Dayeuhkolot yang Tak Pernah Kering: Warga Bertahan dalam Derita Banjir Tanpa Akhir
Tim Redaksi
BANDUNG, KOMPAS.com
– Siang belum genap membuka tirai cahaya ketika Dayeuhkolot kembali terjerembap dalam genangan.
Seakan alam menulis ulang kisah lama yang tak kunjung tamat, air merayap perlahan, menutupi halaman rumah, merayap ke ruas-ruas jalan, hingga akhirnya menyesaki denyut kehidupan warganya.
Di balik tembok-tembok yang mulai kusam, hidup warga di Kampung Leuwi Bandung, Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, seperti ditahan dalam sebuah jeda panjang.
Mereka bangun bukan untuk menyambut hari, melainkan untuk memastikan apakah malam telah membawa air lebih tinggi dari kemarin.
Seperti yang dirasakan Robert Sirait (55), warga Kampung Leuwi Bandung, RT 07 RW 01, Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, seorang Ayah yang telah empat kali berhadapan dengan banjir hanya dalam rentang dua bulan.
“Hidup kami ini seperti perahu bocor, banjirnya datang terus kalau musim hujan,” ujarnya lirih, ditemui Jumat (5/12/2025).
“Air yang kemarin sudah pergi, sekarang datang lagi, bersih-bersih lagi rumah,” katanya sambil membersihkan teras warungnya.
Bagi warga Kampung Leuwi Bandung, banjir bukan lagi tamu tak diundang—melainkan penghuni lain yang menuntut tempat, tak kenal malu, tak kenal waktu.
Setiap deras hujan, mereka seperti berjudi dengan takdir: antara bertahan atau kembali mengevakuasi diri.
“Kalau disebut capek, lelah, sudah pasti karena kondisi ini jauh berbeda dengan pertama saya tinggal tahun ’98,” ujarnya.
Usai teras rumahnya yang sudah separuh kering, Robert duduk di kursi plastik yang mengapung setinggi mata kaki.
Dia memandang jauh ke luar pintu, seolah mencari jawaban pada arus yang tak pernah benar-benar diam.
“Kami enggak
nyerah
, tapi kalau dibilang capek ya pasti, banjir menguras energi dan pikiran,” ujarnya.
Di sepanjang jalan sempit menuju Kampung Leuwi Bandung, air memantulkan wajah-wajah yang mulai kehilangan warna.
Namun, mereka tetap berjalan, menembus dingin yang menggigit betis, karena hidup tetap menagih kewajibannya: bekerja, mencari nafkah, menjaga keluarga tetap makan.
“Kalau saya tetap memilih buka warung, ya meskipun air tinggi sampai 90 sentimeter juga tetap harus cari rezeki,” katanya.
Sementara di sudut kampung, beberapa warga berdiri di teras rumah.
Anak-anak duduk berbaris bermain perahu, bak penumpang kapal yang menunggu nakhoda membawa mereka ke tanah yang lebih bersahabat.
Di sana, aroma Sungai Citarum yang mengendap sejak malam bercampur dengan bau solar dari sepeda motor yang mogok.
Semuanya bertaut menjadi satu: aroma kelelahan, aroma perjuangan, aroma hidup yang dipaksa terus berjalan.
Di balik deru air yang melintas pelan, ada cerita yang tidak pernah tersampaikan: tentang sandal-sandal yang hanyut malam tadi, tentang kasur yang tak lagi bisa mengering, tentang buku sekolah yang rusak sebelum sempat dibaca.
“Kondisi ini sudah lama, mungkin banyak faktor, daerah resapan yang sudah hilang, hasilnya ya Kampung kami ini terdampak,” bebernya.
Namun, warga Kampung Leuwi Bandung tidak pernah benar-benar diam.
Mereka mengikat barang-barang, mengangkat lemari, menumpuk piring dan pakaian di rak paling tinggi, seakan membangun benteng kecil dari sisa-sisa harapan.
Tak hanya Robert, di rumah panggung sederhana, seorang nenek bernama Onih bertahan dengan kompor kecil yang dinaikkan di atas dua bata.
“Banjir ini seperti tamu lama, dia sudah tahu letak pintu, tahu letak dapur, bahkan tahu tempat tidur kita,” katanya.
Setiap kali air naik setinggi lutut, warga tahu apa yang harus dilakukan.
Tak ada teriakan panik, yang ada hanya gerakan-gerakan yang telah menjadi ritus tahunan: mengemasi, mengangkat, memindah, mengevakuasi.
Meski demikian, di balik keterbiasaan itu, rasa letih mulai menggerus.
Banjir yang datang silih berganti membuat dinding semangat perlahan retak.
Tubuh-tubuh yang selama ini kuat mulai menua oleh kepasrahan yang berkepanjangan.
Pada siang yang suram, suara azan memantul dari Masjid Agung Dayeuhkolot, menyapa air yang menggenang di pelataran.
Suara itu seperti seruan untuk tetap memeluk harapan, meski langit terus mengancam dengan tumpahan barunya.
Di tengah gelombang kecil yang merayap, warga saling bergandeng mata.
Ada kehangatan di antara derita yang tak berkesudahan—kehangatan yang hanya dimiliki mereka yang telah lama berbagi luka bersama.
Beberapa pemuda kampung bergiliran mendorong gerobak berisi air minum dan makanan instan.
Mereka bergerak dari rumah ke rumah, seakan menjadi denyut terakhir bagi kampung yang sedang ditahan oleh air.
Di sela kepungan banjir, Kampung Leuwi Bandung bukan hanya tempat yang menanggung bencana; ia juga rumah bagi keteguhan yang menerangi kegelisahan.
Warga menolak menyerah, meski setiap langkah yang mereka ayun terasa seperti menentang permukaan sungai yang tak pernah reda.
“Kami bosan, itu benar. Tapi, kalau bukan kami yang bertahan, siapa lagi yang menjaga kampung ini tetap hidup?” kata Robert.
Pada akhir hari, cahaya sore menguning di permukaan air, menciptakan kilau yang menipu mata—indah, tetapi menyimpan luka.
Dan warga hanya bisa berharap esok tidak seburuk hari ini, meski harapan itu semakin rapuh…
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/04/693167d249a50.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Biaya SLF Capai Rp 20 Juta, Pengusaha Apotek di Kendal Minta Kebijakan Direvisi Regional 5 Desember 2025
Biaya SLF Capai Rp 20 Juta, Pengusaha Apotek di Kendal Minta Kebijakan Direvisi
Tim Redaksi
KENDAL, KOMPAS.com
– Pengusaha apotek di Kabupaten Kendal merasa keberatan dengan kebijakan pemerintah mengenai Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebagai salah satu syarat usaha.
Faisal, salah satu pemilik apotek di Bugangin
Kendal
, mengaku bahwa kebijakan pemerintah terkait
SLF
sebagai syarat usaha sangat merugikan.
Sebab, untuk mengurus SLF tersebut, bisa mengeluarkan uang sekitar Rp 15.000.000 – Rp 20.000.000.
“Karena menggunakan konsultan dari swasta,” kata Faisal, Kamis (4/12/2025).
Senada dengan Faisal,
pengusaha apotek
lain di Kendal,
Tjandra Winata
, menegaskan bahwa penerapan SLF sangat memberatkan. Sebab, biayanya mahal.
Tjandra, yang juga ketua Ikatan Apoteker Indonesia Kabupaten Kendal, meminta kepada pemerintah Kabupaten Kendal supaya mengeluarkan kebijakan terkait dengan SLF itu.
Sebab, di daerah lain, seperti Semarang, Batang, dan Temanggung, membebaskan SLF.
“Gara-gara penerapan SLF, sudah ada 5 apotek di Kendal yang tutup,” tambahnya.
Tjandra mengaku pihaknya sudah pernah audensi dengan
Bupati Kendal
, Dyah Kartika Permanasari, terkait dengan penerapan SLF sebagai salah satu syarat usaha.
Pada saat itu, kata Tjandra, bupati menyampaikan bahwa pemerintah daerah akan menghadirkan regulasi yang lebih jelas, manusiawi, dan terukur terkait SLF tersebut.
“Sekarang kami menagih ucapan bupati kepada kami,” ujarnya.
Sementara itu, Mbak Tika, sapaan akrab Dyah Kartika Permanasari, mengatakan, pada prinsipnya dirinya mendukung para pengusaha di Kendal, termasuk usaha apotek.
Ia menegaskan sedang memilah-milah jenis bangunan tempat yang digunakan untuk usaha, mulai dari bangunan sederhana, menengah, sampai yang baik.
“Perda soal SLF ini sedang dibahas di DPRD. Tapi soal perizinan bangunan usaha, DPUPR yang lebih paham,” kata Mbak Tika.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/05/693271ade902c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Harga Cabai di Pati Tembus Rp 80.000, Warga: Naiknya Cepat Banget, Bikin Pusing Regional 5 Desember 2025
Harga Cabai di Pati Tembus Rp 80.000, Warga: Naiknya Cepat Banget, Bikin Pusing
Tim Redaksi
PATI, KOMPAS.com
– Harga cabai setan di Kabupaten Pati meroket hingga Rp 80.000 per kilogram. Padahal, sebelumnya harganya berada di angka Rp 60.000.
Kenaikan ini membuat warga semakin terbebani. Dia, seorang pembeli di
Pasar Puri
Baru
Pati
mengaku kaget saat mengetahui
harga cabai
meroket drastis.
“Cabai sekarang pedasnya bukan main, bukan cuma di lidah tapi di dompet. Biasanya Rp 60 ribu, sekarang jadi Rp80 ribu per kilo,” ujarnya, Jumat (5/12/2025).
Ia mengatakan, lonjakan harga ini memaksa dirinya mengurangi konsumsi sambal yang biasanya menjadi pelengkap masakan sehari-hari.
“Kalau masak ya tetap masak, tapi sambalnya dikurangi. Biasanya bikin banyak, sekarang cuma sedikit atau kadang nggak bikin sama sekali,” imbuhnya.
Tak hanya cabai, bawang merah juga mengalami kenaikan signifikan. Jika harga normal Rp 38.000–Rp 43.000 per kilogram, kini dijual hingga Rp55.000.
Pembeli lain, Sri, mengatakan kenaikan cabai yang begitu cepat ini membuat ibu-ibu pusing.
“Baru kemarin masih enam puluh sekian, sekarang sudah delapan puluh ribu. Mau masak sambal jadi mikir dua kali. Tapi ya tetap beli sedikit, soalnya kebutuhan. Harga naiknya cepat banget, bikin pusing ibu-ibu begini,” terangnya.
Mail, pedagang sayur di Pasar Puri Baru, membenarkan kondisi tersebut. Harga mengalami kenaikan sejak dua hari terakhir.
“
Cabai setan
awalnya Rp60 ribu, sekarang Rp80 ribu. Bawang merah dari Rp38 ribu jadi Rp55 ribu,” jelasnya.
Menurutnya, kenaikan ini bukan karena pasokan terganggu. “Pasokan lancar, nggak ada kendala. Tapi kalau mau Natal dan Tahun Baru memang pasti naik. Tahun kemarin juga sama,” katanya.
Meski harga melambung, pola belanja masyarakat tidak banyak berubah. Pembeli hanya menyesuaikan jumlah.
“Ada yang beli Rp 5.000, ada Rp 3.000. Tetap laku, sehari bisa 3 sampai 6 kilo,” ujarnya.
Kenaikan harga
bumbu dapur ini menambah panjang daftar komoditas yang membebani masyarakat di akhir tahun.
Warga berharap pemerintah daerah segera turun tangan agar harga bisa kembali stabil.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/05/69326a06b3b52.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ricuh Suporter Voli di Kulon Progo Berujung Penusukan, Dua Orang Terluka Termasuk Anak di Bawah Umur Yogyakarta 5 Desember 2025
Ricuh Suporter Voli di Kulon Progo Berujung Penusukan, Dua Orang Terluka Termasuk Anak di Bawah Umur
Tim Redaksi
KULON PROGO, KOMPAS.com
— Keributan antarpedukung pertandingan bola voli di Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Selasa (18/11/2025) malam berujung insiden penusukan yang menyebabkan dua orang terluka serius.
Salah satu korban merupakan anak di bawah umur.
Kedua korban yakni NRM (17) asal Padukuhan Jongrangan dan S (39) asal Padukuhan Gunungkelir.
Polisi juga telah menangkap A (26) asal Sokomoyo, Jatimulyo, yang diduga melakukan
penusukan
.
“Akibat dari perbuatan tersebut, Saudara S mengalami luka robek pada pinggang belakang sebelah kanan, sedangkan Saudara NRM mengalami luka perut kiri atas,” kata Kanit Reskrim Polsek Girimulyo, Iptu Suyadi, Jumat (5/12/2025).
Keributan berawal dari pertandingan
voli
antardua padukuhan di Girimulyo.
Awalnya suasana berlangsung meriah, namun berujung ricuh saat suporter saling bersitegang setelah laga dinyatakan usai.
Dalam kekacauan di halaman parkir luar gedung olahraga Padmo Seputro, A diduga melakukan penusukan terhadap dua anggota suporter lawan.
Kedua korban langsung dilarikan ke fasilitas kesehatan.
Polisi mengolah tempat kejadian perkara dan meminta keterangan sejumlah saksi sebelum akhirnya mengarah kepada A. Pelaku ditangkap di wilayah Gamping setelah melarikan diri.
“Dia takut tidak berani pulang. Tertangkap di Gamping,” kata Suyadi.
A mengakui perbuatannya. Menurut Suyadi, penusukan terjadi secara spontan tanpa motif dendam.
“Ini karena emosi. Tersangka tersulut setelah tim voli yang ia dukung kalah. Anak muda gampang tersulut emosi,” ujarnya.
Pelaku diketahui membawa pisau lipat dari rumah dan membuangnya setelah digunakan. Polisi masih mencari senjata tersebut.
Barang bukti yang diamankan berupa pakaian yang digunakan pelaku dan korban.
A dijerat Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C UU Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 3 tahun 6 bulan penjara, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman 2 tahun 6 bulan penjara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/05/69326a06b3b52.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ricuh Suporter Voli di Kulon Progo Berujung Penusukan, Dua Orang Terluka Termasuk Anak di Bawah Umur Yogyakarta 5 Desember 2025
Ricuh Suporter Voli di Kulon Progo Berujung Penusukan, Dua Orang Terluka Termasuk Anak di Bawah Umur
Tim Redaksi
KULON PROGO, KOMPAS.com
— Keributan antarpedukung pertandingan bola voli di Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Selasa (18/11/2025) malam berujung insiden penusukan yang menyebabkan dua orang terluka serius.
Salah satu korban merupakan anak di bawah umur.
Kedua korban yakni NRM (17) asal Padukuhan Jongrangan dan S (39) asal Padukuhan Gunungkelir.
Polisi juga telah menangkap A (26) asal Sokomoyo, Jatimulyo, yang diduga melakukan
penusukan
.
“Akibat dari perbuatan tersebut, Saudara S mengalami luka robek pada pinggang belakang sebelah kanan, sedangkan Saudara NRM mengalami luka perut kiri atas,” kata Kanit Reskrim Polsek Girimulyo, Iptu Suyadi, Jumat (5/12/2025).
Keributan berawal dari pertandingan
voli
antardua padukuhan di Girimulyo.
Awalnya suasana berlangsung meriah, namun berujung ricuh saat suporter saling bersitegang setelah laga dinyatakan usai.
Dalam kekacauan di halaman parkir luar gedung olahraga Padmo Seputro, A diduga melakukan penusukan terhadap dua anggota suporter lawan.
Kedua korban langsung dilarikan ke fasilitas kesehatan.
Polisi mengolah tempat kejadian perkara dan meminta keterangan sejumlah saksi sebelum akhirnya mengarah kepada A. Pelaku ditangkap di wilayah Gamping setelah melarikan diri.
“Dia takut tidak berani pulang. Tertangkap di Gamping,” kata Suyadi.
A mengakui perbuatannya. Menurut Suyadi, penusukan terjadi secara spontan tanpa motif dendam.
“Ini karena emosi. Tersangka tersulut setelah tim voli yang ia dukung kalah. Anak muda gampang tersulut emosi,” ujarnya.
Pelaku diketahui membawa pisau lipat dari rumah dan membuangnya setelah digunakan. Polisi masih mencari senjata tersebut.
Barang bukti yang diamankan berupa pakaian yang digunakan pelaku dan korban.
A dijerat Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C UU Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 3 tahun 6 bulan penjara, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman 2 tahun 6 bulan penjara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/05/6932772d3a1f7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Siswa Diduga Dikeroyok Senior, Polisi Akan Panggil Siswa SMAN 3 Taruna Angkasa Madiun Surabaya 5 Desember 2025
Siswa Diduga Dikeroyok Senior, Polisi Akan Panggil Siswa SMAN 3 Taruna Angkasa Madiun
Tim Redaksi
MADIUN, KOMPAS.com
– Penyidik Unit PPA Sastreskrim Polres Madiun Kota segera memanggil para siswa SMAN 3 Taruna Angkasa Madiun yang diduga melakukan aksi pengeroyokan terhadap adik kelasnya berinisial MA (17), hingga pingsan dan memar-memar.
Pemanggilan dilakukan setelah polisi mendapatkan laporan pengaduan dari orangtua korban terkait kekerasan yang menimpa MA, seorang siswa kelas XI-7
SMAN 3 Taruna Angkasa
,
Madiun
.
Kasi Humas
Polres Madiun
Kota, Iptu Ubaidillah mengatakan, pemanggilan para terlapor akan dilakukan setelah polisi memeriksa pelapor terlebih dahulu.
Sebelumnya, orangtua korban sudah melaporkan kasus pengeroyokan yang menimpa MA di Mapolres Madiun Kota pada Kamis, 4 Desember 2025.
“Orang tua sudah melaporkan kemarin (Kamis, 4/12/2025)). Jumlah terlapornya (pengeroyok MA) sebanyak sepuluh siswa,” kata Ubaidillah saat dikonfirmasi, Jumat (5/12/2025).
Menurut Ubaidillah, penyidik unit PPA membutuhkan waktu untuk memeriksa para terlapor. Apalagi, terlapor masih berstatus di bawah umur.
Oleh karenanya, pemeriksaan terhadap seluruh terlapor harus didampingi Balai Permasyarakatan (Bapas).
Ubaidillah mengatakan, saat ini penyidik masih fokus untuk memeriksa pelapor dan korban. Setelah itu, Polisi baru akan memeriksa pihak-pihak yang mengetahui peristiwa tersebut termasuk pihak
SMAN 3 Taruna Angkasa Madiun
.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMAN 3 Taruna Angkasa, Agus Supriyono mengatakan, sangat menyesalkan terjadinya kasus pengeroyokan terhadap MA.
Hasil pemeriksaan sementara terdapat 10 siswa yang diduga terlibat dalam aksi pengeroyokan tersebut.
“Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Dari pemeriksaan internal, terdapat sepuluh siswa yang diduga terlibat dalam pemukulan terhadap adik kelasnya,” ujar Agus, Jumat.
Agus mengatakan, sekolah akan memberikan sanksi disiplin bagi para siswa yang terlibat pemukulan terhadap MA.
Tak hanya itu, menurut dia, pihak sekolah juga akan memanggil orang tua untuk mendapatkan penjelasan dan pendampingan lebih lanjut.
Dalam kesempata itu, Agus menyebut, sudah menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban.
Selain itu, SMAN 3 Taruna Angkasa berkomitmen untuk memberikan pembinaan serta menjaga lingkungan belajar yang aman.
“Kejadian ini menjadi pembelajaran penting bagi kami,” kata Agus.
Dia menegaskan tidak akan menghambat proses hukum yang ditempuh keluarga korban. Selain itu, SMAN 3 Taruna Angkasa Madiun akan kooperatif dan siap bekerja sama agar penanganan kasus berjalan secara transparan.
“Kami menghormati laporan yang telah disampaikan kepada pihak berwajib dan akan mengikuti seluruh proses sesuai ketentuan,” ujar Agus.
Diberitakan sebelumnya, seorang siswa kelas XI-7 SMAN 3 Taruna Angkasa Madiun berinisial MA diduga menjadi korban pengeroyokan belasan seniornya hingga pingsan dan memar sekujur tubuhnya.
Korban terpaksa dilarikan ke rumah sakit lantaran kondisi tubuhnya yang mengalami luka berat.
Orangtua korban, Edi Sutikno lalu melaporkan kejadian yang menimpa MA ke Polres Madiun Kota pada 4 Desember 2025.
Ditemui usai membuat laporan polisi di Polres Madiun Kota, Edi bercerita tentang peristiwa nahas yang menimpa anak lelakinya itu.
Kekerasan itu menimpa MA pada Selasa, 2 Desember 2025, sekitar pukul 21.30 hingga 00.00 WIB.
Saat itu, korban sedang sakit dan dirawat di UKS sekolah. Namun, sesaat kemudian korban dijemput dan dibawa ke kamar 103 oleh sejumlah siswa.
“Anak saya dihajar pingsan, kemudian dihajar lagi dan dipukul lagi sampai mau buka mata tidak bisa sampai pukul 24.00 WIB,” kata Edi.
Edi mengaku tidak mengetahui motif dari belasan senior anaknya itu. Dia hanya mengetahui bahwa ada 10 siswa yang mengakui keterlibatannya berdasarkan keterangan dari pihak sekolah.
Namun, Edi menyebut, pengakuan anaknya jumlah pengeroyok mencapai 20 orang.
“Rata-rata (pelaku) kakak kelas XII,” ujar Edi.
Usai dikeroyok, MA dilarikan ke UGD RS d. Efram Harsana Maospati. Lalu, dirawat di bangsal untuk perawatan lanjutan.
Saat masuk rumah sakit, dokter sempat melakukan visum luar. Hasilnya, pada korban didapati luka memar di sekujur tubuh mulai dada, lengan kanan-kiri, tangan, paha, hingga punggung.
Selain itu, terdapat pula benjolan pada bagian belakang kepala kiri sampai behel gigi korban terlepas diduga karena benturan keras.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2021/05/31/60b4de5fce787.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
BMKG Peringatkan Waspada Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan Nasional 5 Desember 2025
BMKG Peringatkan Waspada Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi meningkatnya curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia dalam sepekan ke depan.
“Kami mengajak masyarakat untuk tetap waspada tetapi tidak perlu panik. Pastikan saluran air berfungsi baik, jaga kebersihan lingkungan, dan pantau pembaruan cuaca melalui InfoBMKG sebelum beraktivitas,” ujar Kepala
BMKG
Teuku Faisal Fathani, dalam keterangan pers, Jumat (5/12/2025).
Ia mengatakan, beberapa wilayah masih berpeluang mengalami hujan dengan intensitas lebat dalam beberapa hari mendatang.
“Kami mengingatkan masyarakat agar tidak mudah mempercayai informasi cuaca dari sumber yang tidak resmi,” ujar dia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto memaparkan bahwa dinamika atmosfer berskala global, regional, dan lokal yang tengah aktif, seperti Gelombang Rossby Ekuator, Gelombang Kelvin, dan Madden–Julian Oscillation (MJO), meningkatkan intensitas hujan di Indonesia.
“Aktivitas gelombang atmosfer tersebut terutama memperkuat pembentukan awan hujan di sebagian wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua,” kata dia.
Selain itu, Bibit Siklon Tropis 93W di timur Filipina turut memberi dampak tidak langsung pada peningkatan hujan di Sulawesi Utara dan Maluku Utara.
Berikut daftar wilayah dengan potensi
hujan lebat
sepekan ke depan.
Potensi hujan lebat pada 5–7 Desember 2025 berpotensi terjadi:
Sementara pada hujan lebat 8–11 Desember 2025, hujan lebat berpotensi terjadi:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/25/68837ca646699.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Love-Hate Relationship Gen Z dengan BPJS, Ngebantu atau Bikin Ribet? Nasional 5 Desember 2025
Love-Hate Relationship Gen Z dengan BPJS, Ngebantu atau Bikin Ribet?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com-
Buat sebagian Gen Z, BPJS itu udah kayak
love and hate relationship
gitu, kadang bikin
happy
karena ngebantu tapi dibikin kesel juga sama beberapa hal.
Ada yang berasa kebantu banget karena biaya kesehatan jadi ringan, tapi nggak sedikit yang bete sama antri yang panjang, buang waktu sampe harus ngorbanin cuti, bahkan obat yang terasa kurang lengkap dibanding klinik swasta.
Buat generasi yang dikenal nggak mau repot dan kesabarannya setipis tisu, pengalaman
Gen Z
pakai BPJS sering jadi
reality check
, apalagi urusan layanan publik nggak selalu mulus.
Kompas.com
ngobrol dengan empat Gen Z yang punya cerita love-hate sama BPJS. Yuk ulik ceritanya!
Ternyata para Gen Z masih pakai BPJS untuk pengobatan ringan, cek kesehatan, atau tindakan yang kalau bayar sendiri bisa bikin dompet langsung kosong.
Fajar Al Haidar (24 tahun) misalnya, udah akrab sama BPJS sejak SMP. Sebagai Karyawan Swasta yang kerjaannya lumayan sibuk, BPJS itu semacam senjata andalan kalau lagi nge-drop.
“Sejauh ini pake BPJS buat berobat sakit biasa sih, kayak demam, batuk, pilek. Waktu itu juga pernah sakit kayak alergi ke kulit dan dua kali berobat, karena masih kambuh, akhirnya dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar,” kata Fajar, saat diwawancarai
Kompas.com
, Selasa (2/12/2025).
Ada juga, nih, Desy Fitria (23), seorang staf tata usaha sekolah yang baru pakai BPJS Oktober tahun ini, padahal udah daftar BPJS dari lama.
“Pertama kali gue pake BPJS itu baru tahun ini di bulan Oktober. Itu pun dipakai karena harus operasi,” tuturnya.
Bukan sombong atau apa, pertama kali pake BPJS juga karena sakit awalnya dikira lambung, eh ternyata kena usus buntu dan harus operasi.
Dari pada nguras kocek sendiri, dia akhirnya nyobain
benefit
dari BPJS buat operasi usus buntunya itu.
Kalau Sherina Natasya (25) dan Felia (24), pilih pakai BPJS untuk sakit-sakit ringan aja. Misalnya, batuk, pilek, demam, atau pengobatan saluran akar gigi.
“Biasanya untuk kasus sakit biasa seperti demam, batuk, pilek, sakit yang tidak perlu rujukan ke rumah sakit,” ungkap Sherina.
Sebagai budak
corporate
yang mengadu nasib di Jakarta, biaya buat berobat gigi itu nggak main-main, makanya keduanya pilih pake BPJS.
“Kalau ada gigi yang sakit, berlubang, atau harus perawatan saluran akar, itu aku usahain pakai BPJS, karena kalau bayar sendiri itu mahal banget,” tambah Almira.
Ada
quotes
terkenal dari film Sore: Istri Dari Masa Depan, yang bilang, “Kalau aku harus ngulang seribu kali pun, kayaknya aku bakal tetep milih kamu, deh”.
Kalau Gen Z ke BPJS mungkin bilangnya gini, “Daripada aku harus ngeluarin uang banyak buat berobat, kayaknya aku bakal tetep milih kamu, deh”.
Meskipun ada kesel-keselnya, tapi para Gen Z tetep punya alasan tersendiri kenapa masih pilih berobat pake BPJS dan kenapa mereka suka beralih ke klinik swasta.
Banyak Gen Z yang merasa tetap butuh BPJS karena satu alasan kuat yaitu
cost efficiency
.Ketika biaya periksa di klinik swasta makin tinggi, BPJS terasa kayak penyelamat darurat yang wajib ada.
Bahkan, menurut Fajar, prosedurnya juga semakin gampang dengan sistem yang terintegrasi secara online.
“Ngerasa terbantu sih, nggak ngerasa ribet, karena pas dateng tinggal ngasih kartu aja, bahkan digital juga udah bisa,” katanya.
Ia bahkan merasakan kemudahan kalau berobat di luar domisili. Katanya sih tinggal ngurus lewat aplikasi JKN Mobile dan cari klinik dengan rating yang bagus supaya dapet pelayanan yang oke.
Kalau Desy ngerasa manfaat paling besar, yaitu ketika harus menjalani operasi usus buntu. Bayangin kalau nggak ada BPJS dan harus bayar operasinya sendiri, bisa bikin kantong boncos, dong.
“Sebenernya merasa terbantu banget, apalagi gue nggak perlu keluar biaya yang besar lagi untuk berobat yang kasusnya harus sampai operasi gini,” kata dia.
Sherina juga bilang gitu, sebagai anak yang sering banget flu, dia ngerasa hemat banyak uang buat berobat. Lumayan, uangnya bisa dipake buat
self-reward
pas udah sembuh.
Nggak cuma menghemat biaya, Felia juga menilai layanan dokter yang ia terima cukup baik.
“Layanan dari dokternya juga cukup kompeten dan bersih. Alhamdulillah sejauh ini dari segi tindakan dokter belum pernah nemuin yang kurang,”
Meski banyak keluhan, alasan-alasan ini membuat Gen Z mikir-mikir lagi buat ninggalin BPJS.
Kalau ada satu hal yang bikin Gen Z komplain serempak soal BPJS, jawabannya pasti waktu yang kebuang sia-sia. Antri lama, proses berlapis, sampai rujukan yang jadwalnya “keburu sembuh sebelum masuk poli”.
Desy cerita pengalamannya ketika melalui rumitnya alur pengobatan saat kondisinya gawat. Padahal kondisinya udah nggak bisa ditunda dan nunggu-nunggu lagi.
“Prosesnya lama sih, antrinya juga panjang, bahkan ketika gue udah dapet surat rujukan buat ke poli dan lanjut ke IGD, itu lama,” ucap dia.
Buat kontrol pasca operasi, dia harus nyesuain waktu kerja sama jadwal kontrol yang cuma di jam tertentu. Sedangkan kalau di klinik swasta, menurutnya jam pelayanan lebih fleksibel dan cepat.
Felia punya pengalaman serupa saat mau berobat gigi. Bahkan ia dapet rujukan beberapa minggu setelah daftar. Waktu yang terbuang bahkan berbulan-bulan hanya untuk pengobatan satu gigi.
“Perawatan satu gigi aja bisa makan waktu 3 sampai 4 bulan, sedangkan sekarang yang bermasalah ada 3,” terang Almira.
Sebagai pekerja kantoran, ia beberapa kali harus ambil cuti. Terlebih dia harus periksa gigi setiap 1 sampai 2 minggu sekali. Alhasil, cutinya dipake buat berobat gigi ke klinik terus.
“Mau nggak mau aku harus korbanin waktu kerja dengan minta masuk setengah hari atau kadang ambil cuti,” tutur dia.
Selain waktu, keluhan Gen Z lainnya adalah pelayanan dan obat yang dinilai kurang lengkap dibandingkan klinik swasta.
Fajar ingat pengalamannya di tahun 2023. Waktu itu, dia coba scaling gigi yang di-
cover
BPJS. Ia mengaku kurang nyaman, berbeda dengan pengalamannya ketika scaling di klinik gigi swasta.
“Mungkin saat itu dokternya masih KOAS atau baru. Jadi beberapa kali ngerasa ngilu giginya,” ucapnya.
Tiga narasumber lainnya, yaitu Desy, Sherina, dan Felia justru merasa obat dari BPJS lebih terbatas dan dianggap tidak sebagus di klinik swasta.
“Obatnya itu lebih terbatas dan enggak sekomplit gue berobat di swasta,” ujar Desy.
Felia bahkan pernah ngalamin adanya kesenjangan layanan, yang katanya berasa kayak jadi anak tiri kalau berobat pakai BPJS. Mereka yang berobat reguler jauh rasanya kayak diutamain dibandingkan yang pakai BPJS.
“Kadang merasa pake BPJS itu kaya dianaktirikan, kelihatan kesenjangan layanan dan obat yang diberikan juga.”
Menanggapi keluhan dari para Gen Z ini, Kepala Humas
BPJS Kesehatan
, Rizzky Anugerah menjelaskan, kalau sistem rujukan berjenjang adalah aturan yang memang sudah ditetapkan.
“FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) berfungsi sebagai garda awal sebelum pasien dirujuk ke rumah sakit,” katanya saat dihubungi
Kompas.com
, Rabu (3/12/2025).
Menurutnya, sistem ini tujuannya untuk menjaga kapasitas layanan rumah sakit supaya nggak makin numpuk.
Tapi, untuk pasien yang sakitnya sudah kategori gawat darurat, Rizzky mengimbau buat langsung datengin rumah sakit yang bekerja sama maupun tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
“Mekanisme ini bukan untuk mempersulit, melainkan untuk menjaga mutu layanan, serta menghindari penumpukan pasien di rumah sakit,” tambah dia.
BPJS, lewat Aplikasi Mobile JKN, terus beradaptasi dengan kebutuhan Gen Z yang maunya serba cepat, apalagi waktu jadi hal yang paling berharga buat para Gen Z di tengah kesibukannya.
Nggak cuma itu, layanan tersebut juga bisa merangkun rekam medis pasien dari waktu ke waktu.
“Pada aplikasi tersebut, mereka dapat mengambil antrean online, mengecek ketersediaan kamar di rumah sakit, melakukan perubahan data kepesertaan, hingga melakukan Skrining Riwayat Kesehatan,” tutupnya.
Katanya Gen-Z nggak suka baca, apalagi soal masalah yang rumit. Lewat artikel ini, Kompas.com coba bikin kamu paham dengan bahasa yang mudah.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/05/69326f7812660.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/05/693273dd68d41.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/01/692d2349c6f1c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)