Author: Gelora.co

  • Dikabarkan Tolak Dampingi Korban Penembakan di Tol Tangerang-Merak, Kapolsek Cinangka Buka Suara

    Dikabarkan Tolak Dampingi Korban Penembakan di Tol Tangerang-Merak, Kapolsek Cinangka Buka Suara

    GELORA.CO  – Insiden penembakan yang mengerikan terjadi di Rest Area KM 45 Jalan Tol Tangerang-Merak, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang.

    Seorang pria bernama IAR (48) yang diketahui sebagai bos rental mobil tewas  ditembak di bagian dada dan melukai seorang lainnya, R (59).

    Kedua korban dilaporkan sedang berusaha mengambil mobil rental mereka yang telah dibawa kabur oleh komplotan pelaku.

    Sebelumnya akan mengambil mobil, korban ternyata ke Mapolsek Cinangka untuk mendapatkan pendampingan namun disebut-sebut polisi menolak.

    Kabar miring ini akhirnya ditanggapi Kapolsek Cinangka, AKP Asep Iwan Kurniawan.

    Ia memberikan klarifikasi terkait tuduhan itu.

    Asep menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak benar dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada malam kejadian.

    Asep menegaskan bahwa tuduhan mengenai penolakan pendampingan itu berasal dari kesalahpahaman.

    “Kami tidak pernah menolak permintaan pendampingan. Yang terjadi adalah kami menanyakan dokumen kepemilikan mobil yang dimaksud.,” katanya.

    Pihak kepolisian, kata dia tidak dapat langsung memberikan bantuan karena korban tidak membawa dokumen kepemilikan yang sah.

    Menurut AKP Asep, pihaknya harus berhati-hati untuk menghindari kemungkinan tuduhan atau masalah hukum di kemudian hari.

    “Kami tidak mau gegabah, karena untuk leasing harus ada putusan pengadilan atau minimal dokumen kepemilikan yang sah,” jelasnya.

    Ia juga mengungkapkan, bahwa meskipun pihaknya menawarkan untuk membantu membuat laporan kepolisian, korban tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta.

    Kapolsek Asep meminta masyarakat memahami bahwa pihaknya berkomitmen untuk mengikuti prosedur yang benar demi keadilan dan keamanan.

    Pihak kepolisian kini sedang melakukan pengejaran terhadap pelaku yang melarikan diri setelah insiden tersebut.

    Kasus ini masih dalam penyelidikan, dan polisi berjanji untuk terus mengungkap fakta-fakta terkait insiden penembakan maut ini.

    Pihak kepolisian masih mendalami kasus ini dan belum bisa memastikan jumlah pasti pelaku penembakan. 

    Namun, diketahui bahwa pelaku melakukan aksi tembakan menggunakan kendaraan. 

    Polisi memastikan pelaku menggunakan mobil jenis SUV. 

    Diduga Terkait Penggelapan Mobil

    Kasat Reskrim Polresta Tangerang, Kompol Arief Nazarudin, mengungkapkan bahwa korban IA, yang tewas dalam insiden tersebut, merupakan bos rental mobil. 

    Penembakan diduga merupakan buntut dari kasus penggelapan mobil rental milik korban. 

    Berdasarkan keterangan saksi, pelaku sempat menyewa mobil Honda Brio yang digelapkan, dan korban IA beserta R melacak keberadaan mobil tersebut.

    Setelah pelaku diketahui berada di rest area Km 45, kedua pihak sempat terlibat kejar-kejaran sebelum akhirnya terjadi penghadangan dan penembakan brutal. 

    Polisi mengatakan bahwa pelaku menembakkan lima peluru ke arah korban.

    Selongsong Peluru

    Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk selongsong peluru berkaliber 9 mm dan mobil Honda Brio milik korban yang ditemukan di lokasi kejadian. 

    Saat ini, pihak kepolisian masih melakukan pengejaran terhadap pelaku penembakan yang telah melarikan diri setelah insiden tersebut.

    Menurut keterangan polisi, mobil rental milik korban telah berpindah tangan sebelum kejadian. 

    Pelaku bukanlah penyewa mobil tersebut, melainkan pihak lain yang diduga terlibat dalam penggelapan.

    Kasus ini masih dalam penyelidikan, dan polisi berjanji akan terus mengungkap fakta-fakta terkait insiden penembakan maut ini

  • Selain Harvey Moeis, Siapa Lagi yang Harus Bayar Kerusakan Lingkungan Rp271 Triliun di Kasus Timah?

    Selain Harvey Moeis, Siapa Lagi yang Harus Bayar Kerusakan Lingkungan Rp271 Triliun di Kasus Timah?

    GELORA.CO  – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutannya yang dibacakan di persidangan telah menuntut terdakwa Harvey Moeis dengan pidana 12 tahun penjara akibat keterlibatannya dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan keuangan negara Rp 300.003.263.938.131,14 (Rp300 triliun).

    Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

    Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

    Selain itu, jaksa juga mengungkapkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan mencapai Rp271 triliun berdasarkan hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

    Selain itu, JPU, juga menuntut Harvey membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    Namun demikian, majelis hakim di pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara kepada Harvey dengan pidana 6,5 tahun penjara.

    Selain itu, Harvey juga divonis pidana denda sebesar Rp 1 miliar dimana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

    Harvey juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.

    Vonis itu pun memicu kontroversi di publik.

    Sejumlah tokoh bahkan mempertanyakan vonis yang dinilai terlalu ringan jika dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan.

    Bahkan ada juga yang mempertanyakan mengapa jaksa hanya menuntut Harvey mengganti rugi sebesar Rp210 miliar mengingat kerugian negara yang dihasilkan akibat perubatannya dan sejumlah pihak lainnya mencapai sekira Rp300 triliun.

    Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan tersebut?

    Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khsusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah pun mengakui ada kesimpangsiuran terkait pembebanan uang pengganti kerugian negara Rp300 triliun itu.

    Ia menjelaskan ada tiga klaster perbuatan yang mengakibatkan kerugian.

    Pertama, kata dia, mengenai adanya kerja sama sewa alat atau smelter pihak swasta dengan PT Timah. 

    Kedua, lanjutnya, adanya perbuatan tentang transaksi timah dari PT Timah yang dilakukan penjualan oleh pihak swasta. 

    Ketiga, adalah terkait kerugia lingkungan akibat kerusakan ekosistem.

    Terkait kerusakan ekosistem, ungkapnya, hakim sependapat bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup ini adalah kerugian negara dalam kualifikasi tindak pidana korupsi.

    Namun, hal yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang menanggung kerugian kerusakan lingkungan hidup tersebut.

    Oleh karena itu, ujarnya, berdasarkan alat bukti, penyidik memastikan peran dan berapa uang yang diterima masing-masing tersangka. 

    Ia mengatakan, hal itulah yang menjadi pertimbangan bagi jaksa penuntut umum untuk melakukan pembebanan uang pengganti.

    Hal itu disampaikannya saat konferensi pers usai rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga terkait Desk Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola di Kantor Kejaksaan Agung RI di Jakarta pada Kamis (2/1/2025).

    “Oleh karena itu, hasil ekspose, Jaksa Agung memutuskan bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup ini akan kita bebankan kepada perusahaan-perusahaan seusai dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh masing-masing perusahaan tersebut. Dan itu juga sudah ada dalam putusan pengadilan,” kata Febrie.

    Korporasi atau perusahaan tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Binasentosa (SB), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Internusa (TIN), dan PT Venus Inti Perkasa (VIP).

    Kejaksaan pun telah menetapkan kelima perusahaan tersebut menjadi tersangka korporasi dalam kasus itu.

    Ia pun merinci pembebanan kerusakan lingkungan kepada kelima perusahaan itu berdasarkan alat bukti maupun keterangan ahli yang dilalukan pembuktian di persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum dan disetujui dalam putusan hakim.

    Berikut ini rinciannya:

    1.  PT RBT sebesar Rp38,5 triliun.

    2.  PT SB Rp23,6 triliun

    3.  PT SIP Rp24,3 triliun.

    4.  PT TIN Rp23,6 triliun.

    5.  PT VIP Rp42,1 triliun.

    “Ini jumlahnya sekitar Rp152 triliun. Sisanya dari Rp271 triliun yang telah diputuskan oleh hakim dan itu menjadi kerugian negara, ini sedang dihitung oleh BPKP,” ujar Febrie.

    “Siapa yang bertanggung jawab tentunya akan kita tindak lanjuti dan tentunya akan segera kita sampaikan ke publik,” pungkasnya.

    Untuk Perbaiki Lingkungan 

    Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam kesempatan yang sama menjelaskan titik kerugian yang paling besar dalam kasus tersebut adalah kerusakan lingkungan.

    Ia pun bersyukur kerusakan lingkungan itu dapat dibuktikan oleh jaksa di dalam persidangan mengingat biasanya sangat sulit untuk membuktikan hal tersebut.

    “Kita bersyukur bahwa kerusakan lingkungan yang selama ini tidak tertanggulangi, Insyaallah dana ini apabila nanti bisa kita ambil dan kita bisa gunakan untuk perbaikan-perbaikan lingkungan,” kata  Burhanuddin.

    “Kalau teman-teman, misalnya untuk Timah datanglah ke Bangka lihat dari pesawat di bawah itu begitu rusak lingkungan itu. Itulah insyaallah dengan Dana dana yang ada apabila nanti dapat bisa dikembalikan kepada pemerintah untuk perbaikan lingkungan akibat dari pertambangan-pertambangan ini,” sambung dia.

    Rincian Kerugian Lingkungan

    Kejaksaan menggandeng Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo untuk menghitung kerugian kerusakan lingkungan akibat pada kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.

    Untuk menghitung hal tersebut sejumlah instrumen dan metode digunakan, di antaranya melalui citra satelit maupun verifikasi ke lapangan.

    Berdasarkan hal itu, ditemukan total luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung adalah 170.363.064 hektar.

    Namun, luas galian yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya 88.900,462 hektar.

    Sedangkan luas galian yang tidak mempunyai izin mencapai 81.462,602 hektar. 

    Penghitungan kemudian dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan.

    Perhitungan dilakukan dengan membagi kerugian lingkungan di kawasan hutan dan luar kawasan hutan.

    Hasilnya, kerugian kerusakan lingkungan yang ditimbulkan mencapai Rp 271.069.688.018.700 (Rp 271,06 triliun). 

    Jumlah tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan (ekologi) Rp 157,83 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,27 miliar, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5,26 triliun.

    Sehingga subtotalnya Rp 223,36 triliun. 

    Sedangkan kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL) yakni biaya kerugian lingkungan Rp 25,87 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 6,62 triliun.

    Sehingga subtotalnya Rp 47,70 triliun.

    Baca juga: Komentari Harvey Moeis Korupsi Rp 300 T Cuma Divonis 6,5 Tahun, Mahfud MD: Duh Gusti, Bagaimana Ini?

    Bila semua digabung kawasan hutan dan luar kawasan hutan, maka total kerugian akibat kerusakan lingkungan itu mencapai Rp 271,06 triliun

  • Imbauan Presiden, Bukan Bentuk Intervensi

    Imbauan Presiden, Bukan Bentuk Intervensi

    GELORA.CO  – Mahkamah Agung RI (MA) merespons pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang meminta sejatinya ada penegakan hukum yang tegas terhadap koruptor yang merugikan negara dalam jumlah besar.

    Prabowo menyatakan, sejatinya para koruptor bisa divonis 50 tahun penjara oleh hakim pengadilan.

    Menanggapi hal itu, Juru Bicara MA RI Yanto mengatakan, apa yang disampaikan oleh merupakan suatu imbauan kepada para pejabat negara untuk tidak korupsi.

    “Maka kalau sudah terbukti kalau nggak salah begitu. Sudah terbukti itu kan imbauannya begitu,” kata Yanto saat jumpa pers di MA RI, Kamis (2/1/2025).

    Dengan begitu, Yanto beranggapan kalau pernyataan dari Prabowo bukanlah sebuah bentuk intervensi dari eksekusi kepada yudikatif.

    Kata dia, apa yang disampaikan oleh Prabowo merupakan suatu permintaan penjatuhan vonis apabila dalam persidangan sudah didapatkan bukti yang kuat terhadap koruptor.

    “Kalau sudah jelas-jelas terbukti korupsi dan korupsinya besar begitu, mbok yo di (penjara) 50 tahun itu. Nah itu nggak intervensi. Ya kan penegasan aja,” kata dia.

    “Kalau sudah jelas-jelas artinya sudah terbukti evidennya lengkap ya. Sesuai dengan alat bukti yang tertera dalam pasal 1 sampai 4 kuhap terpenuhi semua gitu. Sehingga 2 alat bukti dan keyakinan hakim,” sambung Yanto.

    Menurut dia, lembaga eksekutif dapat dikatakan melakukan intervensi apabila dalam suatu persidangan terdapat permintaan untuk mengubah hasil putusan.

    Sementara, apa yang disampaikan oleh Prabowo dipahami Yanto, merupakan bentuk wanti-wanti dari seorang Presiden kepada para koruptor.

    “Tidak intervensi kepada yudikatif. Jadi intervensi itu kalau merah kau bikin hijau. Nah itu intervensi. Beliau kan nggak begitu dong. Jadi kita tidak merasa diintervensi,” tandas Yanto.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto meminta majelis hakim yang menangani kasus korupsi untuk memberi hukuman yang tidak terlalu ringan kepada para koruptor.

    Menurut Prabowo, jika ada kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara ratusan triliun rupiah, maka seharusnya pelaku diganjar dengan hukuman berat, bahkan kalau perlu diganjar hukuman 50 tahun penjara.

    Hal itu disampaikan Prabowo saat memberikan arahan di acara musyawarah rencana pembangunan nasional tahun 2025-2029 Bappenas pada Senin, (30/12/2024).

    Prabowo menilai koruptor yang menyebabkan kerugian negara secara besar, sangat pantas untuk dihukum secara berat. “Terutama juga hakim-hakim, vonisnya jangan terlalu ringan lah,” kata Prabowo.

    Prabowo mengaku heran kasus yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun, namun terdakwanya hanya dihukum ringan.

    Menurut Prabowo, rakyat Indonesia kini tidak bodoh. Publik mengerti akan hal itu. “Nanti dibilang Prabowo enggak ngerti hukum lagi. Tapi rakyat ngerti, rakyat di pinggir jalan ngerti, rampok ratusan triliun vonisnya sekian tahun. Ada yang curi ayam dihukum berat dipukuli. Ini bisa menyakiti rasa keadilan,” tegas Prabowo.

    “Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV,” katanya.

    Maka itu, ia meminta Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto memperhatikan soal ini. 

    “Tolong menteri pemasyarakatan, ya,” ujarnya.

    Prabowo mengatakan dirinya tidak menyalahkan siapapun.

    Dirinya hanya ingin semua unsur pemerintah termasuk aparat penegak hukum memperbaiki diri. Pasalnya kata dia rakyat Indonesia sekarang ini tidak bodoh. 

    “Ini kesalahan kolektif kita, mari kita bersihkan, makanya saya katakan aparat pemerintahan kita gunakan ini untuk membersihkan diri untuk membenahi diri sebelum nanti rakyat yang membersihkan kita lebih baik kita membersihkan diri kita sendiri. Rakyat Indonesia sekarang tidak bodoh mereka pintar-pintar semua orang punya gadget sudah lain ini bukan 30 tahun yang lalu ini bukan 20 tahun yang lalu,” ujarnya.

    Meski tidak disampaikan secara eksplisit, ucapan Prabowo mengacu pada putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memvonis Harvey Moeis bersalah atas tindak pidana korupsi pada penyalahgunaan izin usaha pengelolaan area PT Timah (Persero) Tbk. (TINS).

    Harvey dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar. Jika tak dibayar, maka diganti dengan kurungan 6 bulan

    Prabowo kemudian meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk naik banding atas kasus tersebut.

    Baca juga: Prabowo Ingin Vonis Harvey Moeis Kira-kira 50 Tahun Penjara, Kejaksaan Agung Serius Ajukan Banding

    “Tolong menteri pemasyarakatan ya, Jaksa Agung, naik banding enggak? Naik banding. Vonisnya ya 50 tahun kira-kira begitu,” ucapnya

  • Jokowi Harus Buktikan OCCRP Tidak Benar

    Jokowi Harus Buktikan OCCRP Tidak Benar

  • Jokowi Finalis Tokoh Terkorup di Dunia Jadi Uji Nyali KPK

    Jokowi Finalis Tokoh Terkorup di Dunia Jadi Uji Nyali KPK

  • Sebut Nama Iriana Jokowi, Connie Bakrie Singgung Kartu Truf yang Dimiliki Eks Gubernur Lemhanas AW

    Sebut Nama Iriana Jokowi, Connie Bakrie Singgung Kartu Truf yang Dimiliki Eks Gubernur Lemhanas AW

  • Musuh Politik Prabowo Sesungguhnya Adalah Gibran

    Musuh Politik Prabowo Sesungguhnya Adalah Gibran

  • Jokowi Jadi Finalis Tokoh Terkorup Jadi Batu Uji Prabowo Buru Koruptor

    Jokowi Jadi Finalis Tokoh Terkorup Jadi Batu Uji Prabowo Buru Koruptor

  • Video Hasto, Apakah Pepesan Kosong?

    Video Hasto, Apakah Pepesan Kosong?

  • Masyarakat Dipersilakan Lapor KPK soal Dugaan Korupsi Jokowi

    Masyarakat Dipersilakan Lapor KPK soal Dugaan Korupsi Jokowi

    GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan masyarakat untuk melapor jika memiliki informasi dan bukti pendukung terkait dugaan tindak pidana korupsi Presiden ke-7 Joko Widodo.

    Hal itu disampaikan Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menanggapi masuknya nama Jokowi dalam daftar finalis tokoh dunia kategori kejahatan terorganisasi dan korupsi tahun 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).

    Tessa mengatakan, semua Warga Negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama di muka umum.

    “KPK mempersilakan bila ada pihak-pihak yang memiliki informasi dan bukti pendukung, tentang adanya perbuatan tindak pidana korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara, untuk dapat dilaporkan menggunakan saluran dan cara yang tepat ke aparat penegak hukum,” kata Tessa kepada wartawan, Kamis 2 Januari 2025.

    Tessa menerangkan, laporan dugaan tindak pidana korupsi itu bisa disampaikan langsung kepada KPK, maupun kepada Kepolisian atau Kejaksaan.

    “Baik itu ke KPK, maupun ke Kepolisian atau Kejaksaan yang memang memiliki kewenangan menangani tindak pidana korupsi,” pungkas Tessa.