Profil Harun Al Rasyid, Eks “Raja OTT” KPK yang Kini Jadi Dirjen di Kementerian Haji
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) telah melantik jajaran pejabat struktural di kementeriannya pada Rabu (26/11/2025).
Salah satu nama yang menarik perhatian adalah
Harun Al Rasyid
yang didapuk sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian
Haji
dan Umrah Kemenhaj.
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan setia dan taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan seluruhnya demi Dharma bakti saya kepada bangsa dan negara,” demikian para pejabat membacakan sumpahnya, Rabu.
“Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab,” lanjut mereka.
Nama Harun Harun Al Rasyid dulunya dikenal sebagai mantan “Raja” OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lantas seperti apa
profil Harun Al Rasyid
yang kini didapuk sebagai Dirjen di Kemenhaj? Berikut profilnya:
Harun Al Rasyid dikenal sebagai salah satu figur penting selama masa pengabdiannya sebagai penyidik KPK.
Lahir di Bangkalan, Madura, pada 25 September 1975, Harun tumbuh dalam lingkungan yang kuat dengan tradisi pendidikan keislaman.
Ia menempuh pendidikan hingga meraih gelar doktor hukum dengan fokus pada hukum pidana Islam, sebelum kemudian bergabung dengan KPK.
Karier Harun di lembaga antikorupsi tersebut dimulai pada 2005, saat ia masuk sebagai bagian dari angkatan pertama penyidik KPK.
Sejak itu, ia dikenal sebagai sosok yang memiliki keberanian dalam penindakan dan konsistensi dalam mengusut berbagai perkara korupsi.
Namanya semakin dikenal publik setelah sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang dipimpinnya berhasil mengungkap kasus besar, terutama di tingkat pemerintahan daerah.
Di internal KPK, Harun dijuluki “
Raja OTT
,” sebuah pengakuan atas keberhasilan tim yang dipimpinnya dalam membongkar berbagai praktik korupsi.
Ia pernah menangani sejumlah kasus menonjol, antara lain OTT terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat serta Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.
Perjalanannya di KPK menghadapi tantangan pada 2021, ketika ia termasuk dalam 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Setelah meninggalkan KPK, Harun memasuki fase hidup yang berbeda. Ia beralih ke berbagai aktivitas, seperti berdagang, mengajar mengaji, dan mengelola kegiatan berbasis pesantren.
Ia juga pernah mencoba jalur yudisial dengan mencalonkan diri sebagai hakim agung, meski tidak lolos ke tahap seleksi berikutnya.
Babak baru dalam kariernya dimulai pada April 2025, ketika ia resmi dilantik sebagai Deputi Bidang Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi di Badan Penyelenggara Haji (BP Haji).
Dengan pengalaman panjang di bidang investigasi dan pengawasan, Harun Al Rasyid diharapkan mampu mendorong tata kelola layanan haji yang lebih bersih, efektif, dan efisien.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2021/09/17/614473d97937b.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Profil Harun Al Rasyid, Eks "Raja OTT" KPK yang Kini Jadi Dirjen di Kementerian Haji Nasional
-
/data/photo/2025/11/28/6929981d05571.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kebakaran Apartemen Hong Kong, 42 WNI Belum Ditemukan Nasional 2 Desember 2025
Kebakaran Apartemen Hong Kong, 42 WNI Belum Ditemukan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) menyampaikan bahwa masih terdapat 42 WNI yang belum ditemukan dalam insiden kebakaran apartemen Wang Fuk Court, Tai Po, di Hong Kong.
“Estimasi pekerja migran Indonesia terdampak: 140 orang. Korban meninggal ada sembilan orang, korban dirawat tidak ada, terkonfirmasi selamat ada 89 orang, dan 42 orang WNI belum ditemukan,” kata Menteri P2MI, Mukhtarudin, dalam keterangan pers, Selasa (2/12/2025).
Pembaruan data per 1 Desember 2025 pukul 17.00 waktu Hong Kong menunjukkan masih ada pencarian korban.
Mukhtarudin memastikan bahwa semua korban mendapat perlindungan, tempat tinggal, kesehatan, dan pendampingan maksimal.
“Atas nama pemerintah, saya menyampaikan duka cita mendalam. Tidak ada satu pun pekerja migran Indonesia yang akan kami biarkan sendirian,” ujarnya.
Tim Terpadu Kementerian P2MI dan KJRI Hong Kong membuka Pelayanan Posko Terpadu dari pukul 11.00–16.00 HKT.
“Posko pelayanan di Home Affairs Department dan Taipo Market memberikan berbagai layanan, mulai dari pendistribusian bantuan pemerintah, pelayanan administrasi dokumen, penyediaan tempat tinggal sementara bersubsidi, hingga layanan pencarian keluarga hilang,” jelasnya.
Penanganan dilakukan bersama KJRI Hong Kong, Kedutaan Besar Filipina, dan Labour Department Hong Kong.
Mukhtarudin mengatakan, Tim Terpadu KP2MI juga melakukan pemantauan langsung di
Wang Fuk Court
yang masih dipadati warga Hong Kong yang memberikan penghormatan terakhir.
“Aparat setempat masih melakukan penyisiran lanjutan guna menemukan korban yang belum teridentifikasi,” kata dia.
Diketahui, kebakaran besar melanda sejumlah blok apartemen di kawasan Wang Fuk Court, Tai Po, Hong Kong, Rabu (26/11/2025).
Api pertama kali membakar perancah atau
scafolding
bambu yang digunakan di beberapa blok apartemen sebelum menyebar ke bagian lain bangunan.
Seorang jurnalis AFP mendengar suara retakan keras, kemungkinan berasal dari bambu yang terbakar, dan melihat asap tebal membubung tinggi dari empat gedung.
Api besar melalap bangunan dengan ganasnya.
Kebakaran itu tidak menunjukkan tanda-tanda melambat setelah malam tiba.
Hong Kong dikenal memiliki gedung apartemen dengan kepadatan tinggi, dan beberapa di antaranya merupakan bangunan tertinggi di dunia.
Kebakaran mematikan dulu sering terjadi di kawasan padat penduduk, terutama di lingkungan yang lebih miskin.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/02/692e5e1fc54fe.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 BNN-Interpol Tangkap Gembong Narkoba Internasional Dewi Astutik Nasional
BNN-Interpol Tangkap Gembong Narkoba Internasional Dewi Astutik
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap gembong narkoba sekaligus buronan internasional, Dewi Astutik alias Mami.
Penangkapan ini merupakan hasil kerja sama antara
BNN
, Kepolisian
Kamboja
, KBRI Phnom Penh, Atase Pertahanan RI di Kamboja, serta Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Dewi Astutik
diketahui sebagai aktor intelektual di balik penyelundupan dua ton sabu jaringan Golden Triangle yang digagalkan pada Mei 2025, serta sejumlah kasus besar pada 2024 yang terkait jaringan Golden Crescent.
Dewi diringkus di Sihanoukville, Kamboja, melalui operasi senyap lintas negara yang dipimpin oleh Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN, Roy Hardi Siahaan.
Wanita yang juga menjadi buronan otoritas Korea Selatan ini ditangkap saat hendak menuju lobi sebuah hotel di Sihanoukville.
Usai ditangkap, Dewi dibawa ke Phnom Penh untuk proses verifikasi identitas dan penyerahan resmi antar-otoritas.
Setibanya di Indonesia, Dewi akan menjalani pemeriksaan intensif guna mengungkap alur pendanaan, logistik, dan pihak-pihak yang terlibat.
Jaringan ini diketahui aktif mendistribusikan berbagai jenis narkotika, termasuk kokain, sabu, dan ketamin, ke wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara.
BNN menegaskan, penindakan tidak akan berhenti pada penangkapan ini, tetapi berlanjut pada pembongkaran seluruh struktur jaringan yang selama ini beroperasi secara masif dan terorganisasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/01/692cf62706d7d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Perjuangan Ria Rawat Anaknya yang Lumpuh Akibat Digigit Ular Weling, Butuh 5 Tahun Berdamai dengan Kenyataan Yogyakarta
Perjuangan Ria Rawat Anaknya yang Lumpuh Akibat Digigit Ular Weling, Butuh 5 Tahun Berdamai dengan Kenyataan
Tim Redaksi
KULON PROGO, KOMPAS.com
– Adzan dzuhur sudah lewat cukup lama ketika Deni Rianingsih—atau Ria—bergegas menuju kamar depan sambil membawa gelas untuk bikin susu.
Di rumahnya di Padukuhan Dhisil, Kalurahan Salamrejo, Kapanewon Sentolo,
Kulon Progo
, Daerah Istimewa Yogyakarta, ibu rumah tangga berumur 40 tahun ini menyiapkan waktu minum susu bagi putranya, Ananda Yue Riastanto (16), yang sejak kelas awal sekolah dasar lumpuh total setelah digigit
ular weling
.
Susu SGM BBLR itu diberikan atas saran rumah sakit untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan Ananda.
Bukan diminum lewat mulut, melainkan melalui selang NGT Fr. 8 yang masuk dari hidung kanan menuju lambung.
Saat berkunjung ke rumahnya, Minggu (30/11/2025), tampak Ria dengan gerakan tenang namun penuh perhatian menyedot sekitar 300 cc susu menggunakan spuit, lalu perlahan memasukkannya ke dalam selang.
Sesekali ia menoleh memastikan kondisi Nanda aman.
“Ini sudah masuk tahun kedelapan sejak sakit itu datang,” ujar Ria, mengenang masa pahit yang mengubah hidup keluarganya.
Remaja yang ia panggil Nanda itu terbaring miring ke kiri di atas kasur springbed besar di kamar sederhana berdinding hijau.
Dindingnya penuh coretan warna-warni karya sang adik, Aini Zia Riastanti, yang masih TK.
Bantalan tisu selalu terpasang di ujung bibir kiri Nanda untuk menampung air liur yang terus menetes.
Tubuhnya sangat kurus, nyaris tinggal tulang, dengan tangan menggenggam kaku dan keringat tipis karena panas siang hari.
Bola mata dan kepala tampak menonjol, tak lagi seimbang dengan tubuhnya.
Ria tidak pernah melupakan pukul 03.00 suatu hari pada awal 2017.
Waktu itu Nanda dan keluarga baru menempati rumah baru di hari ke-17.
Nanda yang masih lincah tiba-tiba datang tergopoh sambil berkata, “Bu, aku digigit ular…”
Sesudah itu, semuanya berubah cepat dan traumatis.
Meski ia sudah meyakinkan tenaga kesehatan bahwa itu gigitan ular weling dan membutuhkan antibisa segera, penanganan tak secepat harapan keluarga hingga akhirnya dirujuk ke rumah sakit besar.
Racun weling membuat Nanda harus dirawat lebih dari sebulan di RSUP Dr. Sardjito.
Ia selamat, tetapi kehilangan hampir seluruh kemampuan motorik dan penglihatannya.
Sejak itu, hidup keluarga ini berputar mengelilingi perawatan intensif untuk Nanda yang hanya bisa tidur di rumah dengan sekeliling berupa rimbun pohon jati dan kelapa, bambu, dan tumbuhan pakan ternak, dan satu rumah kerabat di sebelahnya.
Dari luar, rumah batako lebih 80 meter persegi sederhana itu tampak tenang.
Terdengar suara kambing mengembik dan ramai anak ayam di bagian belakang rumah.
Namun, di dalam rumah, perjuangan hidup sejatinya tidak pernah berhenti.
Ria menjalani rutinitas yang tak semua ibu sanggup menanggung: mengganti selang NGT, memantau pernapasan Nanda, menyiapkan makanan khusus, hingga memasukkan enam kali makanan cair, satu kali susu, dan dua kali puyer obat, setiap hari melalui sonde.
Isinya nasi, sayuran seperti wortel, brokoli, buncis sampai ubi ungu, harus direbus lalu diblender, tanpa banyak bumbu, garam sedikit, gula hampir tidak pernah. Lauk biasanya kaldu ayam atau tahu.
“Nanda makan setiap tiga jam sekali. Satu hari bisa enam tujuh kali makan, satu kali susu, obat dua kali. Belum air putihnya beberapa kali,” ujarnya.
Seluruh waktu dan tenaganya terserap untuk menjaga stabilitas Nanda.
Buang air kecil maupun besar diatur lewat pispot dan hanya Ria yang paham isyarat kecil tubuh anaknya.
Ia jarang meninggalkan rumah kecuali ke pasar, konsultasi dokter, atau tes laboratorium.
Obat vitamin otak, anti-kejang, dan penenang ringan menjadi bagian dari ritme harian.
Lima tahun pertama adalah masa paling berat.
Perlahan, ada perkembangan kecil.
Nanda yang dulu tak mampu batuk dan harus disedot di rumah sakit, kini mulai bisa mengeluarkan dahak sendiri.
Ia tidur lebih tenang, otot-ototnya sedikit lebih lentur.
Meski begitu, sesekali kejang singkat 2–3 detik masih bisa datang, tapi tidak sepanjang dulu.
Menjaga dari sleep apnea, Ria selalu sigap terjaga bila mendengar keanehan.
Suaminya, Sugiyanto, adalah satu-satunya pencari nafkah.
Ia bekerja sebagai tukang bangunan dari pagi hingga malam, dengan penghasilan rata-rata Rp100.000 per hari.
“Dibilang sedikit enggak, dibilang banyak juga enggak. Tapi ya itulah. Selagi badan sehat, siang malam kerja. Kalau enggak masuk, berat,” ujar Sugiyanto.
Susu menjadi kebutuhan terbesar.
Satu kaleng seharga Rp108.000 hanya bertahan tiga hari.
Seminggu minimal dua kaleng—belum termasuk obat, selang, dan spuit yang banyak harus dibeli di luar tanggungan BPJS.
Kebutuhan Nanda jadi prioritas pertama.
Selesai bekerja, Sugiyanto langsung pulang untuk gantian menjaga Nanda.
Soal menjaga Nanda, Sugiyanto biasa memandikan anaknya setiap pukul 16.00 WIB.
Sesekali, ia menjemur Nanda bila sinar matahari menjangkau teras rumah.
Ria membutuhkan waktu lama untuk berdamai dengan kenyataan.
Kedamaian datang seiring Nanda juga semakin membaik dalam keterbatasan, seperti tidur lebih alami, dsb.
Tapi, rasa sesal sesekali muncul semaunya.
Sesak itu tiba-tiba datang tanpa aba-aba, bahkan pernah muncul selagi memasak untuk Nanda.
Kata Ria, tantangan terberat justru terjadi di ranah mental.
“Kadang tiba-tiba saya diam, terus nangis sendiri sambil sesak. Saya bertanya, ‘Kenapa harus anak saya?’” ujarnya.
Pernah pula muncul tidak disangka ketika teman-teman Nanda sepermainan dulu melintas di depan rumah.
Mereka sudah besar, remaja, dan terlihat bahagia.
Air mata meleleh tak kuasa dibendung.
Enam bulan pertama menjadi periode paling berat, hingga berat badannya turun 14 kilogram.
Ia mengaku membutuhkan lima tahun untuk benar-benar bisa menerima kenyataan tersebut.
Di tengah tekanan itu, Ria tetap memikul beban perawatan fisik anaknya.
Ia belajar memasang selang makan sendiri setelah hampir pingsan melihat prosesnya.
Risiko salah pasang sangat tinggi karena selang dapat masuk ke paru-paru.
“Makanya beli stetoskop sendiri buat memastikan,” ujarnya.
Upaya Ria tidak sia-sia.
Nanda menunjukkan kemajuan kecil namun berarti, seperti mulai bisa mengangkat tangan.
Meski perintah motorik dari otak belum pulih sepenuhnya, terapi membesarkan harapan Nanda punya potensi lebih baik dari hari ini.
Ria menegaskan ia tidak ingin dikasihani. “Saya cuma minta yang terbaik. Kalau memang sembuh masih mungkin, saya mohon diberi jalan,” katanya.
Dalam perjuangan panjang melawan rasa takut, kelelahan, dan ketidakpastian, Ria tetap bertahan.
“Ngomongnya pasrah, tapi hati sebenarnya susah. Ada masa saya enggak bisa terima. Harusnya kan enggak begini… Tapi lama-lama belajar legawa,” ujarnya lirih.
Air mata menetes saat ia berkata pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Di tengah keterbatasan, ia menemukan sesuatu yang justru menguatkannya: menulis.
Berawal dari kegemarannya membaca dan rasa tak puas pada alur cerita bacaan tertentu, ia mulai menulis dan mengunggahnya ke platform novel daring.
“Saya mulai dua tahun belakangan. Iseng-iseng saja, lama-lama jadi hiburan, seperti pelarian (penghiburan),” kata lulusan SMK Negeri di Pengasih ini.
Saat pandemi, ketika usaha umbi gadung olahan terhenti, ia mulai fokus menulis genre populer yang disukai pembaca digital.
Cerita bikinannya harus ikut pasar kalau mau mendulang banyak viewers.
Menulis menjadi perjuangan di jalan lain demi anak.
Penghasilannya memang tidak besar, tetapi cukup membantu membeli kebutuhan harian, obat, atau susu.
Setiap kali ia mengetik di ponsel, Ria yakin anaknya tahu.
“Dia paham, Mas. Dia tahu kalau saya buka HP bukan mainan, tapi kerja,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Sedikit demi sedikit, menulis memberi hasil.
Ria memproduksi belasan novel digital di salah satu platform, itu belum termasuk dua platform lain.
Ia punya nama pena sendiri tapi masih malu-malu untuk diungkap.
Penghasilan dari menulis rupanya bisa memenuhi perlahan beberapa perabot rumah.
Meski dinding masih banyak yang belum dicat dan plafon masih menganga, Ria berusaha ikut melengkapi kebutuhan rumah dan kebutuhan anaknya.
Ia juga sambil menyisihkan penghasilan agar ke depan bisa membeli laptop biar semakin produktif menulis lebih nyaman sambil tetap menjaga Nanda yang terbaring.
Waktu berjalan tanpa kompromi di tengah Ria yang terus menjahit luka hati dengan tangannya sendiri.
Rumah di tengah jati itu mungkin tampak tak menarik bagi orang lain, namun bagi Ria, di situlah ia belajar arti kekuatan yang paling radikal: mencintai tanpa syarat ketika hidup tak memberi jaminan apa pun.
Dan Nanda, dengan keheningan, justru menjadi pusat gravitasi yang membuat Ria tetap berpijak.
Seorang ibu tidak mengalah.
Tidak hari ini.
Tidak besok.
Tidak juga lusa, karena kasihnya sepanjang jalan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
Teror dan Jebakan Pinjol, Iklan di Berbagai Platform Jadi Sorotan Nasional 2 Desember 2025
Teror dan Jebakan Pinjol, Iklan di Berbagai Platform Jadi Sorotan
Nasional
2 Desember 2025
-
Pemkot Depok Akan Tebang Tiga Pohon Rawan Tumbang di Jalan Raya Cipayung Megapolitan 1 Desember 2025
Pemkot Depok Akan Tebang Tiga Pohon Rawan Tumbang di Jalan Raya Cipayung
Megapolitan
1 Desember 2025
-
Petugas Pos Jemput Bola Salurkan BLT Kesra bagi Warga Sakit di Samarinda Regional 1 Desember 2025
Petugas Pos Jemput Bola Salurkan BLT Kesra bagi Warga Sakit di Samarinda
Regional
1 Desember 2025
/data/photo/2025/12/01/692d9e77ad530.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/29/692a4b8828bf1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/28/69297e2f8c14d.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)