Author: Kompas.com

  • 6
                    
                        Profil Harun Al Rasyid, Eks "Raja OTT" KPK yang Kini Jadi Dirjen di Kementerian Haji
                        Nasional

    6 Profil Harun Al Rasyid, Eks "Raja OTT" KPK yang Kini Jadi Dirjen di Kementerian Haji Nasional

    Profil Harun Al Rasyid, Eks “Raja OTT” KPK yang Kini Jadi Dirjen di Kementerian Haji
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) telah melantik jajaran pejabat struktural di kementeriannya pada Rabu (26/11/2025).
    Salah satu nama yang menarik perhatian adalah
    Harun Al Rasyid
    yang didapuk sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian
    Haji
    dan Umrah Kemenhaj.
    “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan setia dan taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan seluruhnya demi Dharma bakti saya kepada bangsa dan negara,” demikian para pejabat membacakan sumpahnya, Rabu.
    “Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab,” lanjut mereka.
    Nama Harun Harun Al Rasyid dulunya dikenal sebagai mantan “Raja” OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Lantas seperti apa
    profil Harun Al Rasyid
    yang kini didapuk sebagai Dirjen di Kemenhaj? Berikut profilnya:
    Harun Al Rasyid dikenal sebagai salah satu figur penting selama masa pengabdiannya sebagai penyidik KPK.
    Lahir di Bangkalan, Madura, pada 25 September 1975, Harun tumbuh dalam lingkungan yang kuat dengan tradisi pendidikan keislaman.
    Ia menempuh pendidikan hingga meraih gelar doktor hukum dengan fokus pada hukum pidana Islam, sebelum kemudian bergabung dengan KPK.
    Karier Harun di lembaga antikorupsi tersebut dimulai pada 2005, saat ia masuk sebagai bagian dari angkatan pertama penyidik KPK.
    Sejak itu, ia dikenal sebagai sosok yang memiliki keberanian dalam penindakan dan konsistensi dalam mengusut berbagai perkara korupsi.
    Namanya semakin dikenal publik setelah sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang dipimpinnya berhasil mengungkap kasus besar, terutama di tingkat pemerintahan daerah.
    Di internal KPK, Harun dijuluki “
    Raja OTT
    ,” sebuah pengakuan atas keberhasilan tim yang dipimpinnya dalam membongkar berbagai praktik korupsi.
    Ia pernah menangani sejumlah kasus menonjol, antara lain OTT terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat serta Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.
    Perjalanannya di KPK menghadapi tantangan pada 2021, ketika ia termasuk dalam 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
    Setelah meninggalkan KPK, Harun memasuki fase hidup yang berbeda. Ia beralih ke berbagai aktivitas, seperti berdagang, mengajar mengaji, dan mengelola kegiatan berbasis pesantren.
    Ia juga pernah mencoba jalur yudisial dengan mencalonkan diri sebagai hakim agung, meski tidak lolos ke tahap seleksi berikutnya.
    Babak baru dalam kariernya dimulai pada April 2025, ketika ia resmi dilantik sebagai Deputi Bidang Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi di Badan Penyelenggara Haji (BP Haji).
    Dengan pengalaman panjang di bidang investigasi dan pengawasan, Harun Al Rasyid diharapkan mampu mendorong tata kelola layanan haji yang lebih bersih, efektif, dan efisien.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kebakaran Apartemen Hong Kong, 42 WNI Belum Ditemukan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Desember 2025

    Kebakaran Apartemen Hong Kong, 42 WNI Belum Ditemukan Nasional 2 Desember 2025

    Kebakaran Apartemen Hong Kong, 42 WNI Belum Ditemukan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) menyampaikan bahwa masih terdapat 42 WNI yang belum ditemukan dalam insiden kebakaran apartemen Wang Fuk Court, Tai Po, di Hong Kong.
    “Estimasi pekerja migran Indonesia terdampak: 140 orang. Korban meninggal ada sembilan orang, korban dirawat tidak ada, terkonfirmasi selamat ada 89 orang, dan 42 orang WNI belum ditemukan,” kata Menteri P2MI, Mukhtarudin, dalam keterangan pers, Selasa (2/12/2025).
    Pembaruan data per 1 Desember 2025 pukul 17.00 waktu Hong Kong menunjukkan masih ada pencarian korban.
    Mukhtarudin memastikan bahwa semua korban mendapat perlindungan, tempat tinggal, kesehatan, dan pendampingan maksimal.
    “Atas nama pemerintah, saya menyampaikan duka cita mendalam. Tidak ada satu pun pekerja migran Indonesia yang akan kami biarkan sendirian,” ujarnya.
    Tim Terpadu Kementerian P2MI dan KJRI Hong Kong membuka Pelayanan Posko Terpadu dari pukul 11.00–16.00 HKT.
    “Posko pelayanan di Home Affairs Department dan Taipo Market memberikan berbagai layanan, mulai dari pendistribusian bantuan pemerintah, pelayanan administrasi dokumen, penyediaan tempat tinggal sementara bersubsidi, hingga layanan pencarian keluarga hilang,” jelasnya.
    Penanganan dilakukan bersama KJRI Hong Kong, Kedutaan Besar Filipina, dan Labour Department Hong Kong.
    Mukhtarudin mengatakan, Tim Terpadu KP2MI juga melakukan pemantauan langsung di
    Wang Fuk Court
    yang masih dipadati warga Hong Kong yang memberikan penghormatan terakhir.
    “Aparat setempat masih melakukan penyisiran lanjutan guna menemukan korban yang belum teridentifikasi,” kata dia.
    Diketahui, kebakaran besar melanda sejumlah blok apartemen di kawasan Wang Fuk Court, Tai Po, Hong Kong, Rabu (26/11/2025).
    Api pertama kali membakar perancah atau
    scafolding
    bambu yang digunakan di beberapa blok apartemen sebelum menyebar ke bagian lain bangunan.
    Seorang jurnalis AFP mendengar suara retakan keras, kemungkinan berasal dari bambu yang terbakar, dan melihat asap tebal membubung tinggi dari empat gedung.
    Api besar melalap bangunan dengan ganasnya.
    Kebakaran itu tidak menunjukkan tanda-tanda melambat setelah malam tiba.
    Hong Kong dikenal memiliki gedung apartemen dengan kepadatan tinggi, dan beberapa di antaranya merupakan bangunan tertinggi di dunia.
    Kebakaran mematikan dulu sering terjadi di kawasan padat penduduk, terutama di lingkungan yang lebih miskin.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        BNN-Interpol Tangkap Gembong Narkoba Internasional Dewi Astutik
                        Nasional

    3 BNN-Interpol Tangkap Gembong Narkoba Internasional Dewi Astutik Nasional

    BNN-Interpol Tangkap Gembong Narkoba Internasional Dewi Astutik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap gembong narkoba sekaligus buronan internasional, Dewi Astutik alias Mami.
    Penangkapan ini merupakan hasil kerja sama antara
    BNN
    , Kepolisian
    Kamboja
    , KBRI Phnom Penh, Atase Pertahanan RI di Kamboja, serta Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
    Dewi Astutik
    diketahui sebagai aktor intelektual di balik penyelundupan dua ton sabu jaringan Golden Triangle yang digagalkan pada Mei 2025, serta sejumlah kasus besar pada 2024 yang terkait jaringan Golden Crescent.
    Dewi diringkus di Sihanoukville, Kamboja, melalui operasi senyap lintas negara yang dipimpin oleh Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN, Roy Hardi Siahaan.
    Wanita yang juga menjadi buronan otoritas Korea Selatan ini ditangkap saat hendak menuju lobi sebuah hotel di Sihanoukville.
    Usai ditangkap, Dewi dibawa ke Phnom Penh untuk proses verifikasi identitas dan penyerahan resmi antar-otoritas.
    Setibanya di Indonesia, Dewi akan menjalani pemeriksaan intensif guna mengungkap alur pendanaan, logistik, dan pihak-pihak yang terlibat.
    Jaringan ini diketahui aktif mendistribusikan berbagai jenis narkotika, termasuk kokain, sabu, dan ketamin, ke wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara.
    BNN menegaskan, penindakan tidak akan berhenti pada penangkapan ini, tetapi berlanjut pada pembongkaran seluruh struktur jaringan yang selama ini beroperasi secara masif dan terorganisasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Duduk Perkara ASN Kemenhub Jadi Tersangka Korupsi Proyek DJKA di Medan 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Desember 2025

    Duduk Perkara ASN Kemenhub Jadi Tersangka Korupsi Proyek DJKA di Medan Nasional 2 Desember 2025

    Duduk Perkara ASN Kemenhub Jadi Tersangka Korupsi Proyek DJKA di Medan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengaturan pemenangan dan pemeliharaan proyek kereta api Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) di Medan pada Senin (1/12/2025).
    Mereka adalah Muhlis Hanggani Capah, selaku ASN pada Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub RI sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Teknik Perkeretaapian
    Medan
    tahun 2021-Mei 2024, dan Eddy Kurniawan Winarto, selaku wiraswasta.
    “Berdasarkan kecukupan alat bukti,
    KPK
    menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap dua tersangka EKW (Eddy Kurniawan Winarto) selaku wiraswasta dan MHC (Muhlis Hanggani Capah) selaku ASN Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub RI sekaligus PPK di Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2021-Mei 2024,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin.
    Asep mengatakan, kasus bermula saat Muhlis bersama stafnya melakukan pengkondisian paket pekerjaan Pembangunan Emplasemen dan Bangunan Stasiun Medan Tahap II (JLKAMB) dengan modus “asistensi” di beberapa lokasi, baik sebelum maupun pada saat proses lelang.
    Kemudian, Muhlis selaku PPK dan perpanjangan tangan dari tersangka sekaligus Direktur Prasarana Harno Trimadi memberikan arahan kepada Ketua Kelompok Kerja (Pokja) berupa list/plotting penyedia jasa yang akan dimenangkan saat lelang sebagai atensi.
    Lalu, sebelum pelaksanaan lelang JLKAMB, KPK menemukan kegiatan dengan modus “asistensi” yang dihadiri oleh perwakilan penyedia jasa/rekanan yang akan dimenangkan untuk seluruh paket pekerjaan.
    “Termasuk dari pihak Kemenhub untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan dokumen prakualifikasi yang disiapkan oleh calon penyedia jasa,” ujarnya.
    Asep mengatakan, Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto memerintahkan stafnya, yaitu Wisnu Argo Megantoro alias Wisnu, untuk mengikuti kegiatan pertemuan persiapan lelang paket pekerjaan antara satuan kerja pelaksana BTP Sumatera Bagian Utara yang dilaksanakan di salah satu hotel di Kota Bandung.
    “Pertemuan tersebut membahas tentang dokumen kualifikasi perusahaan yang akan dimasukkan dalam dokumen penawaran. Wisnu dan tim mengingat posisi perusahaan adalah member dalam KSO yang bertugas untuk menyusun metode pekerjaan,” ungkap Asep.
    Asep mengatakan, dalam proses penyusunan metode pekerjaan, PT Waskita Karya meminta Wisnu untuk tetap berkomunikasi dengan perwakilan yang sudah ditunjuk, yakni Afong.
    Berdasarkan rekap pengeluaran perusahaan yang dikendalikan Dion Renato Sugiarto untuk pihak eksternal, termasuk untuk Pokja dan BPK, terdapat pengeluaran untuk Muhlis sebesar Rp 1,1 miliar yang diberikan pada 2022 dan 2023.
    “Kemudian, untuk kepentingan Eddy sebesar Rp 11,23 miliar yang diberikan pada September-Oktober 2022 secara transfer ke rekening yang telah ditentukan Eddy,” ujarnya.
    Selanjutnya, Dion Renato Sugiarto dan rekanan lainnya memberikan fee kepada Muhlis, karena khawatir tidak akan menang lelang paket proyek pekerjaan tersebut.
    “Sementara alasan DRS (Dion Renato) maupun rekanan lainnya mau memberikan fee kepada EKW (Eddy) karena memiliki kewenangan terhadap proses lelang, pengendalian dan pengawasan kontrak pekerjaan, maupun pemeriksaan keuangan pekerjaan, serta dekat dengan pejabat di Kemenhub,” ucap dia.
    KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap kedua tersangka selama 1-20 Desember 2025 di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur.
    Akibat perbuatannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan 16 tersangka pada 13 April 2023.
    Mereka yang menerima suap di antaranya, Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Bernard Hasibuan.
    Kepala BTP Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya, PPK BTP Jawa Bagian Barat, Syntho Pirjani Hutabarat, PPK Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulawesi Selatan, Achmad Affandi, PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian, Fadilansyah, lalu, Budi Prasetyo selaku Ketua Pokja Pengadaan, Hardho selaku Sekretaris Pokja Pengadaan, Edi Purnomo selaku anggota Pokja Pengadaan, dan Risna Sutriyanto selaku Ketua Pokja proyek pembangunan Jalur Ganda KA antara Solo Balapan-Kadipiro.
    Mereka pemberi suap di antaranya, Dion Renato Sugiarto selaku Direktur PT IPA (Istana Putra Agung), Muchamad Hikmat selaku Direktur PT DF (Dwifarita Fajarkharisma), Yoseph Ibrahim selaku Direktur PT KA Manajemen Properti sd Februari 2023, Parjono selaku VP PT KA Manajemen Properti.
    Kemudian, Asta Danika selaku Direktur PT Bhakti Karya Utama, dan Zulfikar Fahmi selaku Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera (PKS).
    KPK menduga para pelaku dalam perkara ini merekayasa proses administrasi hingga penentuan proyek pemenang tender.
    KPK lantas mengendus sejumlah penyelenggara negara di DJKA, Kemenhub, yang menerima suap dari pengusaha yang menjadi pelaksana proyek.
    “Yaitu sekitar 5 sampai dengan 10 persen dari nilai proyek,” kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Perjuangan Ria Rawat Anaknya yang Lumpuh Akibat Digigit Ular Weling, Butuh 5 Tahun Berdamai dengan Kenyataan
                        Yogyakarta

    1 Perjuangan Ria Rawat Anaknya yang Lumpuh Akibat Digigit Ular Weling, Butuh 5 Tahun Berdamai dengan Kenyataan Yogyakarta

    Perjuangan Ria Rawat Anaknya yang Lumpuh Akibat Digigit Ular Weling, Butuh 5 Tahun Berdamai dengan Kenyataan
    Tim Redaksi
    KULON PROGO, KOMPAS.com
    – Adzan dzuhur sudah lewat cukup lama ketika Deni Rianingsih—atau Ria—bergegas menuju kamar depan sambil membawa gelas untuk bikin susu.
    Di rumahnya di Padukuhan Dhisil, Kalurahan Salamrejo, Kapanewon Sentolo,
    Kulon Progo
    , Daerah Istimewa Yogyakarta, ibu rumah tangga berumur 40 tahun ini menyiapkan waktu minum susu bagi putranya, Ananda Yue Riastanto (16), yang sejak kelas awal sekolah dasar lumpuh total setelah digigit
    ular weling
    .
    Susu SGM BBLR itu diberikan atas saran rumah sakit untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan Ananda.
    Bukan diminum lewat mulut, melainkan melalui selang NGT Fr. 8 yang masuk dari hidung kanan menuju lambung.
    Saat berkunjung ke rumahnya, Minggu (30/11/2025), tampak Ria dengan gerakan tenang namun penuh perhatian menyedot sekitar 300 cc susu menggunakan spuit, lalu perlahan memasukkannya ke dalam selang.
    Sesekali ia menoleh memastikan kondisi Nanda aman.
    “Ini sudah masuk tahun kedelapan sejak sakit itu datang,” ujar Ria, mengenang masa pahit yang mengubah hidup keluarganya.
    Remaja yang ia panggil Nanda itu terbaring miring ke kiri di atas kasur springbed besar di kamar sederhana berdinding hijau.
    Dindingnya penuh coretan warna-warni karya sang adik, Aini Zia Riastanti, yang masih TK.
    Bantalan tisu selalu terpasang di ujung bibir kiri Nanda untuk menampung air liur yang terus menetes.
    Tubuhnya sangat kurus, nyaris tinggal tulang, dengan tangan menggenggam kaku dan keringat tipis karena panas siang hari.
    Bola mata dan kepala tampak menonjol, tak lagi seimbang dengan tubuhnya.
    Ria tidak pernah melupakan pukul 03.00 suatu hari pada awal 2017.
    Waktu itu Nanda dan keluarga baru menempati rumah baru di hari ke-17.
    Nanda yang masih lincah tiba-tiba datang tergopoh sambil berkata, “Bu, aku digigit ular…”
    Sesudah itu, semuanya berubah cepat dan traumatis.
    Meski ia sudah meyakinkan tenaga kesehatan bahwa itu gigitan ular weling dan membutuhkan antibisa segera, penanganan tak secepat harapan keluarga hingga akhirnya dirujuk ke rumah sakit besar.
    Racun weling membuat Nanda harus dirawat lebih dari sebulan di RSUP Dr. Sardjito.
    Ia selamat, tetapi kehilangan hampir seluruh kemampuan motorik dan penglihatannya.
    Sejak itu, hidup keluarga ini berputar mengelilingi perawatan intensif untuk Nanda yang hanya bisa tidur di rumah dengan sekeliling berupa rimbun pohon jati dan kelapa, bambu, dan tumbuhan pakan ternak, dan satu rumah kerabat di sebelahnya.
    Dari luar, rumah batako lebih 80 meter persegi sederhana itu tampak tenang.
    Terdengar suara kambing mengembik dan ramai anak ayam di bagian belakang rumah.
    Namun, di dalam rumah, perjuangan hidup sejatinya tidak pernah berhenti.
    Ria menjalani rutinitas yang tak semua ibu sanggup menanggung: mengganti selang NGT, memantau pernapasan Nanda, menyiapkan makanan khusus, hingga memasukkan enam kali makanan cair, satu kali susu, dan dua kali puyer obat, setiap hari melalui sonde.
    Isinya nasi, sayuran seperti wortel, brokoli, buncis sampai ubi ungu, harus direbus lalu diblender, tanpa banyak bumbu, garam sedikit, gula hampir tidak pernah. Lauk biasanya kaldu ayam atau tahu.
    “Nanda makan setiap tiga jam sekali. Satu hari bisa enam tujuh kali makan, satu kali susu, obat dua kali. Belum air putihnya beberapa kali,” ujarnya.
    Seluruh waktu dan tenaganya terserap untuk menjaga stabilitas Nanda.
    Buang air kecil maupun besar diatur lewat pispot dan hanya Ria yang paham isyarat kecil tubuh anaknya.
    Ia jarang meninggalkan rumah kecuali ke pasar, konsultasi dokter, atau tes laboratorium.
    Obat vitamin otak, anti-kejang, dan penenang ringan menjadi bagian dari ritme harian.
    Lima tahun pertama adalah masa paling berat.
    Perlahan, ada perkembangan kecil.
    Nanda yang dulu tak mampu batuk dan harus disedot di rumah sakit, kini mulai bisa mengeluarkan dahak sendiri.
    Ia tidur lebih tenang, otot-ototnya sedikit lebih lentur.
    Meski begitu, sesekali kejang singkat 2–3 detik masih bisa datang, tapi tidak sepanjang dulu.
    Menjaga dari sleep apnea, Ria selalu sigap terjaga bila mendengar keanehan.
    Suaminya, Sugiyanto, adalah satu-satunya pencari nafkah.
    Ia bekerja sebagai tukang bangunan dari pagi hingga malam, dengan penghasilan rata-rata Rp100.000 per hari.
    “Dibilang sedikit enggak, dibilang banyak juga enggak. Tapi ya itulah. Selagi badan sehat, siang malam kerja. Kalau enggak masuk, berat,” ujar Sugiyanto.
    Susu menjadi kebutuhan terbesar.
    Satu kaleng seharga Rp108.000 hanya bertahan tiga hari.
    Seminggu minimal dua kaleng—belum termasuk obat, selang, dan spuit yang banyak harus dibeli di luar tanggungan BPJS.
    Kebutuhan Nanda jadi prioritas pertama.
    Selesai bekerja, Sugiyanto langsung pulang untuk gantian menjaga Nanda.
    Soal menjaga Nanda, Sugiyanto biasa memandikan anaknya setiap pukul 16.00 WIB.
    Sesekali, ia menjemur Nanda bila sinar matahari menjangkau teras rumah.
    Ria membutuhkan waktu lama untuk berdamai dengan kenyataan.
    Kedamaian datang seiring Nanda juga semakin membaik dalam keterbatasan, seperti tidur lebih alami, dsb.
    Tapi, rasa sesal sesekali muncul semaunya.
    Sesak itu tiba-tiba datang tanpa aba-aba, bahkan pernah muncul selagi memasak untuk Nanda.
    Kata Ria, tantangan terberat justru terjadi di ranah mental.
    “Kadang tiba-tiba saya diam, terus nangis sendiri sambil sesak. Saya bertanya, ‘Kenapa harus anak saya?’” ujarnya.
    Pernah pula muncul tidak disangka ketika teman-teman Nanda sepermainan dulu melintas di depan rumah.
    Mereka sudah besar, remaja, dan terlihat bahagia.
    Air mata meleleh tak kuasa dibendung.
    Enam bulan pertama menjadi periode paling berat, hingga berat badannya turun 14 kilogram.
    Ia mengaku membutuhkan lima tahun untuk benar-benar bisa menerima kenyataan tersebut.
    Di tengah tekanan itu, Ria tetap memikul beban perawatan fisik anaknya.
    Ia belajar memasang selang makan sendiri setelah hampir pingsan melihat prosesnya.
    Risiko salah pasang sangat tinggi karena selang dapat masuk ke paru-paru.
    “Makanya beli stetoskop sendiri buat memastikan,” ujarnya.
    Upaya Ria tidak sia-sia.
    Nanda menunjukkan kemajuan kecil namun berarti, seperti mulai bisa mengangkat tangan.
    Meski perintah motorik dari otak belum pulih sepenuhnya, terapi membesarkan harapan Nanda punya potensi lebih baik dari hari ini.
    Ria menegaskan ia tidak ingin dikasihani. “Saya cuma minta yang terbaik. Kalau memang sembuh masih mungkin, saya mohon diberi jalan,” katanya.
    Dalam perjuangan panjang melawan rasa takut, kelelahan, dan ketidakpastian, Ria tetap bertahan.
    “Ngomongnya pasrah, tapi hati sebenarnya susah. Ada masa saya enggak bisa terima. Harusnya kan enggak begini… Tapi lama-lama belajar legawa,” ujarnya lirih.
    Air mata menetes saat ia berkata pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
    Di tengah keterbatasan, ia menemukan sesuatu yang justru menguatkannya: menulis.
    Berawal dari kegemarannya membaca dan rasa tak puas pada alur cerita bacaan tertentu, ia mulai menulis dan mengunggahnya ke platform novel daring.
    “Saya mulai dua tahun belakangan. Iseng-iseng saja, lama-lama jadi hiburan, seperti pelarian (penghiburan),” kata lulusan SMK Negeri di Pengasih ini.
    Saat pandemi, ketika usaha umbi gadung olahan terhenti, ia mulai fokus menulis genre populer yang disukai pembaca digital.
    Cerita bikinannya harus ikut pasar kalau mau mendulang banyak viewers.
    Menulis menjadi perjuangan di jalan lain demi anak.
    Penghasilannya memang tidak besar, tetapi cukup membantu membeli kebutuhan harian, obat, atau susu.
    Setiap kali ia mengetik di ponsel, Ria yakin anaknya tahu.
    “Dia paham, Mas. Dia tahu kalau saya buka HP bukan mainan, tapi kerja,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
    Sedikit demi sedikit, menulis memberi hasil.
    Ria memproduksi belasan novel digital di salah satu platform, itu belum termasuk dua platform lain.
    Ia punya nama pena sendiri tapi masih malu-malu untuk diungkap.
    Penghasilan dari menulis rupanya bisa memenuhi perlahan beberapa perabot rumah.
    Meski dinding masih banyak yang belum dicat dan plafon masih menganga, Ria berusaha ikut melengkapi kebutuhan rumah dan kebutuhan anaknya.
    Ia juga sambil menyisihkan penghasilan agar ke depan bisa membeli laptop biar semakin produktif menulis lebih nyaman sambil tetap menjaga Nanda yang terbaring.
    Waktu berjalan tanpa kompromi di tengah Ria yang terus menjahit luka hati dengan tangannya sendiri.
    Rumah di tengah jati itu mungkin tampak tak menarik bagi orang lain, namun bagi Ria, di situlah ia belajar arti kekuatan yang paling radikal: mencintai tanpa syarat ketika hidup tak memberi jaminan apa pun.
    Dan Nanda, dengan keheningan, justru menjadi pusat gravitasi yang membuat Ria tetap berpijak.
    Seorang ibu tidak mengalah.
    Tidak hari ini.
    Tidak besok.
    Tidak juga lusa, karena kasihnya sepanjang jalan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kekayaan untuk Oligarki, Bencana Alam untuk Rakyat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Desember 2025

    Kekayaan untuk Oligarki, Bencana Alam untuk Rakyat Nasional 2 Desember 2025

    Kekayaan untuk Oligarki, Bencana Alam untuk Rakyat
    Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
    HUTAN
    , sungai, dan pegunungan di Sumatra — yang selama berabad menopang kehidupan masyarakat lokal — kini berubah menjadi medan akumulasi modal: tambang, kebun kelapa sawit, dan infrastruktur ekstraktif yang mengubah wajah lanskap.
    Ketika hujan muson dan siklon bertemu ekosistem yang tergerus, yang jatuh bukan hanya pohon atau tanah; yang runtuh adalah keselamatan sosial dan ketahanan hidup komunitas korban bencana.
    Peristiwa banjir dan longsor besar-besaran yang melanda beberapa provinsi di Sumatra baru-baru ini menjadi cermin tajam dari pola tersebut: korban jiwa, ribuan rumah terendam, dan rekaman video viral yang menampilkan kerusakan, evakuasi, bahkan insiden penjarahan di beberapa titik. Laporan-laporan awal menyebut ratusan tewas dan ribuan mengungsi di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
    Data dan analisis lingkungan menunjukkan bahwa deforestasi di Indonesia tetap masif, dengan hilangnya hutan primer dan konversi lahan dalam jumlah besar tiap tahun — sebagian besar terjadi di dalam konsesi yang dilegalisasi untuk kehutanan, perkebunan, dan tambang. Pergeseran ini membuat fungsi hidrologis hutan—penyimpanan air, penahan longsor, dan penyangga banjir—semakin rapuh.
    Ketika daerah hulu dikupas untuk kelapa sawit atau tambang, curah hujan ekstrem jauh lebih mudah berubah menjadi aliran deras yang menghancurkan permukiman di hilir. Studi kasus Sumatera Utara menunjukkan koneksi langsung antara pembukaan lahan perkebunan sawit atau aktivitas tambang dan meningkatnya kerentanan banjir-longsor.
    WALHI—Wahana Lingkungan Hidup Indonesia—secara terbuka menunjuk sejumlah korporasi dan praktik ekstraktif sebagai pemicu utama kerusakan ekologis yang memperparah bencana. Dalam pernyataannya, WALHI menyerukan akuntabilitas perusahaan dan perbaikan kebijakan kehutanan untuk mencegah bencana berulang.
    JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) menyorot pola yang sama pada sektor pertambangan: ekspansi tambang bukan hanya merusak habitat tetapi juga mengubah aliran air, menyebabkan sedimentasi sungai, dan berdampak langsung pada kapasitas daerah menahan hujan ekstrem.
    Gerakan anti-tambang menilai kebijakan berbasis ekstraksi kerap memberi keuntungan pada aktor besar sementara menempatkan masyarakat lokal pada risiko tinggi.
    Permodelan ekonomi dan kebijakan pembangunan yang mengedepankan konversi hutan menjadi lahan komersial telah menghasilkan konsentrasi lahan dan modal — yang sering kali berujung pada apa yang bisa disebut “kekayaan untuk
    oligarki
    ”.
    Reklamasi luas lahan untuk perkebunan berskala besar dan proyek tambang menambah pendapatan kelompok-kelompok tertentu, tetapi manfaat ini jarang mengalir ke komunitas yang kehilangan lahan dan akses sumber daya alam. Sementara itu, biaya sosial-ekologis seperti meningkatnya frekuensi bencana, hilangnya mata pencaharian, dan beban rekonstruksi dibayar rakyat banyak.
    Respons pemerintah terhadap bencana kerap menonjolkan operasi darurat dan distribusi bantuan, namun jarang diikuti reformasi struktural yang mengatasi akar masalah: perizinan yang longgar, klaim konsesi yang tumpang tindih, dan lemahnya penegakan terhadap perusakan lingkungan.
    Beberapa upaya penegakan baru-baru ini, termasuk operasi
    reclaiming
    lahan ilegal, menuai pro dan kontra: memulihkan sebagian hutan tetapi juga menimbulkan konflik dengan masyarakat yang mengaku sebagai pemilik lahan atau petani kecil.
    Para akademisi dan organisasi lingkungan menekankan perlunya dua hal bersamaan: mitigasi darurat untuk melindungi korban sekarang, dan reformasi tata kelola sumber daya alam untuk mencegah bencana berikutnya.
    Reformasi itu meliputi revisi perizinan konsesi agar transparan dan berbasis risiko ekologis; moratorium perluasan lahan di wilayah rawan bencana; pemulihan hutan dan penguatan hak-hak masyarakat adat dan petani kecil; serta integrasi penilaian risiko iklim ke dalam setiap pemberian izin investasi.
    WALHI dan JATAM menuntut langkah-langkah yang lebih pro-rakyat: penghentian praktik ekstraktif yang destruktif, penegakan hukum kepada korporasi perusak, dan pemulihan ruang hidup sebagai bagian dari pemulihan pascabencana.
    Kasus banjir Sumatra yang viral ini semestinya menjadi pintu observasi: bukan sekadar hitungan korban dan bangunan yang runtuh, tetapi refleksi atas model pembangunan yang memungkinkan alam dijadikan komoditas sementara masyarakat menanggung risiko.
    Jika
    kekayaan alam
    terus mengalir ke segelintir pemilik modal tanpa keadilan distribusi dan pertimbangan ekologis, maka bencana selanjutnya bukan sekadar kemungkinan — melainkan urutan yang terus berulang.
    Komitmen untuk menghentikan logika profit di atas keselamatan rakyat adalah tindakan pencegahan paling dasar: bukan hanya berbicara soal respon pascabencana, tetapi merombak struktur yang selama ini menjadikan hutan sebagai ladang bisnis dan rakyat sebagai pihak yang menanggung akibatnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Teror dan Jebakan Pinjol, Iklan di Berbagai Platform Jadi Sorotan Nasional 2 Desember 2025

    Teror dan Jebakan Pinjol, Iklan di Berbagai Platform Jadi Sorotan

    Nasional

    2 Desember 2025

  • Pemkot Depok Akan Tebang Tiga Pohon Rawan Tumbang di Jalan Raya Cipayung Megapolitan 1 Desember 2025

    Pemkot Depok Akan Tebang Tiga Pohon Rawan Tumbang di Jalan Raya Cipayung

    Megapolitan

    1 Desember 2025

  • Petugas Pos Jemput Bola Salurkan BLT Kesra bagi Warga Sakit di Samarinda Regional 1 Desember 2025

    Petugas Pos Jemput Bola Salurkan BLT Kesra bagi Warga Sakit di Samarinda

    Regional

    1 Desember 2025

  • 7
                    
                        Kepala BNPB: Saya Mohon Maaf, Tak Mengira Besarnya Dampak Banjir Sumatera
                        Nasional

    7 Kepala BNPB: Saya Mohon Maaf, Tak Mengira Besarnya Dampak Banjir Sumatera Nasional

    Kepala BNPB: Saya Mohon Maaf, Tak Mengira Besarnya Dampak Banjir Sumatera
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, memohon maaf atas kesalahannya dalam memandang dampak banjir Sumatera.
    “Nah, Tapsel ini saya
    surprise
    begitu ya, saya tidak mengira sebesar ini. Saya mohon maaf, Pak Bupati,” kata Suharyanto usai meninjau lokasi terdampak banjir di
    Tapanuli Selatan
    , Sumatera Utara, dikutip dari siaran
    Kompas TV
    , Minggu (30/11/2025).
    Dia telah meninjau lokasi banjir di Kecamatan Batangtoru, ditemani Bupati Tapanuli Selatan Gus Irawan Pasaribu.
    Dia memastikan upaya penanganan pasca-
    bencana banjir bandang
    ini terus dilakukan, termasuk pemenuhan logistik.
    “Bukan berarti kami tidak peduli,” kata Suharyanto.
     
    Pada Jumat (28/11/2025), Suharyanto sempat menepis informasi di media sosial soal keparahan dampak
    banjir Sumatera
    .
    “Memang kemarin kelihatannya mencekam karena berseliweran di media sosial, tetapi begitu kami tiba langsung di lokasi, banyak daerah yang sudah tidak hujan. Yang paling serius memang
    Tapanuli Tengah
    , tetapi wilayah lain relatif membaik,” kata Suharyanto dalam konferensi pers saat itu.
    Dia menyebut daerah Tapanuli Tengah sebagai daerah yang paling parah terdampak banjir.
    Menurutnya,
    banjir dan longsor di Sumatera
    Utara, Sumatera Barat, dan Aceh masih berada pada tingkat daerah provinsi, tidak perlu ditetapkan berstatus bencana nasional.
    Suharyanto menegaskan bantuan pusat tetap besar-besaran lewat BNPB, TNI, Polri, serta kementerian dan lembaga terkait.
    “Karena statusnya tingkat provinsi, pemerintah pusat melalui BNPB, TNI, Polri, dan seluruh kementerian/lembaga memberikan dukungan maksimal. Buktinya, Presiden mengerahkan bantuan besar-besaran, TNI mengirim alutsista dalam jumlah besar, dan BNPB menggerakkan seluruh kekuatan yang ada,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.