Author: Gelora.co

  • Temuan Mengejutkan! Kasmudjo Sudah Dosen Tetap sejak 1976, tapi Kok Mengaku Asisten Dosen saat Jokowi Kuliah di UGM

    Temuan Mengejutkan! Kasmudjo Sudah Dosen Tetap sejak 1976, tapi Kok Mengaku Asisten Dosen saat Jokowi Kuliah di UGM

    GELORA.CO – Ahli sejarah dari Leiden University Belanda, Suryadi, membeberkan temuan berbeda terkait status Kasmudjo yang sempat mengaku masih sebagai asisten dosen saat mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) masih berkuliah di Fakultas Kehutanan UGM.

    Ternyata berdasarkan temuan tersebut, Suryadi mengungkapkan, Kasmudjo sebenarnya sudah berstatus sebagai dosen tetap di Fakultas Kehutanan UGM ketika Jokowi berkuliah.

    Bahkan, kata Suryadi, status tersebut sudah diemban Kasmudjo sejak tahun 1976 atau empat tahun sebelum Jokowi masuk Fakultas Kehutanan UGM.

    Diketahui, Jokowi pertama kali berkuliah di Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1980 dan lulus lima tahun kemudian.

    “Sebenarnya Pak Kasmudjo pada tahun 1976 sudah menjadi dosen tetap di Fakultas Kehutanan UGM,” katanya dikutip dari YouTube Hersubeno Point, Jumat (30/5/2025).

    Pada video wawancara tersebut, Suryadi membagikan daftar dosen tetap di Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1976-1980.

    Terlihat dalam pemaparan pada slide tersebut, gelar yang disandang Kasmudjo adalah Bachelor of Science (B.Sc.).

    Sementara, Suryadi mengutip daftar tersebut dari buku berjudul “Jejak Langkah Fakultas Kehutanan UGM Mencerdaskan Bangsa” karya Moch. Sambas Sabarnurdin.

    Di sisi lain, dikutip dari laman resmi UGM, tercatat Sambas Sabarnurdin merupakan dosen Silvikultur Intensif dan Agroforestri.

    Dia juga sudah dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 2008.

    Dengan temuannya tersebut, Suryadi pun mempertanyakan alasan Kasmudjo harus mengaku sebagai asisten dosen saat Jokowi masih berkuliah di Fakultas Kehutanan UGM.

    “Ini menurut saya perlu dipertanyakan, mengapa Pak Kasmudjo itu terkesan berubah-ubah (pengakuannya),” jelas Suryadi.

    Kasmudjo Ngaku Asisten Dosen, Bukan Dosen Pembimbing Skripsi Jokowi

    Sebelumnya, Kasmudjo mengaku sebagai asisten dosen di Fakultas Kehutanan UGM saat Jokowi berkuliah pada tahun 1980-1985.

    Hal ini disampaikan saat dirinya digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman oleh seorang advokat dari Makassar, Ir. Komardin.

    Pernyataannya ini sekaligus membantah bahwa dirinya mengetahui wujud skripsi dari Jokowi serta sebagai dosen pembimbing skripsi mantan Wali Kota Solo tersebut.

    “Mengenai ijazah, saya paling tidak bisa cerita. Karena saya tidak membimbing, tidak mengetahui. Prosesnya dan pembimbingnya itu Prof Sumitro,” jelas Kasmudjo pada 13 Mei 2025 lalu.

    Kasmudjo juga menegaskan bahwa ia tidak pernah melihat langsung ijazah Jokowi. 

    Bahkan, saat Jokowi mengunjungi rumahnya beberapa waktu lalu, tidak ada percakapan sedikit pun yang menyentuh topik tersebut. 

    “Enggak ada (obrolan soal ijazah), enggak sama sekali,” tegasnya.

    Di sisi lain, Kasmudjo mengaku selama menjadi asisten dosen, dirinya mendampingi beberapa dosen.

    Selain itu, dia juga mengungkapkan saat menjabat sebagai asisten dosen, status kepegawaiannya sudah masuk golongan IIId atau IVa.

    “Itu mungkin karena saya sebagai ketua lab yaitu yang berkaitan dengan non kayu dan mabel, saya mengajar di situ. Non kayu itu artinya produk-produk hutan yang selain dari kayu sama mabel,” tuturnya. 

    Jokowi juga mengamini bahwa Kasmudjo bukanlah dosen pembimbing skripsinya saat masih kuliah.

    “Ya memang bukan pembimbing skripsi, pak Kasmudjo ya memang bukan pembimbing skripsi,” ungkap Jokowi saat ditemui oleh awak media di kediamannya di Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Kota Solo, Jumat (23/5/2025), dikutip dari Tribun Solo.

    Baca juga:  Rismon Tidak Percaya Hasil Uji Labfor Ijazah Jokowi, Reza Indragiri: Patut Dieksaminasi Silang

    Dia pun menyebutkan bahwa sosok dosen pembimbing skripsinya pada saat menyusun tugas akhir kuliah tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Ahmad Soemitro.

    “Pembimbing skripsi saya itu adalah Prof. Dr. Ir Ahmad Soemitro,” urainya.

    Sementara itu, sosok Kasmudjo ditegaskan Jokowi hanya pembimbing akademiknya saat kuliah. 

    “Ya pembimbing akademis,” pungkasnya. 

  • Resmi Berlaku, BPKB Elektronik untuk Kendaraan Roda Empat, Mutasi Kendaraan cuma Butuh Sehari!

    Resmi Berlaku, BPKB Elektronik untuk Kendaraan Roda Empat, Mutasi Kendaraan cuma Butuh Sehari!

    GELORA.CO – Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri resmi menerbitkan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) elektronik bagi para pemilik kendaraan. 

    Kabar ini diunggah oleh akun Instagram @kawantoyota. Akun tersebut mengunggah video dengan menampilkan BPKB elektronik yang sudah berlaku di Indonesia. 

    “Per bulan Mei 2025. Buku BPKB mobil sekarang baru modelnya. Lebih kecil dan praktis. Tapi bisa discan NFC untuk memastikan keasliannya,” kata akun tersebut seperti dilihat pada Jumat (30/5).

    Tampak sekilas BPKB elektronik mirip dengan paspor elektronik. Sebab, terdapat chip pada bagian belakang yang bisa dibaca oleh perangkat NFC. Bentuknya pun lebih kecil dari BPKB sebelumnya.

    Tak hanya itu, pemilik juga bisa memindai data dengan menggunakan aplikasi e-BPKB Mobile.

    Hanya perlu tempelkan smartphone yang dibekali fitur NFC di belakang BPKB elektronik, maka data-datanya akan langsung muncul.

    Menanggapi hal ini, Kasubdit BPKB Ditregident Korlantas Polri, Kombespol Sumardji, mengatakan bahwa sejatinya penerbitan BPKB elektronik sudah dilakukan sejak Maret 2025.

    “Sudah dilakukan konfigurasi perangkat dan pelatihan kepada para operator di pelayanan BPKB tingkat Ditlantas Polda. Penggunaan e-BPKB akan diberlakukan serentak pada bulan Maret 2025, khusus untuk R4 kendaraan baru,” kata Sumardji saat dikonfirmasi JawaPos.com, Jumat (30/5).

    Namun, terkait proses balik nama kendaraan (BBN) masih belum akan dilakukan dengan BPKB elektronik. Prosesnya masih akan mengandalkan cara konvensional.

    “BBN 2 atau balik nama belum bisa dilayani dengan BPKB elektronik karena material BPKB elektronik terbatas,” jelas dia. Hanya saja, penerapan BPKB elektronik belum akan dilakukan pada tingkat Polres. Sampai saat ini akan dilakukan di tingkat Polda saja.

    “Tingkat Polres belum bisa dilayani karena terbatasnya material. Jika perangkat dan material e-BPKB mencukupi, ke depan akan diberlakukan di Polres-Polres,” tukas Sumardji.

    Penerapan BPKB elektronik ini tentu akan membuat proses mutasi kendaraan menjadi lebih cepat dengan proses yang tak lebih dari satu hari. Berbeda dengan sebelumnya yang memakan waktu berbulan-bulan.

  • Forum Purnawirawan TNI Temui Try Sutrisno, Bawa Bukti untuk Makzulkan Gibran

    Forum Purnawirawan TNI Temui Try Sutrisno, Bawa Bukti untuk Makzulkan Gibran

    GELORA.CO – Forum Purnawirawan Prajurit (FPP) TNI menyambangi kediaman mantan Wakil Presiden Try Sutrisno di Jalan Purwakarta Nomor 6, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat, 30 Mei 2025. Pantauan Tempo di lokasi nampak hadir mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayor Jenderal (Purn) Sunarko, dan beberapa pengurus Forum Purnawirawan TNI.

    Mereka membawa map biru yang akan diserahkan kepada Try Sutrisno. “Isinya bukti dan kajian dari delapan poin tuntutan kami,” kata salah satu penggagas FPP TNI, Dwi Tjahyo, Soewarsono kepada Tempo di kediaman Try Sutrisno, siang ini.

    Pada pertemuan kali ini, dia menjelaskan, FPP akan meminta persetujuan Try Sutrisno sebagai salah satu purnawirawan yang turut menandatangani tuntutan Forum Purnawirawan TNI.

    Namun, dia belum berkenan untuk menjelaskan rinci ihwal bukti seperti apa yang dibawa ke hadapan Try dalam rangka mengusulkan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan wakil presiden. “Setelah beliau (Try Sutrisno) membaca dan menandatangani, maka surat akan segera diberikan ke DPR,” ujar dia.

    Forum Purnawirawan TNI, kata dia, telah merangkum kaidah dan alasan-alasan yuridis dalam surat permohonan usulan kepada legislator. Mereka menilai diperlukan pemeriksaan kembali proses pencalonan Gibran menjadi wakil presiden.

    Menurut Dwi, pemeriksaan kembali penting dilakukan guna mengetahui dan memastikan apakah proses pencalonan putra sulung mantan presiden, Joko Widodo, itu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman.

    “Disertakan beberapa bukti perlakuan akun media sosial @fufufafa yang terindikasi milik Gibran,” ujar Dwi.

    Staf khusus Wakil Presiden Gibran, Tina Talisa, belum menjawab pesan Tempo yang meminta tanggapan ihwal rencana Forum Purnawirawan TNI yang akan mengusulkan rencana pemakzulan Gibran ke DPR dan MPR.

    Hingga laporan ini dipublikasikan, pesan yang dikirim melalui aplikasi perpesanan WhatsApp itu hanya menunjukkan notifikasi dua cetang abu, alias hanya terkirim saja.

    Sebelumnya, selain menuntut pemakzulan Gibran, Forum PurnawirawanTNI juga menuntut hal lainnya seperti mengembalikan tata hukum dan pemerintahan sesuai dengan amanat UUD 1945; mendukung program kerja kabinet merah putih terkecuali mega proyek IKN.

    Kemudian, menghentikan proyek strategis nasional PIK 2, Rempang Eco City, proyek yang merugikan Masyarakat dan lingkungan, serta menghentikan dan mengembalikan tenaga kerja asing ke negara asalnya.

    Lalu, pemerintahan Prabowo juga wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai aturan dan Undang-Undang Dasar; melakukan reshuffle kabinet terhadap Menteri yang terlibat tindak kejahatan hingga memiliki loyalitas ganda.

    Serta, mengembalikan fungsi kepolisian sebagai keamanan dan ketertiban Masyarakat di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri.

    Delapan butir tuntutan itu telah ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, 91 kolonel, serta diketahui langsung mantan wakil presiden Jenderal (Purn) Try Sutrisno.

    Mayor Jenderal (Purn) Sunarko yang membacakan pernyataan sikap itu mengatakan, seluruh tuntutan yang dinyatakan FPP TNI adalah suara dan keresahan yang dihimpun dari prajurit dan masyarakat sipil.

    Menurut dia, dalam proses pencalonannya menjadi wakil Prabowo, Gibran telah melalukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum beracara di Mahkamah Konstitusi dan Kekuasaan Kehakiman. “Tuntutan kami murni suara hati,” kata Sunarko saat dihubungi Tempo, Jumat, 2 Mei 2025.

  • KPK Usut Dugaan Pejabat Kementerian PU ‘Nodong’ Dana ke Bawahan untuk Biaya Nikahan Anak

    KPK Usut Dugaan Pejabat Kementerian PU ‘Nodong’ Dana ke Bawahan untuk Biaya Nikahan Anak

    GELORA.CO –  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan praktik gratifikasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang menyeret salah satu pejabat internalnya.

    Kasus ini mengemuka setelah beredarnya surat hasil audit investigasi dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian PU yang mengindikasikan adanya pengumpulan uang oleh oknum pejabat untuk kepentingan pribadi.

    Dalam temuan tersebut, seorang Kepala Biro diduga meminta “dukungan dana” dari sejumlah Kepala Balai Besar, dengan alasan untuk kebutuhan acara pernikahan anak salah satu pejabat di kementerian tersebut.

    Dari hasil pengumpulan itu, terkumpul uang tunai sebesar Rp 10 juta dan USD 5.900, atau jika dirupiahkan totalnya mencapai sekitar Rp 96 juta. Uang tersebut kini sudah diamankan oleh pihak Itjen sebagai barang bukti.

    “KPK memperoleh informasi awal terkait dugaan penerimaan gratifikasi dengan modus permintaan uang dari atasan kepada bawahan untuk urusan pribadi, dalam hal ini untuk acara keluarga,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan pada Jumat (30/5).

    Ia menegaskan bahwa KPK akan menganalisis hasil audit internal tersebut sebagai langkah awal penelusuran lebih lanjut. Menurutnya, pihaknya mengapresiasi sikap proaktif Inspektorat Jenderal yang tidak menutup-nutupi kasus ini dan langsung bergerak cepat menyelidikinya secara internal.

    KPK juga kembali mengingatkan kepada seluruh pejabat publik dan aparatur negara agar tidak menyalahgunakan jabatan untuk meminta sesuatu yang berpotensi menjadi gratifikasi.

    “Kegiatan pengawasan dan evaluasi terhadap kementerian dan lembaga akan terus kami jalankan sebagai langkah preventif,” kata Budi.

    Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo membenarkan bahwa dirinya telah menerima laporan dugaan gratifikasi tersebut dari Inspektorat Jenderal. Ia pun langsung memberi perintah agar jajaran Itjen melakukan pendalaman dan menindaklanjuti kasus ini dengan serius.

    “Saya sudah perintahkan Pak Irjen agar segera menindaklanjuti temuan ini. Jangan ditunda, apalagi dibiarkan,” ujar Dody saat ditemui pada Rabu (28/5).

    Ia juga menambahkan, jika dalam proses investigasi internal ditemukan unsur pidana, maka pihak kementerian tidak akan segan-segan melimpahkan kasus ini ke aparat penegak hukum.

    “Kalau nanti terbukti ada unsur pidana, ya pasti kami serahkan ke KPK, kejaksaan, atau kepolisian. Biar proses hukum yang berjalan,” tegasnya.

  • Polisi Benarkan Penganiayaan Santri di Ponpes Gus Miftah, Sudah Ada 13 Tersangka tapi Belum Ditahan

    Polisi Benarkan Penganiayaan Santri di Ponpes Gus Miftah, Sudah Ada 13 Tersangka tapi Belum Ditahan

    GELORA.CO –  Polresta Sleman membenarkan akan adanya penganiayaan yang dilakukan pada salah satu santri di Pondok Pesantren Ora Aji. Penganiayaan ini dilakukan oleh 13 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Hanya saja, sampai saat ini seluruh tersangka belum ditahan.

    Kapolresta Sleman Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo menyebut, kejadian terjadi pada Sabtu (15/2). Selanjutnya dilaporkan pada Selasa (18/2) ke Polsek Kalasan. Lalu kini ditangani oleh Polresta Sleman.

    Dari hasil pemeriksaan, korban penganiayaan diduga melakukan beberapa kali pencurian di Pondok Pesantren Ora Aji. Ketika pencurian terakhir, akhirnya ditangkap oleh sesama santri lalu dilakukan introgasi.

    “Kemudian emosional para pelaku muncul lalu terjadilah penganiayaan,” katanya saat ditemui di Kantor Polresta Sleman Jumat (30/5).

    Penganiayaan dilakukan dengan pemukulan. Baik menggunakan alat maupun tangan. Sementara terkait penyetruman, Edy menerangkan memang ada aki yang diamankan. Tetapi sudah tidak ada dayanya.

    Edy menjelaskan, sempat dilakukan mediasi. Terlebih, ada lima orang pelaku yang masih di bawah umur. Namun, karena tidak menemui titik terang, akhirnya laporan diproses. “Jadi berkas mungkin hari Senin ini sudah kami kirim ke kejaksaan,” tambahnya.

    Untuk tersangka, lanjutnya, memang belum dilakukan penahanan. Hingga saat ini semuanya masih kooperatif dengan memenuhi panggilan maupun proses lapor diri setiap Senin dan Kamis.

    Dia menambahkan, korban penganiayaan juga dilaporkan. Hal ini dilakukan oleh empat orang yang mengaku barangnya dicuri oleh korban. Persoalan ini juga sedang diproses.

    Sementara itu, Kuasa Hukum Korban Kharisma Dhimas Radea, Heru Lestarianto menjelaskan, timnya baru melakukan pendampingan dua minggu lalu. Sementara sebelumnya, kasus berjalan tanpa pendampingan. “Korban trauma berat dan saat ini sudah kembali ke Kalimantan Selatan,” katanya saat ditemui di Ponpes Ora Aji Jumat (30/5).

    Dia berharap, agar kasus bisa diproses sesuai hukum yang berlaku agar korban bisa mendapatkan keadilan. Terlebih, dia menilai dari pelaku tidak ada tindak lanjut pada korban. Baik untuk menjenguk maupun memberi pengobatan.

    “Tersangka itu tidak ditahan karena adanya permohonan penangguhan. Kami ingin pengusutan tuntas tanpa intervensi,” katanya.

  • Ramai Rumor Listyo Sigit Bakal Diganti, Konon Calon Kapolri Baru Inisial R

    Ramai Rumor Listyo Sigit Bakal Diganti, Konon Calon Kapolri Baru Inisial R

    GELORA.CO –  “Ssssstttt….!

    Konon….

    Calon Kapolri Baru, Inisial R”

    Demikian twet dari akun X Beby Sweet, dikutip pada Jumat (30/5).

    Netizen di akun media sosial pun ramai berspekulasi bahwa Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho, ramai disebut pengganti Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri.

    “Apakah Komjen R calon Kapolri?”, twet akun X Acak Kadut.

    Akun X Pakar INTELek pun juga mentwet, terdengar isu bahwa Kapolri akan diganti dengan seseorang berinisial R.

    “Sepertinya Pak Prabowo mulai mempermainkan pola catur yang baru.”

    Di era Kapolri Listyo Sigit Prabowo, sudah banyak kasus yang melibatkan oknum aparat.

    Salah satunya, disebut akun X Santoso Wibisono, bahwa DPR sudah menyarankan Kapolri di non aktifkan sementara.

    Hal ini terkait dengan kasus ijazah palsu Jokowi.

    Hal sama juga ditwet akun X Maria A. Alkaff bahwa Kapolri dicurigai pasang badan lindungi Jokowi terkait dugaan ijazah palsu.

    Rumor pemecatan Listyo Sigit juga dikabarkan akun X #Mr_, kabar langit calon Kapolri 2025, Komjen Rudy Heriyanto AN.

    Menggantikan Jenderal Listyo Sigit yang kemungkinan masuk kabinet atau duta besar.

  • Sutiyoso Cerita soal Masa Lalu Hercules di Timor Timur, ‘Saat kita berdarah-darah…’

    Sutiyoso Cerita soal Masa Lalu Hercules di Timor Timur, ‘Saat kita berdarah-darah…’

    GELORA.CO –  Mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso akhirnya blak-blakan soal masa Hercules di Timor Timur. 

    Belakangan, Sutiyoso dan Hercules sempat bersitegang setelah pernyataan kontroversial sang Ketua Umum GRIB Jaya yang menyebutnya dengan sebutan bau tanah.

    Pernyataan itu muncul sebagai bentuk ketidaksetujuannya terhadap pandangan Sutiyoso terkait ormas. 

    Ucapan itu pun memicu respons keras dari sejumlah purnawirawan TNI yang merasa pernyataan tersebut tidak pantas disampaikan kepada sosok yang telah berjasa bagi negara.

    Hercules akhirnya menyadari kesalahannya. Baru-baru ini, ia mendatangi langsung kediaman Sutiyoso untuk menyampaikan permintaan maaf.

    “Saya minta maaf Bapak, kami ini anak Bapak. Kami ini ada di Indonesia ini karena kami ikut bapak-bapak yang kami ada di sini. Kami setia, kami setia sama Bapak,” kata Hercules sambil mencium tangan Sutiyoso dilansir dari kanal YouTube GRIB TV.

    “Kami sangat senang, sangat luar biasa, kami ini bagian dari anak bapak. Makasih Bapak,” lanjutnya.

    Sutiyoso nampak menyambut hangat permintaan maaf Hercules. 

    Ia berharap, sang mantan preman Tanah Abang itu bisa mengambil pelajaran dari kejadian tersebut agar lebih bijak dalam menyampaikan pendapat, terutama di ruang publik.

    “Sudah lupakan kejadian kemarin. Anggap tidak terjadi apa-apa. Kita kembali menjalin hubungan seperti anak dan bapak,” kata Sutiyoso.  

    Menurut Sutiyoso, setiap orang bisa melakukan kesalahan, namun yang terpenting adalah kesadaran untuk memperbaiki diri dan bertanggung jawab atas apa yang telah diucapkan.

    “Biasa manusia ada kesalahannya. Saya juga banyak kekurangannya. Jadi setelah pertemuan ini jangan kamu pikirkan lagi. Jadikan pelajaran bahwa kita kalau bicara harus dikontrol,” ujar Sutiyoso. 

    Secara blak-blakan, Sutiyoso justru mengaku bangga dengan sikap yang ditunjukkan oleh Hercules.

    Meski sebelumnya sudah melakukan permintaan maaf secara terbuka melalui media, namun pentolan GRIB Jaya itu tetap mendatanginya untuk meminta maaf secara langsung.

    “Saya sangat menghormati sikap Hercules yang gentleman. Tidak hanya lewat media (minta maaf) tapi mendatangi rumah saya pribadi. Kamu jadi kebanggaan kita semua. Saatnya introspeksi. Lupakan kejadian kemarin,” kata Sutiyoso.  

    Sutiyoso Akui Punya Hubungan Emosional dengan Hercules

    Dalam momen tersebut, Sutiyoso secara terang-terangan mengaku memiliki ikatan emosional dengan Hercules.

    Menurut Sutiyoso, kedekatan emosional itu terbentuk saat keduanya sama-sama menjalankan tugas di Timor Timur, wilayah yang kini dikenal sebagai Timor Leste.

    Purnawirawan jenderal TNI itu juga menilai Hercules sebagai sosok yang loyal dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Sebagaimana diketahui, Hercules pernah bergabung dalam operasi militer Indonesia untuk memperjuangkan wilayah Timor Timur.

    Ia bertugas sebagai Tenaga Bantuan Operasi (TBO) sebagai juru angkut logistik.

    Kisah ini terjadi jauh sebelum Hercules dikenal sebagai sosok preman yang paling ditakuti di kawasan Tanah Abang, Jakarta hingga kini dikenal sebagai Ketua Umum Ormas GRIB Jaya.

    “Kami punya hubungan emosional yang sangat tinggi saat kita berdarah-darah bersama-sama di Timor Timur dan mereka orang yang setia ikut NKRI buka ke Timor Timur ikut merdeka. Mereka lebih memilih ke kita,” ujar Sutiyoso.

  • Viral Emak-emak Turis asal Indonesia Joget TikTok di Kuil Suci Thailand, Dikecam Netizen

    Viral Emak-emak Turis asal Indonesia Joget TikTok di Kuil Suci Thailand, Dikecam Netizen

    GELORA.CO – Rombongan turis asal Indonesia menuai kecaman setelah videonya berjoget di kawasan Wat Paknam Phasi Charoen, sebuah kuil Buddha yang dikenal suci di Bangkok, Thailand, viral di media sosial.

    Aksi tak pantas tersebut pertama kali diunggah oleh akun X @RedSkullxxx, yang menunjukkan sekelompok ibu-ibu berjoget di depan patung Buddha raksasa sambil direkam oleh rombongannya.

    Meski Wat Paknam juga menjadi destinasi wisata populer, kawasan ini tetap merupakan tempat ibadah aktif yang dijaga kesakralannya oleh masyarakat lokal.

    Patung Buddha setinggi 69 meter serta stupa kristal di dalam kuil menjadikan Wat Paknam salah satu simbol keagamaan penting di Thailand. Oleh karena itu, banyak warga lokal yang merasa tersinggung dengan aksi turis tersebut.

    Warganet Thailand memberikan reaksi beragam, mulai dari kecaman keras hingga seruan agar tidak terprovokasi dan tetap menjunjung nilai kedamaian yang diajarkan Buddha.

    Tak hanya dari Thailand, kritik pedas juga datang dari warganet Indonesia. Di akun Instagram @fakta.indo, mayoritas komentar mengungkapkan rasa malu dan kekecewaan atas sikap para turis tersebut.

    “Pentingnya tahu tempat dan tahu malu,” tulis akun @igxxx.

    “Murni kebodohan yang dibawa ke level internasional,” kata akun @rexxx.

    Beberapa komentar bahkan menyebut aksi turis Indonesia yang berjoget di depan kuil Buddha, Thailand, tersebut sebagai bentuk intoleransi budaya dan agama, karena dianggap tidak menghormati nilai-nilai lokal di negara lain.

  • Kontak Fisik untuk Pelajaran Moral

    Kontak Fisik untuk Pelajaran Moral

    GELORA.CO –  Tim kuasa hukum Yayasan Pondok Pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, Yogyakarta yang diasuh pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman angkat bicara soal kasus dugaan penganiayaan santri.

    Kasus yang telah ditangani Polresta Sleman itu, sebanyak 13 pengurus dan santri Ponpes Ora Aji dilaporkan karena diduga menganiaya seorang santri, KDR, 23 tahun. Penganiayaan itu diduga dilatari kecurigaan bahwa korban telag mencuri uang sebesar Rp 700 ribu, yang merupakan hasil usaha penjualan air mineral galon yang dikelola yayasan pondok.

    “Tidak ada yang namanya menganiaya, membuat cedera, itu semua tidak ada,” kata Adi Susanto, kuasa hukum Yayasan Ponpes Ora Aji, Jumat 30 Mei 2025.

    Meski demikian, Adi tak menampik soal adanya kontak fisik antara 13 orang pengurus dan santri itu dengan KDR.

    Namun, kata dia, kontak fisik itu diberikan untuk sekedar memberikan pelajaran moral secara spontan dalam gaya pertemanan sesama santri. Bagi dia, tudingan korban diikat, dicambuk dengan selang hingga disetrum terlalu didramatisir. 

    Menurut Adi, 13 orang yang dilaporkan pihak korban itu memberikan kontak fisik atas dasar rasa kesal. Upaya itu untuk mendesak agar KDR mengakui perbuatannya soal vandalisme, kehilangan harta benda santri lain hingga uang hasil penjualan air galon yang dikelola ponpes.

    “Para santri yang merasa dirinya pernah kehilangan barang juga saat itu merasa kesal kepada yang bersangkutan, ‘Ini santri kok kelakuan kayak gini?’, lalu tersulut emosinya,”

    “Tersulut dalam arti untuk memberikan semacam pelajaran pendidikan moral sebenarnya di kalangan sesama santri dan itu di luar sepengetahuan pengurus,” kata Adi.

    Hingga kemudian KDR mengakui perbuatannya, korban dan 13 orang tersebut tetap bergaul secara rukun. Namun beberapa waktu kemudian KDR meninggalkan ponpes dan belasan orang tadi dipolisikan sampai resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan Polresta Sleman.

    Meski berstatus tersangka dengan ancaman hukuman pidana penjara di atas lima tahun, Adi membenarkan bahwa 13 orang tadi masih bebas atas permohonan untuk tidak ditahan yang diajukan pihak penasehat hukum yayasan ponpes.

    Alasannya, 13 orang tadi berstatus santri aktif yang masih membutuhkan pendidikan, selain empat orang di antaranya yang berstatus bawah umur. Di satu sisi, ujar Adi, pihak yayasan sebelumnya juga sudah mencoba menempuh jalur mediasi.

    Yayasan mencoba beritikad baik menawarkan sejumlah nominal uang sebagai kompensasi. Namun tawaran nominal angkanya oleh pihak KDR dinilai tak sebanding sehingga mediasi pun gagal.

    “Jadi poin utamanya ini bukan perbuatan anarkisme, bukan penganiayaan yang dimaksudkan untuk mencelakai, lebih kepada sikap spontan dari para santri yang turut jadi korban pencurian selama ini di ponpes, itu yang disayangkan,”

    “Para santri kesal, kenapa ada santri maling, kira-kira begitu, mereka tidak terima begitu,” kata dia.

    Ayah korban KDR melalui kuasa hukumnya, Heru Lestarianto, mengungkapkan kejadian itu puncaknya terjadi pada 15 Februari 2025 silam, setelah korban mendapat giliran tugas menjaga unit usaha yang dikelola yayasan. Korban dituding mencuri uang senilai Rp 700 ribu yang saat itu hilang.

    Heru mengatakan, penganiayaan tak dilakukan sekali.

    “Korban dianiaya dalam dua waktu berbeda, setiap kali hendak dianiaya, KDR dibawa ke dalam salah satu ruangan di ponpes,” kata Heru.

    Dari keterangan korban, penganiayaan dilakukan dengan cara diikat hingga dipukuli.

    “Di ponpes itu kan ada kamar, korban dimasukin ke kamar itu lalu 13 orang ini menghajar bergantian, juga disetrum dan dipukuli dengan selang air,” kata dia.

    Korban lantas memutuskan keluar dari pondok pesantren itu setelah delapan bulan menimba ilmu di sana dan pulang ke kampung halamannya di Kalimantan usai melaporkan kasus penganiayaan itu ke polisi pada 16 Februari 2025.

  • Lembaga Survei Berupaya Giring Opini Bahwa Ijazah Jokowi Asli? Refly Harun: Sumber Dananya Itu…

    Lembaga Survei Berupaya Giring Opini Bahwa Ijazah Jokowi Asli? Refly Harun: Sumber Dananya Itu…

    GELORA.CO –  Pengamat hukum tata negara Refly Harun mengendus adanya upaya menggiring opini publik dalam kasus dugaan pemalsuan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

    Ia menyebut, manuver ini bukan semata soal kebenaran akademik, melainkan pertarungan narasi antara “yang ingin menutup buku” dan “yang ingin membuka fakta”.

    “Ini sudah bukan sekadar perkara dokumen, tapi pertarungan opini. Baik dari pihak yang ingin menutup kasus ini dengan dalih ‘case closed’, maupun pihak yang ingin menguji validitasnya lewat proses hukum,” tegas Refly, dalam program Kompas Petang di YouTube KompasTV Jateng, Rabu (28/5/2025).

    Refly merespons temuan dari Indikator Politik Indonesia yang merilis hasil survei bahwa 66,9% responden tidak percaya Jokowi memalsukan ijazahnya, sementara 19,1% menyatakan percaya.

    Namun bagi Refly, angka bukan segalanya. “Survei bisa dijadikan alat pembenaran, bukan cermin objektifitas. Kalau dipakai untuk mengakhiri polemik hukum, ini jadi manipulasi persepsi,” katanya.

    Survei tersebut dilakukan terhadap 1.286 responden lewat sambungan telepon, dengan margin of error 2,8% dan tingkat kepercayaan 93%.

    Tapi, pertanyaannya: seberapa banyak responden memahami konteks detail soal forensik dokumen, teknologi cetak, atau sejarah tipografi tahun 1980-an?

    Pengadilan Bukan Forum Opini

    Refly menekankan bahwa hanya satu forum yang layak menentukan keaslian ijazah Jokowi: pengadilan.

    “Jika keadilan tunduk pada survei, maka kita bukan negara hukum, tapi negara persepsi,” katanya tajam.

    Ia juga mengkritik cara sebagian pihak menggunakan survei untuk menggiring narasi publik bahwa isu ini selesai.

    Padahal, menurutnya, selama ada argumen valid—baik soal font digital, pola cetak, atau mesin ketik—maka fakta hukum harus diuji, bukan dibungkam.

    “Bayangkan, ada dugaan penggunaan font Times New Roman yang bahkan belum dirilis publik pada 1985. Ini bukan klaim sembarangan. Kalau datanya kuat, mengapa tidak diuji di pengadilan?” tanya Refly.

    Menurut Refly, masyarakat sedang diseret dalam arena pertarungan persepsi yang dikemas rapi lewat angka-angka.

    “Ini bukan hal baru dalam politik Indonesia. Tapi berbahaya jika lembaga hukum ikut terpengaruh,” katanya.

    Ia pun menutup dengan satu peringatan keras: “Kita sedang menguji bukan hanya keaslian ijazah, tapi juga integritas negara hukum. Jangan biarkan angka-angka dari survei menghapus ruang pencarian kebenaran.”

    Sumber Dana

    Terkait hasil survei Indikator Politik Indonesia soal ijazah Jokowi ini, Refly Harun mengaku tetap menghormatinya.

    Namun, ia tetap melontarkan kritikan, dengan melihat beberapa aspek, misalnya sumber dana dan motif di balik survei tersebut.

    Menurut Refly, jika sumber dana survei tersebut berkaitan atau berasal dari yang bersangkutan, dalam hal ini Jokowi, maka ia tidak percaya hasilnya.

    “Ya, pertama ya kita hormati saja, tetapi memang kalau saya disuruh mengkritik ya, pertama saya ingin tahu sumber dananya dulu,” papar Refly.

    “Kalau sumber dananya itu terkait dengan yang bersangkutan atau ada hubungan-hubungan kaitan yang bersangkutan, saya terus terang nggak percaya,” katanya.

    Lalu, Refly mempertanyakan motif dari survei tersebut, sebab belakangan banyak pihak yang dibayar untuk mengampanyekan bahwa ijazah Jokowi asli.

    “Yang kedua, apakah motivasinya, misalnya campaign?” tanya Refly.

    “Kan kita tahu bahwa banyak orang sekali yang, maaf kata ya, dibayar untuk mengkampanyekan bahwa ijazah Jokowi asli,” jelasnya

    “Itu beda sama masyarakat yang biasanya yang ngomong apa adanya,” lanjutnya.