Author: Gelora.co

  • Israel Gempur Rafah Meski Ada Gencatan Senjata

    Israel Gempur Rafah Meski Ada Gencatan Senjata

    GELORA.CO -Israel melancarkan serangan udara di Rafah, Gaza bagian selatan, pada Minggu, 19 Oktober 2025, meskipun kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas masih berlaku. 

    Serangan tersebut memicu kekhawatiran akan kembalinya kekerasan besar-besaran di wilayah yang telah porak-poranda akibat perang panjang.

    Menurut laporan penyiar publik Israel, KAN, serangan tersebut dilakukan setelah terjadi baku tembak antara pasukan Israel dan kelompok pejuang Hamas. 

    “Serangan diarahkan sebagai respons terhadap tembakan ke arah pasukan kami,” lapor KAN.

    Saluran Channel 12 mengklaim bahwa serangan terjadi setelah kendaraan militer Israel menjadi sasaran tembakan Hamas. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari Hamas terkait klaim tersebut.

    Gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran sandera antara Israel dan Hamas baru saja dicapai pekan lalu. Kesepakatan tersebut merupakan bagian dari rencana bertahap yang diajukan Presiden AS Donald Trump. 

    Tahap pertama mencakup pembebasan sandera Israel dengan imbalan pelepasan tahanan Palestina.

    Rencana tersebut juga mencakup pembangunan kembali Gaza dan pembentukan mekanisme pemerintahan baru tanpa kehadiran Hamas.

    Sejak perang meletus pada Oktober 2023, lebih dari 68.100 orang tewas dan 170.200 lainnya terluka di Gaza, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza.

  • Pengemudi Pajero Sirene Tot Tot Wuk Wuk Ditangkap, Ternyata Pakai Pelat Palsu

    Pengemudi Pajero Sirene Tot Tot Wuk Wuk Ditangkap, Ternyata Pakai Pelat Palsu

    GELORA.CO  – Polisi menangkap pengemudi mobil Mitsubishi Pajero yang viral di media sosial karena menggunakan sirene di jalan. Hal tersebut menjadi ramai diperbincangkan karena mobil yang menggunakan pelat nomor palsu ini membunyikan sirene saat lalu lintas macet.

    Melalui akun X resmi Divisi Propam Polri, disebut bahwa pengemudi mobil tersebut bukanlah anggota kepolisian. 

    “Terkait kejadian tersebut dapat kami klarifikasi, pengemudi Pajero hitam berpelat Polri tersebut bukan anggota Polri. Setelah dilakukan pengecekan, pelat yang digunakan palsu dan tidak terdaftar di data base Polri,” tulis Divpropam Polri dalam postingannya dikutip, Minggu (19/10/2025).

    Polisi juga menangkap pengemudi mobil tersebut. Hal ini dilakukan agar kenyamanan pengguna jalan tetap terjaga.

    “Saat ini kendaraan dan pengemudi sudah kami amankan untuk diproses lebih lanjut. Langkah ini dilakukan guna menjaga kenyamanan pengguna jalan & mencegah penyalahgunaan atribut kepolisian,” tuturnya.

    Sebelumnya, dalam unggahan yang viral di media sosial menunjukkan pengemudi Pajero menggunakan sirene ‘tot tot wuk wuk’ di tengah jalanan yang macet. Pengemudi itu juga terlihat menggunakan pelat mobil polisi.

    “Hayang diviralinnya? Enggak usah kaya gitu,” ucap pengemudi itu dalam video yang beredar

  • Utang Kereta Cepat Bukti Jokowi Tak Pernah Mau Dengar Nasihat

    Utang Kereta Cepat Bukti Jokowi Tak Pernah Mau Dengar Nasihat

    GELORA.CO -Utang Kereta Cepat Bukti Jokowi Tak Pernah Mau Dengarkan Nasihat

    rmol.id Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan menilai, saat ini merupakan momentum yang tepat bagi aparat penegak hukum untuk memeriksa mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

    Menurut Syahganda, ada banyak kejanggalan sejak awal proyek ini dimulai, terutama dalam konteks geopolitik dan kebijakan ekonomi yang dinilainya sangat dipengaruhi oleh kepentingan Cina.

    “Kita harus lihat kapan Menteri Purbaya mengumumkan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto tidak mau menanggung utang kereta cepat. Ini kan baru kemarin, tapi apa kejadian besar sebelum kemarin? Yaitu Presiden Prabowo bertemu dengan Presiden Trump di Mesir,” kata Syahganda lewat kanal Youtube Forum Keadilan TV, Minggu, 19 Oktober 2025.

    “Kita harus lihat kapan Menteri Purbaya mengumumkan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto tidak mau menanggung utang kereta cepat. Ini kan baru kemarin, tapi apa kejadian besar sebelum kemarin? Yaitu Presiden Prabowo bertemu dengan Presiden Trump di Mesir,” kata Syahganda lewat kanal Youtube Forum Keadilan TV, Minggu, 19 Oktober 2025.

    Ia menilai, pertemuan antara Presiden Prabowo dengan Donald Trump di KTT Gaza menjadi sinyal penting dalam perubahan arah geopolitik Indonesia. 

    “Dengan dia bertemu dengan Trump dan dihormati di KTT Gaza, mungkin di mata Donald Trump sekarang Prabowo sudah lebih hebat, bahkan lebih dekat dibandingkan Presiden Turki. Jadi keseimbangan politik juga harus dilakukan,” ujarnya.

    Syahganda berpendapat, keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menolak pembayaran utang proyek KCJB dari APBN merupakan pesan tegas bahwa pemerintahan Prabowo ingin menata ulang ketergantungan terhadap proyek-proyek Cina.

    “Geopolitik ini kan selama ini Indonesia dikuasai Cina, proyek-proyek Cina semua. Mungkin itu ada keinginan Presiden Prabowo untuk menunjukkan bahwa dia dalam konteks proyek Cina ini ingin menetralkan posisi Indonesia,” tutur Syahganda.

    Ia menyebut proyek KCJB sebagai “jebakan utang Cina” yang sejak awal penuh kejanggalan. Syahganda mengulas, dulu proposal untuk kereta cepat datang dari Jepang dan sudah mengadakan studi kelayakan.

    “Tapi tiba-tiba masuk Cina entah bagaimana dan kapan buat proposalnya. Dibangun seolah lebih murah, tapi tanpa proses yang transparan,” jelasnya.

    Lebih jauh, Syahganda mengingatkan bahwa kritik terhadap proyek kereta cepat bukan hal baru. Ia menyinggung sikap Ferry Juliantono yang kini menjabat Menteri Koperasi yang sejak awal sudah menolak proyek tersebut karena dianggap merusak lingkungan.

    “Dulu Ferry Juliantono yang waktu itu Ketua Gerindra Jawa Barat, berkali-kali demonstrasi menolak proyek ini karena dinilai merusak lingkungan. Dari sisi geopolitik juga orang bertanya, kenapa titiknya harus di Halim, markas elitenya TNI AU? Apakah intelijen China memang ingin menguasai area itu? Itu kan sudah jadi perdebatan sejak awal,” ungkapnya.

    Menurut Syahganda, segala peringatan dan nasihat terhadap Jokowi sebenarnya sudah disampaikan jauh hari. 

    “Pengamat sudah menasihati, tapi Pak Jokowi tidak mau dinasihati,” pungkasnya.

  • Ada yang Mulai Buang Badan

    Ada yang Mulai Buang Badan

    GELORA.CO – Pernyataan blak-blakan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan soal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) memantik reaksi tajam dari mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu.

    Lewat akun media sosial pribadinya, Said Didu menyindir keras pernyataan Luhut yang mengaku proyek kereta cepat “sudah busuk sejak awal”.

    “Hahaha, ada yang mulai buang badan,” tulisnya singkat seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Minggu, 19 Oktober 2025.

    Sebelumnya, Luhut dalam sebuah forum di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025, secara terbuka menyebut proyek KCJB sudah bermasalah jauh sebelum dirinya menangani. Ia bahkan menyebut proyek itu harus “diselamatkan” dengan audit menyeluruh.

    “Saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya nerima sudah busuk itu barang. Lalu kita coba perbaiki, kita audit, BPKP ikut, kemudian kita berunding dengan China,” kata Luhut.

    Pernyataan tersebut memunculkan gelombang respons di publik. Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menilai, ucapan Luhut justru membuka tabir lama soal pengelolaan proyek strategis nasional di masa pemerintahan sebelumnya.

    “Pernyataan Luhut justru membuka tabir ‘busuk’ pemerintahan sebelumnya,” tulis Hensat di akun X.

    Proyek KCJB yang kini dikenal dengan nama Whoosh itu sejak awal menuai kritik tajam. Mulai dari pembengkakan biaya, skema pinjaman luar negeri, hingga jaminan pemerintah yang dinilai membebani keuangan negara.

    Proyek sepanjang 142 kilometer itu melintasi sejumlah wilayah di Jawa Barat, termasuk Purwakarta, Bandung Barat, dan Kota Bandung. Warga sekitar berharap proyek bernilai ratusan triliun ini benar-benar memberi manfaat ekonomi, bukan sekadar menjadi simbol politik yang sarat masalah. 

  • Soal Utang Kereta Cepat, Rocky Gerung Sebut Jokowi Makin Sulit Menghindar dari Tuduhan Mark-up

    Soal Utang Kereta Cepat, Rocky Gerung Sebut Jokowi Makin Sulit Menghindar dari Tuduhan Mark-up

    GELORA.CO – Akademisi dan pengamat politik, Rocky Gerung, menilai Mantan Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi kini berada di posisi yang kian terjepit. 

    Hal itu setelah rentetan kontroversi yang menyelimuti masa jabatannya selama dua periode (2014-2024).

    Kini diperparah dengan sengkarut utang ratusan triliun rupiah proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

    Bahkan, menurut Rocky, Jokowi telah mengalami apa yang disebut dalam filsafat Jawa sebagai ‘kelangan pulung’.

    Kehilangan wahyu atau kekuatan untuk membaca “tanda-tanda alam” bahwa masa kekuasaannya telah berakhir dan dia tak lagi memiliki imunitas politik.

    “Di dalam filsafat Jawa kita sebut ada seseorang yang kehilangan pulung, tidak lagi punya kemampuan untuk membaca tanda-tanda zaman atau tanda-tanda alam. Dan itu yang sedang terjadi pada Pak Jokowi sebagai mantan presiden,” papar Rocky dalam tayangan video yang diunggah di kanal YouTube Rocky Gerung Official, Sabtu (18/10/2025).

    Mantan pengajar filsafat di Universitas Indonesia (UI) itu memprediksi, Jokowi tak akan bisa menikmati masa pensiun dengan tenang. 

    Sebab, publik kini semakin gencar menguliti satu per satu “dosa” atau skandal yang terjadi selama 10 tahun pemerintahannya.

    “Pada akhirnya dia tidak bisa tidur nyenyak, karena setiap hari emak-emak, BEM, netizen membongkar kembali skandal-skandal yang pernah terjadi selama 10 tahun kepresidenan beliau,” tegas Rocky.

    Skandal yang dimaksud Rocky tak hanya meliputi polemik keabsahan ijazah S1 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jokowi.

    Tapi juga kontroversi pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai Calon Wakil Presiden RI di Pilpres 2024, yang dianggapnya sebagai ‘penyelundupan hukum.’

    Namun, sengkarut utang proyek kereta cepat Whoosh-lah yang dinilai Rocky menjadi “titik sorot” terbaru yang membuat Jokowi semakin sulit untuk berkelit dari sorotan dan tudingan publik.

    Rocky Gerung menyoroti keputusan kontroversial Jokowi pada 2015 yang tiba-tiba berpaling dari mitra utama Jepang (JICA) ke China (KCIC) untuk proyek ini. 

    Padahal, Jepang menawarkan skema pinjaman dengan bunga sangat rendah (0,1 persen) dan tenor 40 tahun, dengan estimasi biaya proyek lebih masuk akal ($5-6,2 miliar).

    Sebaliknya, China menawarkan skema $5 miliar dengan bunga lebih tinggi (2-3,4 persen), namun kini proyek Whoosh membengkak hingga $7,27 miliar (sekitar Rp120,38 triliun). 

    Peralihan mitra ini juga menyebabkan Ignasius Jonan, yang saat itu menjabat Menteri Perhubungan, dipecat setelah menolak.

    “Tetapi, ada hal yang hari-hari ini menjadi titik sorot pembicaraan, yaitu soal kereta api cepat, dan terlihat bahwa agak sulit Pak Jokowi untuk menghindar dari sebut saja tuduhan publik bahwa beliau melakukan mark-up,” ujar pendiri Tumbuh Institute ini.

    Dugaan mark-up ini semakin menguat setelah Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM RI (Menkopolhukam), Mahfud MD, blak-blakan mengungkap kejanggalan biaya proyek Whoosh.

    Mahfud menyebut, berdasarkan informasi terpercaya yang didapatnya, perhitungan biaya Whoosh per 1 kilometer oleh pihak Indonesia mencapai $52 juta AS, jauh lebih tinggi, hampir tiga kali lipat—dari hitungan China yang hanya $17-18 juta AS.

    “Ini yang menaikkan siapa, uangnya ke mana,” tanya Mahfud, mendesak agar kasus Whoosh segera diselidiki. Beban utang Whoosh, yang bunga tahunannya saja diperkirakan Rp2 triliun, kini menjadi warisan pahit yang harus ditanggung negara, sekaligus memperparah citra Jokowi di mata publik.

    Jokowi Dinilai Terlalu Memaksa

    Rocky Gerung juga menyebut, dari polemik Whoosh ini, Jokowi terlalu memaksakan proyek tanpa izin pada masyarakat Indonesia.

    Hal ini dilihat dari urgensi Whoosh yang sebenarnya tidak terlalu mendesak, hingga akhirnya ketika terus berjalan, proyek tersebut justru membawa beban utang yang tidak kecil.

    “Sudah bertahun-tahun dibahas, apa pentingnya kereta cepat itu untuk mempercepat pergerakan masyarakat dari Bandung ke Jakarta, atau sebaliknya, dalam skala yang cuma beda setengah jam,” tutur Rocky.

    “Bahkan, mereka yang berbisnis merasa lebih mending naik mobil saja. Jadi, ada kalkulasi yang salah, yang menyebabkan kereta itu jadi beban utang, kita mesti bayar utang ke China.”

    “Sekali lagi, sebetulnya kereta cepat ini akhirnya skandal, karena tidak dilakukan dengan kehati-hatian, hingga sekarang dia [Whoosh] rugi.”

    “Jadi, kerugian itu harusnya dianggap sebagai ketidakcermatan pembuatan kebijakan, yang juga bisa kesengajaan.”

    “Mark-up tanpa konsultasi dengan DPR misalnya, yang sifatnya Business to Business akhirnya negara terlibat kalau dia bangkrut.”

    “Jadi, sekarang Jokowi memang dalam sorotan publik bukan karena sekadar perilaku politiknya, tetapi juga kecenderungan untuk memaksakan tanpa minta izin pada rakyat.”

    Namun, proyek Whoosh saat ini menuai sorotan lantaran utangnya yang mencapai Rp116 triliun menjadi beban berat bagi BUMN Indonesia, terutama PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemimpin konsorsium PSBI.

    Utang proyek Whoosh dinilai bagai bom waktu, membawa beban yang membuat PT KAI dan konsorsium BUMN yang terlibat kewalahan menanggung kerugian.

    Proyek yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp19,54 triliun, dari biaya awal yang direncanakan 6,07 miliar dollar AS.

    Sehingga, total investasi proyek Whoosh mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp116 triliun.

    Untuk membiayai investasi 7,2 miliar dollar AS pada proyek ini, 75 persen di antaranya didapat dari pinjaman China Development Bank.

    Sementara sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan dari PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

    Whoosh, yang notabene merupakan program yang dibangga-banggakan oleh Jokowi, jelas memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero).

    Utang untuk pembiayaan proyek Whoosh membuat PSBI mencatat kerugian senilai Rp1,625 triliun pada semester I-2025.

    Karena menjadi lead konsosrium PSBI, maka PT KAI (Persero) menanggung porsi kerugian paling besar, yakni Rp951,48 miliar per Juni 2025, jika dibanding tiga BUMN anggota konsorsium PSBI lainnya.

    Sehingga, beban yang ditanggung PT KAI (Persero) begitu berat, baik dalam bentuk biaya operasional kereta cepat maupun pengembalian utang.

    Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin bahkan menyebut besar utang proyek Whoosh ini bagai bom waktu, sehingga pihaknya akan melakukan koordinasi dengan BPI Danantara untuk menanganinya.

    “Kami akan koordinasi dengan Danantara untuk masalah KCIC ini, terutama kami dalami juga. Ini bom waktu,” ujar Bobby dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

  • Tayangan Soal Pesantren Berbuntut Panjang, Banser NU Ancam Gorok Leher Karyawan Trans7

    Tayangan Soal Pesantren Berbuntut Panjang, Banser NU Ancam Gorok Leher Karyawan Trans7

    GELORA.CO –  Polemik tayangan di Trans7 yang dianggap menghina pesantren dan kyai kini berbuntut panjang.

    GP Ansor dan Banser menjadi salah satu pihak yang menyatakan tidak terima dengan narasi Trans7 tentang feodalisme di pesantren.

    Organisasi masyarakat itu lantas melakukan demonstrasi di depan kantor Trans7 yang berlokasi di kawasan Tendean, Jakarta Selatan.

    Dalam orasinya, perwakilan GP Ansor menilai tayangan pada program televisi swasta itu telah memframing negatif kyai dan pesantren.

    “Tugas Ansor dan Banser adalah menjaga kyai ulama dan pondok pesantren. Apabila ada kyai ulama kita yang dihina, maka Andor dan Banser akan menjadi garda terdepan,” katanya dikutip dari akun X @lobaKaheureui pada Sabtu, 18 Oktober 2025.

    Mereka juga mengatakan bahwa sejak dahulu anggota GP Ansor dan Banser telah ikut berjuang dalam kemerdekaan bangsa.

    Oleh sebab itu, ia menilai karyawan Trans7 saat ini dapat bekerja dengan nyaman karena hasil dari perjuangan anggota ormas tersebut.

    “Saudara-saudara Trans7 yang masih muda-muda, kalian ingat sejarah. Sudah ribuan anak Ansor dan Banser tewas memperjuangkan republik ini. Kalian ada karena adanya Nahdlatul Ulama,” ujarnya.

    Pihak GP Ansor dan Banser kemudian melontarkan ancaman dengan mangatakan siap menggorok leher para pekerja di stasiun televisi tersebut.

    “Jangan sampai kader-kader Banser menggorok leher kalian,” tegasnya. (*)

  • Gerakan Menyerang NU Dinilai Sistemik dan Terkoodinir

    Gerakan Menyerang NU Dinilai Sistemik dan Terkoodinir

    GELORA.CO -Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Islah Bahrawi, menilai upaya memecah belah Nahdlatul Ulama (NU) yang belakangan terjadi bukanlah kejadian spontan, melainkan gerakan sistemik yang terkoordinir. 

    Ia bahkan menyebut pola serangan ini muncul dalam berbagai bentuk, baik dari kalangan internal maupun eksternal NU, dengan motif yang berbeda-beda.

    “Sudah sering saya katakan, gerakan menyerang NU ini sistemik dan terkoordinir,” ujar Islah Bahrawi lewat akun X miliknya, Minggu, 19 Oktober 2025.

    Menurutnya, bila agitasi tersebut berasal dari kalangan internal, maka besar kemungkinan berkaitan dengan ambisi politik menjelang Muktamar NU 2027. 

    Sementara jika datang dari pihak luar, pola serangannya justru lebih agresif dan dibungkus dengan narasi kepedulian palsu terhadap NU.

    “Kalau dari eksternal biasanya dari mereka yang mengaku peduli NU tapi rajin menyerang NU, padahal bukan Nahdliyin,” tegas Islah.

    Ia menjelaskan, serangan dari sesama umat Islam biasanya datang dari kelompok yang selama ini merasa agendanya terhalang oleh sikap NU yang lebih moderat, inklusif, dan toleran.

    Namun, jika serangan tersebut datang dari pihak non-Muslim, Islah menilai penyebabnya lebih pada kesalahpahaman tentang peran NU dalam sejarah kebangsaan.

    “Kalau dari non-Islam, mungkin karena tidak paham saja, bahwa NU adalah pembela kelompok minoritas sejak dulu. Mereka tidak bisa membedakan antara NU dan FPI,” ujarnya.

    Dengan nada satir, Islah menambahkan, bila serangan terhadap NU tidak berasal dari semua pihak tersebut dan dilakukan oleh akun anonim, maka motifnya kemungkinan sederhana saja yaitu demi kepentingan ekonomi pribadi.

    “Jika serangan itu tidak berasal dari semua itu — dan apalagi anonim — pasti karena demi beras dan lauk pauk,” tutupnya

  • Segera Audit Whoosh agar Tak Jadi Isu Politis

    Segera Audit Whoosh agar Tak Jadi Isu Politis

    GELORA.CO -Aparat Penegak hukum baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan Agung (Kejagung) harus melakukan penyelidikan terhadap perencanaan dan pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh untuk menghindari persoalan tersebut tidak berkembang menjadi wacana politis yang kontraproduktif.

    Menurut Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98 alias Siaga 98, Hasanuddin, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak sepatutnya dilihat secara negatif dan politis.

    “Pembangunan infrastruktur transportasi strategis ini merupakan bagian dari upaya modernisasi sistem mobilitas nasional, yang pada dasarnya bertujuan mempercepat konektivitas, menekan biaya logistik, serta mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah,” kata Hasanuddin kepada RMOL, Minggu, 19 Oktober 2025.

    Hasanuddin mengatakan, penting untuk membedakan antara substansi pembangunan infrastruktur strategis dengan dugaan kelemahan dalam perencanaan dan pembiayaan proyek. Jika terdapat indikasi perencanaan keuangan yang tidak profesional, penuh intervensi, atau menyebabkan pembengkakan biaya, maka hal tersebut harus diselesaikan secara akuntabel melalui evaluasi menyeluruh dan audit investigatif yang independen.

    “Untuk menghindari agar persoalan ini tidak berkembang menjadi wacana politis yang kontraproduktif, sebaiknya KPK atau Kejaksaan melakukan penyelidikan dan evaluasi mendalam terhadap aspek perencanaan dan pembiayaan proyek,” terang Hasanuddin.

    Langkah tersebut kata Hasanuddin sangat penting untuk memastikan transparansi, menegakkan prinsip akuntabilitas publik, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proyek nasional berskala besar.

    Sementara itu, pemenuhan kewajiban utang dan pengelolaan finansial proyek dapat ditangani secara profesional oleh pihak pengelola, BP BUMN dan Danantara sebagai institusi yang memiliki kapasitas serta mandat dalam menata kembali struktur keuangan proyek strategis negara.

    “Kritik terhadap aspek tata kelola keuangan tidak boleh mengaburkan nilai strategis proyek ini bagi masa depan transportasi Indonesia,” tutur Hasanuddin.

    Hasanuddin menilai, kereta cepat Whoosh tetap merupakan pencapaian besar yang dapat menjadi tonggak kemajuan teknologi dan transportasi nasional, asalkan ke depan dikelola dengan profesional, transparan, dan berorientasi pada kepentingan publik.

    “Dengan demikian, sikap yang proporsional dan konstruktif sangat dibutuhkan, agar proyek ini tidak terjebak dalam pusaran politisasi, melainkan menjadi simbol kemajuan dan pembelajaran menuju tata kelola pembangunan nasional yang lebih baik,” pungkas Hasanuddin. 

  • Luhut Mulai Buang Badan Akui Proyek Kereta Cepat ‘Busuk’ Sejak Awal

    Luhut Mulai Buang Badan Akui Proyek Kereta Cepat ‘Busuk’ Sejak Awal

    GELORA.CO -Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan secara blak-blakan mengakui bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh sudah bermasalah sejak awal pelaksanaannya.

    Dalam pernyataannya yang disampaikan di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025, Luhut menggambarkan kondisi proyek yang ia warisi itu sebagai sesuatu yang sudah “busuk” dan harus segera diselamatkan melalui audit menyeluruh.

    “Saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya nerima sudah busuk itu barang. Lalu kita coba perbaiki, kita audit, BPKP ikut, kemudian kita berunding dengan China,” ujar Luhut.

    Pernyataan jujur namun tajam itu sontak memancing berbagai reaksi publik. Salah satunya datang dari mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, yang menanggapinya dengan sindiran tajam.

    “Hahaha, ada yang mulai buang badan,” tulis Said Didu lewat akun media sosial pribadinya, menanggapi pernyataan Luhut.

    Di sisi lain, analis komunikasi politik Hendri Satrio menilai pernyataan Luhut justru membuka tabir lama tentang bagaimana proyek strategis nasional itu dikelola di masa pemerintahan sebelumnya.

    “Pernyataan Luhut justru membuka tabir ‘busuk’ pemerintahan sebelumnya,” kata Hensat di akun X.

    Proyek kereta cepat Whoosh sejak awal memang menuai sorotan tajam, mulai dari pembengkakan biaya, skema pinjaman luar negeri, hingga jaminan pemerintah yang sempat memicu perdebatan publik.

    Kini, dengan pengakuan Luhut tersebut, publik menanti langkah konkret pemerintah dalam menuntaskan audit dan memastikan proyek bernilai ratusan triliun itu benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat, bukan sekadar menjadi monumen politik yang sarat masalah. 

  • KPK Tak Usah Tunggu Laporan Jika Serius Selidiki Kasus Whoosh

    KPK Tak Usah Tunggu Laporan Jika Serius Selidiki Kasus Whoosh

    GELORA.CO -Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta dirinya membuat laporan terkait dugaan mark up proyek kereta cepat Whoosh sebagai hal yang janggal.

    Mahfud menegaskan bahwa dalam hukum pidana, aparat penegak hukum seharusnya langsung melakukan penyelidikan jika menerima informasi adanya dugaan tindak pidana, bukan justru menunggu laporan masyarakat.

    “Agak aneh ini, KPK meminta saya melapor tentang dugaan mark up Whoosh. Di dalam hukum pidana, jika ada informasi tentang dugaan peristiwa pidana mestinya aparat penegak hukum langsung menyelidiki, bukan minta laporan,” ujar Mahfud lewat akun X miliknya, seperti dikutip redaksi Minggu, 19 Oktober 2025.

    Ia menambahkan, laporan baru diperlukan jika aparat belum mengetahui adanya peristiwa yang diduga pidana. Namun, bila informasi sudah terbuka di publik, seharusnya KPK bisa langsung menindaklanjuti.

    Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi itu juga menyebut bahwa KPK melakukan kekeliruan kedua, karena menganggap dirinya sebagai sumber awal isu mark up proyek Whoosh. Padahal, isu tersebut pertama kali diangkat oleh Nusantara TV melalui program “Prime Dialog” edisi 13 Oktober 2025, yang menghadirkan narasumber Agus Pambagyo dan Antony Budiawan.

    “Yang berbicara soal kemelut Whoosh itu sumber awalnya bukan saya. Seperti saya sebut di podcast TERUS TERANG, yang awalnya menyiarkan itu adalah Nusantara TV dengan narasumber Agus Pambagyo dan Antony Budiawan,” jelas Mahfud.

    Mahfud menegaskan, semua yang ia sampaikan di podcast-nya bersumber dari siaran resmi Nusantara TV tersebut. Ia bahkan siap membantu KPK menelusuri informasi itu dengan menunjukkan tayangan aslinya.

    “Jadi jika memang berminat menyelidiki Whoosh, KPK tak usah menunggu laporan dari saya. Panggil saja saya, dan saya akan tunjukkan siaran dari Nusantara TV. Setelah itu panggil Nusantara TV, Antoni Budiawan, dan Agus Pambagyo untuk dimintai keterangan,” katanya.

    Ia menutup pernyataannya dengan sindiran halus terhadap lembaga antirasuah yang bermarkas di Kuningan, Jakarta Selatan itu. 

    “Aneh jika lembaga sebesar KPK tidak tahu bahwa Nusantara TV sudah menyiarkan masalah tersebut sebelum saya 

    membahasnya di podcast TERUS TERANG,” pungkas Mahfud