“Kampung Dollar” Muara Gembong yang Dulu Makmur Kini Tenggelam Ditelan Rob
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kampung Beting di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dulunya sangat berlimpah ikan, udang, dan kepiting.
Melimpah ruahnya sumber makanan itu membuat warga berlomba-lomba mendirikan usaha tambak di belakang rumahnya yang langsung laut.
Warga berbondong-bondong mengubah area mangrove di belakang rumahnya, menjadi area tambak.
Pasalnya, bisnis tambak milik warga di Kampung Beting begitu menjanjikan dan bisa datangkan keuntungan puluhan juta rupiah setiap bulannya.
Berkembangnya usaha tambak warga membuat Kampung Beting mencapai masa kejayaannya pada tahun 1980-an hingga disebut sebagai ”
Kampung Dollar
“.
Namun, kejayaan itu hanya tinggal kenangan semata. Kondisi Kampung Beting kini memperihatinkan.
“Sedih lah saya kecil di sini, dulu di sana adalah kampung terpadat dan ekonomi bagus banget perputarannya di sana,” ucap warga bernama Halima (38) saat diwawancarai
Kompas.com
di lokasi, Selasa (2/12/2025).
Namun, sekitar tahun 2000-an, bisnis tambak warga di
Muara Gembong
perlahan-lahan habis karena tergerus abrasi.
Sejak itu pula, perekonomian warga di Muara Gembong, khususnya Kampung Beting terganggu.
Padahal, dulu Halima bisa bersekolah dan mendapatkan kehidupan yang layak karena orangtuanya adalah seorang petani tambak bandeng dan udang.
Ia mengaku, terakhir panen hasil tambak milik orangtuanya sekitar tahun 2005-an. Kini, Halima tak bisa lagi mencicipi ikan dari tambak belakang rumahnya.
“Kalau nelayan mungkin masih produktif, tapi kalau petani tambak mungkin abrasi itu permasalahannya enggak bisa panen bandeng, udang, enggak bisa kayak dulu,” ucap dia.
Dalam 10 tahun ke belakang, abrasi di wilayah ini semakin parah dan membuat Kampung Beting perlahan tenggelam.
Sebab, adanya abrasi membuat banjir rob dengan ketinggian sekitar 50 cm terjadi sekitar satu minggu sekali di kampung ini.
Banjir rob mudah masuk ke perumahan warga karena laut di Muara Gembong tak dilengkapi dengan tanggul beton.
Selain dikelilingi laut, Kampung Beting juga dialiri Sungai Citarum yang arusnya cukup kencang.
Sungai Citarum yang mengalir di sepanjang Kampung Beting kanan dan kirinya juga tidak dilengkapi oleh tanggul.
Jadi, ketika hujan tiba, air sungai itu juga mudah meluap ke rumah-rumah warga.
Tak heran, kampung ini mudah sekali tenggelam ketika banjir dari laut atau sungai datang.
Sering tenggelamnya Kampung Beting membuat sebagian warga memilih meninggalkan tempat tinggalnya.
“Warganya juga sudah banyak yang pindah karena rumahnya sudah tidak layak huni dan akses jalan sudah terputus,” ujar Halima.
Pasalnya, meski banjir rob tidak sedang datang, beberapa rumah warga tetap tergenang air berwarna cokelat.
Sementara sebagian area depan rumah warga yang sudah tak tergenang justru dipenuhi lumpur dari kali sehingga tidak bisa lagi dipijak.
Mirisnya lagi, karena sudah tenggelam dan tak berpenghuni, sekitar dua minggu lalu sebagian akses listrik di Kampung Beting ujung sudah dicabut oleh PLN.
KOMPAS.com/ SHINTA DWI AYU Kampung tenggelam di Desa Pantai Bahagia, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Tempat tinggal Halima di Kampung Gobah juga sudah mulai terkena abrasi.
“Sebetulnya, sudah mulai terkena abrasi tapi belum ke pemukiman, karena kalau Kampung Gobah itu pemukimannya hanya sepanjang aliran Sungai Besar Citarum,” ucap dia.
Namun, seluruh tambak warga di Kampung Gobah juga sudah hancur tergerus oleh abrasi.
Oleh karena itu, ia takut suatu saat kampung tempat tinggalnya memiliki nasib yang sama seperti Kampung Beting.
Halimah berharap pemerintah bisa segera melakukan tindakan untuk mengatasi abrasi di kawasan Muara Gembong.
Ia juga meminta agar pemerintah bisa mengajak masyarakat untuk sama-sama menanggulangi abrasi.
Di Muara Gembong sudah banyak kegiatan menanam mangrove untuk mengatasi abrasi.
Namun, dampak penanaman mangrove itu dinilai belum signifikan untuk mencegah abrasi.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah bisa membangun tanggul untuk penahan abrasi di sekitar laut Muara Gembong.
Sebab, jika tak ada tanggul, maka ia khawatir seluruh desa di Muara Gembong bisa tenggelam.
“Karena kalau dibiarkan bisa satu kampung, dua kampung, atau satu desa akan tenggelam, kan kita berusaha kayaknya kalau masyarakat masih mau lah kalau pemerintah bikin seperti apa,” ucap dia.
Ketua RT 05, RW 06, Dusun 3, Maska juga menilai, penanaman mangrove di kampungnya belum terlalu efektif untuk mencegah abrasi.
“Banyak sih komunitas yang terjun di wilayah saya ini, cuma penurunan alat berat untuk menanggulangi abrasi belum ada, baru sebatas penanggulangan dengan cara penanaman pohon mangrove atau apa itu aja, yang tidak langsung berdampak hasilnya berbeda dengan alat berat untuk tanggul,” ujar Maska.
Maska berharap, ada bantuan berupa alat berat dari pemerintah untuk mengatasi abrasi.
Menjalani hidup di
Kampung Tenggelam
tentu saja bukan perkara yang mudah untuk dijalani warga.
Ketika terjadi rob, air laut bukan hanya merendam perumahan, tapi juga merendam akses jalan utama keluar masuknya warga.
Saat jalan terendam rob, warga akan sulit untuk keluar desa dan terhambat ketika mau beraktivitas.
“Justru itu karena akses jalan yang terendam justru motor sampai ke jok airnya. Orang sering terganggu mau berpergian,” ujar Maska.
Sering terjadinya rob membuat jalan di sepanjang Desa Kampung Beting rusak parah.
Warga lain bernama Udin (24) juga mengaku, aktivitasnya begitu terganggu setiap kali rumahnya terendam rob.
Udin terpaksa harus menunggu rob surut ketika ingin beraktivitas ke luar rumah.
“Bisa aja, tapi nunggu airnya surut, biasanya tiga jam surut. Sekarang air datangnya pagi,” ucap Udin.
Ia mengaku, begitu tersiksa dengan kondisi Kampung Beting yang seringkali tenggelam.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati menyebut, hancurnya kejayaan Kampung Dollar atau Kampung Beting terjadi di tahun 2000-an.
Pasalnya, di tahun itu usaha tambak warga di Kampung Beting habis total tergerus abrasi.
“Sejak tahun 2000-an, abrasi dan penurunan muka tanah jadi penyebab rusaknya tambak nelayan di Muara Beting, dan hingga saat ini tidak ada lagi tambak warga yang aktif,” ungkap Susan.
Abrasi parah yang terjadi di kampung ini disebabkan karena banyaknya hutan mangrove yang diubah menjadi area tambak warga.
Padahal mangrove sendiri memegang peran penting untuk mencegah abrasi di daerah pesisir.
Tak heran, jika kondisi Kampung Beting saat ini begitu memperihatinkan karena sudah tenggelam dan tak ada lagi perputaran roda ekonomi.
Oleh sebab itu, Susan menilai tenggelamnya Kampung Beting di Muara Gembong bukan murni karena faktor alam.
“KIARA menilai bahwa hal ini bukan murni faktor alamiah, tetapi human made disaster atau bencana yang ditimbulkan oleh ulah manusia,” ucap dia.
Berdasarkan data dari KIARA, Menteri Kehutanan atas usulan Bupati Bekasi, menerbitkan surat keputusan Menhut Nomor SK.475/Menhut-II/2005 pada 16 Desember 2005 untuk mengubah fungsi dari hutan lindung menjadi hutan produksi seluas 5,1 hektare di Muara Gembong.
Di sisi lain, berdasarkan dokumen Strategi Pengelolaan Sumber Daya Ekosistem Pesisir Muara Gembong, Teluk Jakarta 2019 menyebutkan, bahwa menurut Perhutani di tahun 2010 luas hutan mangrove alami di Muara Gembong mencapai 10,4 hektare, akan tetapi 95 persen vegetasi mangrove tersebut berubah menjadi tambak dan lahan pertanian.
Berdasarkan data tersebut, mangrove di wilayah Muara Gembong tersisa 524 hektare. Hal ini berbanding terbalik dengan data citra satelit yang diolah MapBiomas Indonesia 2025 yang menyatakan bahwa di tahun 2010 hanya tersisa sekitar 67 hektare dan tahun 2023 hanya sekitar 23 hektare.
“Jelas degradasi luas ekosistem mangrove ini catatan buruk tata kelola mangrove yang dilakukan pemerintah,” ucap dia.
Pemerintah disarankan bisa membangun kembali rumah-rumah masyarakat dan infrastruktur ekologisnya yang adaptif terhadap banjir rob.
Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa tidak adanya perizinan usaha maupun aktivitas industri ekstraktif dan eksploitatif lainnya yang membebani wilayah pesisir dan menyebabkan abrasinya semakin parah.
“Selain itu, juga menghentikan, mengevaluasi, mengaudit, serta memproses industri maupun korporasi yang terbukti berkontribusi terhadap alih fungsi mangrove dan penurunan muka tanah yang terjadi baik di pesisir Muara Gembong maupun dalam scope yang lebih besar yaitu pesisir pantai utara Jawa,” jelas dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/04/6931139772758.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketua MPR China Temui Prabowo di Istana Jakarta, Disambut Tarian Pa'gelo Nasional 4 Desember 2025
Ketua MPR China Temui Prabowo di Istana Jakarta, Disambut Tarian Pagelo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua MPR China Wang Huning menemui Presiden RI Prabowo Subianto, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (4/12/2025) siang.
Pantauan Kompas.com di lokasi, Wang mendatangi Istana dengan mengenakan setelan jas berwarna hitam.
Terlihat sejumlah pasukan Paspampres,
tarian Pa’gelo
dari Toraja, serta marching band menyambut kedatangan Wang.
Ketika Wang keluar dari mobil, dia langsung disambut oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.
Prasetyo dan Wang lalu berjalan berdampingan menuju selasar Istana.
Di sana, Presiden Prabowo yang mengenakan setelan jas berwarna abu-abu gelap dan peci hitam telah menanti untuk menyambut Wang.
Prabowo dan Wang langsung berjalan masuk Ruang Kredensial untuk berfoto bersama dan mengisi buku tamu.
Keduanya belum memberikan pernyataan apapun.
Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Sekretaris Kabinet Letkol Teddy Indra Wijaya dan Wakil Dubes RI untuk China, Irene.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/03/692fd277df88a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Tangis dan Maaf Ibu Penjarah Rumah Uya Kuya: Maafkan Pak, Anak Saya 3 Bulan Enggak Pulang Megapolitan
Tangis dan Maaf Ibu Penjarah Rumah Uya Kuya: Maafkan Pak, Anak Saya 3 Bulan Enggak Pulang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Suasana haru mewarnai sidang kasus penjarahan rumah milik politikus PAN, Surya Utama atau Uya Kuya, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (3/12/2025).
Usai memberikan keterangan sebagai saksi, Uya Kuya didatangi beberapa anggota keluarga para terdakwa yang telah menunggunya di luar ruang sidang.
Ibu dari salah satu terdakwa menghampiri Uya Kuya sambil menangis dan memohon maaf atas peristiwa yang menimpa sang pesohor.
“Maafin ya, Pak. Maafkan, anak saya sudah tiga bulan enggak pulang,” ucap salah satu keluarga sembari memegang tangan Uya Kuya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu.
Uya Kuya terlihat berusaha menenangkan keluarga tersebut. Ia mengatakan bahwa sejak awal sudah memaafkan para terdakwa, tetapi proses hukum tetap menjadi kewenangan aparat.
“Ibu dengarkan saya, saya sudah maafkan dari awal, selanjutnya biar pihak berwenang, kalau keringanan bukan wewenang saya,” jawab Uya Kuya.
Sebelum sidang ditutup, suasana ruang persidangan sempat berubah haru ketika keempat terdakwa kasus penjarahan meminta maaf secara langsung di hadapan majelis hakim. Mereka adalah Dimas Dwiki, Reval Ahmad, Anisa, dan Warda Wahdatullah.
Momen itu terjadi setelah majelis hakim yang dipimpin Immanuel menanyakan kepada Uya Kuya soal kesediaannya menerima permintaan maaf para terdakwa.
“Saudara Surya Utama, atau Saudara Uya Kuya ya. Ini kesempatan pertama saudara di persidangan ini. Saya hanya ingin merespons apa yang saudara katakan tadi, bahwa secara kemanusiaan saudara sudah memaafkan mereka. Biarlah hukum yang akan menyelesaikan masalah ini,” ujar Hakim Immanuel.
Hakim kemudian kembali memastikan apakah Uya bersedia menerima permintaan maaf tersebut.
“Jika keempat orang ini hari ini ingin meminta maaf secara pribadi kepada saudara dari sisi kemanusiaan, saudara bersedia menerima maaf dan salamnya?” tanya Hakim.
“Intinya, Yang Mulia, sebelum mereka meminta maaf pun saya sudah memaafkan mereka,” kata Uya.
Uya Kuya kemudian diminta maju bersama dua saksi lainnya, yaitu Riziansyah dan Abdurahman. Majelis hakim meminta Uya dan para saksi berdiri di depan ruang sidang untuk menerima permohonan maaf.
“Silakan. Kita anggap sama-sama sebagai korban. Yang mau meminta maaf secara pribadi, silakan,” ucap hakim ketua.
Uya Kuya menyebut bahwa mertua serta kucing-kucing peliharaannya masih tinggal di rumah kontrakan setelah rumahnya dijarah oleh sekelompok orang tidak dikenal.
“Mertua saya sampai sekarang masih ngontrak rumah. Kontrakan rumah. Kucing-kucing saya juga masih saya kontrakan rumah juga khusus, gitu kan,” ucap Uya.
Uya memastikan akan segera merenovasi rumahnya yang rusak akibat penjarahan tersebut.
“Ya saya renovasi lah saya, karena berantakan sekali ya. Dan ya mungkin akan dilakukan renovasi sudah mulai minggu-minggu ini lah ya,” imbuh dia.
Gregorius, pengacara Anisa, membantah kliennya terlibat dalam aksi penjarahan tersebut.
Ia mengeklaim bahwa saat kejadian, Anisa hanya datang untuk merekam dan membantu mengangkat televisi yang diduga milik Uya Kuya.
“Dia hadir di situ hanya untuk merekam terjadinya kerusuhan, diajak oleh teman, dan tidak tahu-menahu bahwa TV yang dia minta bantuan untuk diangkat itu, itu adalah barang curian,” ucap Gregorius
Gregorius juga membantah bahwa kliennya ikut terprovokasi oleh kelompok tertentu untuk melakukan aksi penjarahan di
rumah Uya Kuya
.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/04/6930bda3afe7f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bagaimana Cara Membuat Masyarakat Makin Waspada terhadap Bencana? Nasional 4 Desember 2025
Bagaimana Cara Membuat Masyarakat Makin Waspada terhadap Bencana?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Banjir bandang Sumatera menyentak Indonesia, perlu ada peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap bencana alam.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan bahwa masa depan pembangunan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari ketangguhan menghadapi bencana.
“Urusan bencana adalah urusan kita semua. Kita harus tangguh, bukan hanya manusianya, tapi juga alamnya, perusahaannya, masyarakatnya,” kata Pratikno di Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Ia menyebutkan bahwa apa yang sedang terjadi di sejumlah provinsi saat ini menjadi pengingat bahwa bencana bukan hanya peristiwa alam semata, melainkan peristiwa sosial yang berdampak luas.
Ribuan warga terdampak, akses jalan terputus, suplai beras dan logistik terganggu, hingga air bersih sulit didapat.
Pratikno menekankan pentingnya kolaborasi pentahelix, yakni pemerintah, dunia usaha, akademisi, media, dan masyarakat sipil. Model kolaborasi ini, menurutnya, menjadi fondasi untuk membangun ketangguhan nasional dalam menghadapi bencana yang semakin kompleks.
“Pemerintah butuh masukan, butuh dukungan, butuh kolaborasi. Kita harus sekuat tenaga mencegah bencana. Kalau bencana tidak bisa dihindari, kita harus punya mitigasi yang kuat,” jelas dia.
“Kita perlu kapasitas tanggap darurat yang kuat, dan kapasitas rehabilitasi serta rekonstruksi yang kuat,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa interaksi antara berbagai pihak tidak boleh terjadi hanya satu kali dalam setahun, tapi harus dilakukan secara berkelanjutan untuk memperkuat kesiapsiagaan bangsa menghadapi ancaman bencana.?
“Ini kerjaan kita bersama, bukan hanya pemerintah. Kami terus menerima masukan dari berbagai pihak untuk memperkokoh ketangguhan kita,” ujar Pratikno.
Terkait bagaimana membangun kewaspadaan atau
awareness
masyarakat, Pratikno menilai Indonesia memiliki banyak instrumen sosial yang dapat digerakkan. Salah satunya adalah lembaga pendidikan, yang ada di hampir semua desa.
Sekolah, katanya, dapat menjadi pusat edukasi kebencanaan yang efektif karena mampu menjangkau generasi muda dan komunitas lokal.
Selain itu, ia menyoroti peran besar lembaga keagamaan, yang memiliki jaringan luas dan kedekatan langsung dengan masyarakat.
“Lembaga keagamaan ada di seluruh Indonesia. Mereka memiliki forum, struktur, dan komunitas yang bisa menjadi mitra dalam membangun pemahaman kebencanaan,” jelasnya.
Forum-forum masyarakat lainnya, baik formal maupun informal juga disebut dapat berfungsi sebagai saluran edukasi dan mobilisasi. Dengan pendekatan multisektor inilah, Pratikno berharap ketangguhan masyarakat dapat ditingkatkan.
“Kami mengajak semua pihak untuk membangun masyarakat tangguh. Tidak cukup hanya pemerintah yang tangguh, tetapi masyarakat juga harus tangguh. Infrastruktur kita juga harus tangguh,” tegasnya.
Untuk meningkatkan kewaspadaan publik, Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, memastikan pihaknya juga memperkuat aksesibilitas informasi cuaca dan iklim melalui berbagai kanal komunikasi.
Peringatan dini berbasis dampak terus ditingkatkan kualitasnya agar masyarakat tidak hanya mengetahui potensi cuaca berbahaya, tetapi juga memahami kemungkinan dampak yang dapat ditimbulkan.
“Untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat, BMKG memperkuat penyampaian informasi cuaca dan iklim yang mudah diakses, meningkatkan kualitas peringatan dini berbasis dampak, serta memperluas edukasi publik melalui berbagai program literasi dan kolaborasi dengan pemerintah daerah dan lembaga terkait,” ungkap dia kepada
Kompas.com
, Rabu (3/12/2025).
BMKG juga memperluas edukasi publik melalui literasi kebencanaan, kerja sama dengan pemerintah daerah, sekolah, komunitas, hingga lembaga penanggulangan bencana.
“Informasi kami sampaikan secepat mungkin dan melalui banyak kanal, supaya masyarakat menerima peringatan tepat waktu dan mengetahui langkah antisipatif yang perlu dilakukan,” ujar Andri.
Andri mengatakan, meski informasi dan peringatan dini telah disampaikan secara rutin, kejadian banjir dan longsor masih sering menimbulkan korban jiwa dan kerugian besar.
Menurut Andri, hal ini menunjukkan bahwa tantangan utama bukan hanya pada penyebaran informasi, tetapi juga pada peningkatan pemahaman risiko dan kesiapsiagaan masyarakat dalam merespons peringatan tersebut.
“Faktanya, meskipun peringatan sudah keluar, masih banyak masyarakat yang belum memahami risiko atau belum melakukan langkah mitigasi yang diperlukan,” kata Andri.
Ke depan, BMKG menilai bahwa penguatan edukasi risiko, perencanaan tata ruang yang lebih adaptif, dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci mencegah jatuhnya korban dalam kejadian bencana hidrometeorologi yang cenderung meningkat frekuensinya.
“Tantangan ke depan tidak hanya pada aspek penyampaian informasi, tetapi juga pada peningkatan pemahaman risiko serta kesiapsiagaan masyarakat dalam merespons peringatan dini secara lebih efektif,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/04/6930fe2bcacad.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/04/69312e097f427.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2022/04/17/625bf55f0f3f8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/04/69312948d017c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/04/693102ae3a0e1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/04/6930f1120992e.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/04/6930e5b6f21eb.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)