah harus memastikan perlindungan kawasan tersebut dari ekspansi logging, perkebunan, dan pertambangan.
Kedua,
restorasi
ekologis harus dilakukan secara massif melalui reforestasi, rehabilitasi lahan kritis, dan pemulihan fungsi DAS. Model restorasi yang melibatkan komunitas lokal, terutama masyarakat adat agar lebih efektif dibanding pendekatan
top-down
yang selama ini didominasi proyek teknis pemerintah.
Ketiga, tata ruang dan perizinan lingkungan harus disusun berdasarkan prinsip kehati-hatian. Setiap rencana perubahan fungsi lahan harus melewati analisis risiko ekologis jangka panjang, bukan hanya analisis ekonomi jangka pendek.
Audit lingkungan secara berkala dan publikasi hasil audit secara terbuka menjadi langkah penting dalam memastikan akuntabilitas.
Keempat, edukasi publik dan perubahan budaya pembangunan perlu dilakukan. Hutan harus dilihat sebagai infrastruktur ekologis, bukan semata ruang ekonomi.
Kesadaran bahwa menjaga hutan berarti menjaga keselamatan kolektif menjadi kunci transformasi jangka panjang.
Jika langkah-langkah ini tidak dilakukan, maka bencana ekologis yang kita saksikan saat ini hanya merupakan permulaan dari siklus kehancuran yang lebih besar.
Negara, masyarakat, dan dunia usaha harus mengambil tanggung jawab bersama dalam menghentikan laju apokalipse ekologis dan membangun masa depan yang lebih aman, adil, dan berkelanjutan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/01/692d7e0d20990.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Minta Gapura Tangsel Dibangun Lagi, Warga Ancam Aksi Besar Sampai Prabowo Tahu Megapolitan
Minta Gapura Tangsel Dibangun Lagi, Warga Ancam Aksi Besar Sampai Prabowo Tahu
Tim Redaksi
TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com
– Warga meminta kepastian Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) terkait pemasangan artefak atau gapura
“Selamat Datang di Kota Tangerang Selatan”
dan penanda batas Provinsi Banten–Jawa Barat.
Pemasangan penanda wilayah tersebut setidaknya dibangun kembali pada Januari 2026.
Warga dan Pemkot
Tangsel
melakukan mediasi untuk menagih janji pengembalian fungsi Jalan Puspitek yang direncanakan akan ditutup oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (
BRIN
).
Jika gapura tak kunjung dibangun lagi, warga mengancam menggelar aksi lebih besar.
“Bukan demo, kecil-kecilan datangnya. Kalau perlu
mah
ngumpulin ban bekas dulu biar Presiden Prabowo tahu terjadi keresahan yang luar biasa,” ujar Warga Muncul, Neng Nurohmah (65) di Pemkot Tangsel, Ciputat, Senin (1/12/2025).
Warga sudah berulang kali menyampaikan aspirasi, tetapi belum ada tindak lanjut konkret, baik dari Pemkot Tangsel maupun DPRD.
Padahal, warga hanya ingin kepastian pemasangan penanda dan batas wilayah sesuai janji pemerintah.
Namun, hingga kini, janji realisasi belum juga dijalankan dengan alasan keterbatasan anggaran.
“Hampir dua tahun dari April sampai dengan hari ini, itu jalan masih dikuasai BRIN, sehingga kami menyangka berpersepsi ini Kota Tangsel ngapain aja? Pak Ben ngapain aja? Kami rakyatnya kok dibiarkan?” kata Neng.
Pemkot disebut telah melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Banten.
Meski demikian, warga menegaskan kesediaan membantu secara swadaya jika diberikan izin resmi.
“Kita juga bantu swadaya, kalau enggak ada anggarannya bisa kok yang penting ada izin, kita datang kesini yang penting ada izin. Kami adalah masyarakat sadar hukum,” jelas dia.
Sementara itu, kuasa hukum warga sekaligus Ketua LBH Ansor Tangsel, Suhendar, mengatakan, tuntutan warga bukan hanya terkait pembongkaran pagar, tetapi juga pemulihan identitas wilayah yang sah dimiliki Kota Tangsel.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Banten dan Perda Kota Tangsel, ruas Jalan Muncul–Parung ditetapkan sebagai jalan provinsi.
Oleh karena itu, BRIN dianggap tidak memiliki kewenangan untuk mengganti atau mencopot gapura tersebut.
“Pemkot dan provinsi yang punya dasar hukum. Itu sebabnya artefak harus kembali seperti sebelumnya,” jelas dia.
Suhendar menambahkan, Pemkot Tangsel menyampaikan komitmen bahwa pemulihan artefak identitas kota akan dilakukan paling lambat pada Januari 2026.
“Januari harus kembali sesuai fungsinya. Kalau tidak, warga akan kembali meminta pertanggungjawaban wali kota,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/01/692daedf54fb8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejari Medan Tetapkan Tersangka Baru Kasus Korupsi MFF, Kali Ini Seorang Kabid Medan 1 Desember 2025
Kejari Medan Tetapkan Tersangka Baru Kasus Korupsi MFF, Kali Ini Seorang Kabid
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Kejaksaan Negeri Medan kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi kegiatan Medan Fashion Festival (MFF) tahun anggaran 2024.
Tersangka adalah
Ahmad Syarif
, Kepala Bidang Koperasi dan UKM pada Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota
Medan
.
Mochamad Ali Rizza, Kasi Tindak Pidana Khusus Kejari Medan menjelaskan, Ahmad berperan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kebijakan (PPTK) dalam kegiatan tersebut.
“Dia mengubah kualifikasi teknis pelaksanaan yang seharusnya. Lalu, dia mengarahkan kegiatan untuk dilaksanakan oleh MH (pihak ketiga),” ujar Ali kepada Kompas.com melalui saluran telepon, Senin (1/12/2025).
Ali menambahkan, Ahmad telah ditahan di Rutan Kelas I Tanjung Gusta Medan selama 20 hari ke depan untuk mempermudah proses penyidikan.
Sebelumnya, sudah ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Mereka adalah Erwin Saleh, Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan yang sebelumnya menjabat sebagai sekretaris dinas, Benny Iskandar Nasution sebagai kepala dinas, serta MH, selaku Direktur CV Global Mandiri.
“Kegiatan itu dilaksanakan di salah satu hotel di Medan dengan pagu anggaran Rp 4,8 miliar,” kata Kepala Kejari Medan, Fajar Syah Putra, saat diwawancarai di kantornya pada Kamis (13/11/2025).
Ia mengungkapkan, hasil perhitungan dengan inspektorat menunjukkan
kerugian negara
sebesar Rp 1.132.000.000.
“Dalam kegiatan itu ada beberapa item yang diduga tidak sesuai dengan aturan. Misalnya, untuk pembayaran hotel masih terhutang Rp 70 juta rupiah,” tambahnya.
Dalam kasus ini, Benny berperan sebagai pengguna anggaran, MH sebagai vendor, dan Erwin sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
, yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/01/692d66b708413.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengakuan Hartina yang Dianiaya Polisi di Sikka NTT: Dia Pukul Saya Pakai Senapan Regional 1 Desember 2025
Pengakuan Hartina yang Dianiaya Polisi di Sikka NTT: Dia Pukul Saya Pakai Senapan
Tim Redaksi
SIKKA, KOMPAS.com
– Hartina (29), warga Kampung Buton, Kelurahan Kota Uneng, Kecamaatan Alok, Kabupaten Sikka, NTT, menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh seorang anggota Satpolairud Polres Sikka, Bripka F.
Hartina menuturkan, kejadian bermula ketika pelaku, yang dalam kondisi mabuk minuman keras, mendatangi rumahnya pada Minggu (30/11/2025).
Bripka F
diduga mencarinya karena isu gosip yang beredar.
Pelaku kemudian langsung menyerangnya dengan senjata api, mengakibatkan luka di bagian tangan.
“Dia datang tiba-tiba mengamuk cari saya. Katanya saya ada gosip-gosip dia. Terus dia tanya saya, saya bilang saya tidak pernah gosip dia. Dia tidak terima, dia langsung pukul saya. Pukul pakai senjata, tangan saya berdarah” ujar Hartina, Senin (1/12/2025).
Hartina mengungkapkan, sebelum menyerangnya, pelaku juga melakukan penganiayaan terhadap anggota keluarga yang lain yang ada di rumahnya.
Pelaku masuk melalui kamar, bukan pintu depan rumah.
Saat kejadian, lanjut Hartina, Bripka F tidak menggunakan seragam dinas, melainkan pakaian biasa.
Senjata yang digunakan adalah senjata api laras panjang.
“Dia datang tiba-tiba terus pukul kakak saya yang saat itu ada di rumah,” katanya.
Hartina kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Mapolres Sikka.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat
Polda NTT
, Kombes Pol Henry Novika Chandra, mengungkapkan bahwa laporan penganiayaan itu diterima sekitar pukul 17.00 Wita.
Tak menunggu lama, Unit Provesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sikka langsung menuju tempat kejadian.
Saat diamankan, Bripka F dalam kondisi mabuk minuman keras (miras).
Pelaku membawa senjata laras panjang jenis SS1 dan memukul korban menggunakan popor senjata hingga menyebabkan luka memar pada jari tengah korban.
“Pelaku juga sempat menyerang saudara laki-laki korban serta merusak pintu rumah,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/01/692d59903b1b8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Lepas dari Pengawasan, Bocah 3 Tahun di Kebumen Tewas Tenggelam di Kolam Depan Rumah Regional 1 Desember 2025
Lepas dari Pengawasan, Bocah 3 Tahun di Kebumen Tewas Tenggelam di Kolam Depan Rumah
Tim Redaksi
KEBUMEN, KOMPAS.com
– Seorang bocah berusia tiga tahun bernama MNA ditemukan meninggal dunia setelah tenggelam di kolam di depan rumahnya di Desa Pakuran, Kecamatan Sruweng, Kabupaten Kebumen, pada Senin (1/12/2025) siang.
Polres Kebumen melalui Satuan Samapta dan Polsek Sruweng segera mendatangi lokasi kejadian setelah menerima laporan dari Sekretaris Desa Pakuran, Wahlul Iman, sekitar pukul 12.15 WIB.
“Ketika saksi hendak bersiap melaksanakan shalat Dzuhur, korban sudah terlihat berada di dalam kolam dalam posisi telungkup,” ujar Wakapolres Kebumen Kompol Faris Budiman, Selasa (2/12/2025).
Saksi yang melihat kondisi tersebut langsung memanggil Miskanudin, kakek korban, dan bersama warga sekitar, mereka berusaha mengevakuasi bocah malang itu dari dalam kolam.
Namun, nyawa MNA tidak tertolong.
“Diduga korban terjatuh ke kolam akibat kurangnya pengawasan. Saat ditemukan, korban sudah dalam kondisi meninggal dunia,” jelas Kompol Faris.
Hasil pemeriksaan awal di lokasi kejadian menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban.
Jasad MNA juga belum menunjukkan tanda-tanda kaku saat pertama kali diperiksa.
Olah tempat kejadian perkara (TKP) dipimpin langsung oleh Kapolsek Sruweng AKP Mardi bersama personel Polsek Sruweng dan tim Inafis Polres Kebumen.
Kolam yang menjadi lokasi kejadian diketahui memiliki panjang sekitar 15 meter dan kedalaman air mencapai 120 sentimeter.
“Hasil pemeriksaan medis dari Puskesmas Sruweng menguatkan temuan awal petugas. Tidak ada luka yang mengarah pada unsur penganiayaan,” tambah Kompol Faris.
Korban dipastikan meninggal dunia akibat tenggelam, dengan perkiraan waktu kematian kurang dari empat jam sebelum pemeriksaan dilakukan.
Pihak keluarga menolak dilakukan otopsi dan telah menerima kejadian tersebut sebagai musibah.
Kompol Faris mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama terhadap anak-anak yang bermain di sekitar kolam, sungai, maupun area berair lainnya.
“Pengawasan orang tua sangat penting untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/31/68b43a641a924.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Peringatan 1 Desember, Wakapolda Papua: Bisa Dikendalikan Regional 1 Desember 2025
Peringatan 1 Desember, Wakapolda Papua: Bisa Dikendalikan
Tim Redaksi
JAYAPURA, KOMPAS.com –
Wakapolda Papua, Brigjen Polisi Faizal Ramadhini mengatakan, perayaan “HUT Kemerdekaan Papua” yang kerap dilakukan tiap 1 Desember bisa dikendalikan.
“Perayaan
HUT Kemerdekaan Papua
pada 1 Desember 2025 hari ini bisa lebih dikendalikan, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” kata Faizal di Jayapura, Senin (1/12/2025).
Jenderal bintang satu ini mengakui ada peringatan dan aksi yang dilakukan sekelompok masyarakat, seperti di wilayah Sentani, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura.
Namun pihaknya menangani dengan cepat, sehingga bisa diatasi dengan baik.
“Tahun ini kami lihat aksinya tidak terlalu signifikan, karena kelompok yang terlibat dalam aksi peringatan ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan tahun lalu atau dua tahun sebelumnya,” jelas Faizal.
Faizal menyatakan, upaya mitigasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian sejauh ini berjalan dengan aman dan lancar.
Selain itu, peningkatan patroli di Jayapura dan daerah lain telah membantu mengendalikan situasi secara umum di wilayah Papua.
“Tingkat keberhasilan dalam melakukan mitigasi di lapangan diperkirakan mencapai 80-85 persen,” ujarnya.
Sebelumnya, Polda Papua bersama Polres-Polres di wilayah Papua telah menerjunkan ratusan personel untuk melakukan patroli.
Sekaligus mengamankan jalannya agenda lokal di Papua, yakni peringatan Hut Kemerdekaan Papua yang setiap tahun dirayakan pada 1 Desember.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Polisi Cahyo Sukarnito menegaskan, 3 provinsi yang ada di wilayah hukum Polda Papua berjalan aman dan terkendali.
“Tiga provinsi di Papua berjalan aman dan terkendali, yakni Provinsi Papua, Papua Selatan dan Provinsi Papua Pegunungan, saat peringatan tanggal 1 Desember 2025,” kata Cahyo.
Kata Cahyo, stabilitas keamanan di wilayah hukum Polda Papua ini tidak terlepas dari dukungan dan peran semua pihak.
Termasuk para tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh perempuan yang ada di wilayah Papua.
“Kami imbau kepada masyarakat untuk terus menjaga situasi yang aman dan kondusif di wilayah Papua,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/01/692d0cb8a4a7c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pemkot Semarang Segera Realisasikan Pinjaman KUR Tanpa Agunan, Nilainya Rp 1-100 Juta Regional 1 Desember 2025
Pemkot Semarang Segera Realisasikan Pinjaman KUR Tanpa Agunan, Nilainya Rp 1-100 Juta
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
– Pemerintah Kota Semarang menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah pusat untuk memberikan kemudahan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Wali Kota Semarang,
Agustina Wilujeng
, menyambut baik kebijakan terbaru mengenai KUR yang memungkinkan pinjaman mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 100 juta tanpa agunan bagi pelaku UMKM.
Namun, Agustina menegaskan bahwa pihaknya masih menunggu Surat Edaran (SE) resmi dari Kementerian Koperasi dan UKM serta Kemenko Perekonomian terkait mekanisme penyaluran KUR.
“Kami menunggu SE dari Kemenkop UKM dan Kemenko dulu, untuk mekanisme penyaluran KUR,” ujar Agustina pada Senin (1/12/2025).
Agustina menilai, jika skema KUR tanpa agunan diberlakukan, hal ini akan menjadi angin segar bagi pelaku UMKM.
“Kalau benar pinjaman Rp 1 juta–Rp 100 juta bisa tanpa agunan, itu bagus sekali. Akan sangat membantu UMKM,” tegasnya.
Dia juga mengingatkan bahwa KUR bukan hanya sekadar fasilitas pinjaman, melainkan merupakan bentuk bantuan pemerintah bagi pelaku usaha kecil yang berperan sebagai pendorong ekonomi rakyat.
“KUR bukan sekadar pinjaman. Ini adalah bantuan Pemerintah untuk para UMKM,” jelasnya.
Agustina mengimbau agar pelaku UMKM memanfaatkan fasilitas pembiayaan ini dengan penuh tanggung jawab dan diarahkan pada modal yang produktif.
“Gunakan dengan penuh tanggung jawab. Jangan berhenti berinovasi dan tingkatkan kualitas produksi,” pesannya.
Pemerintah Kota Semarang
, melalui Dinas Koperasi dan UMKM, juga siap memberikan pendampingan dan konsultasi bagi pelaku usaha.
“Jangan ragu meminta bantuan dan sharing dengan Pemerintah Kota Semarang. Kami menunggu cerita sukses para pelaku usaha, untuk kemajuan dan Kota Semarang yang semakin hebat,” tutup Agustina.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/28/69294c9b8a2d6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/01/692cdc05d4407.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/01/692d309b42029.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/01/692dae5fde8e5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)