Author: Gelora.co

  • Pria Ini Ramal Nasib Tragis Pesawat Air India Beberapa Jam Sebelum Jatuh, Rekam Kejadian Janggal

    Pria Ini Ramal Nasib Tragis Pesawat Air India Beberapa Jam Sebelum Jatuh, Rekam Kejadian Janggal

    GELORA.CO – Di tengah kabar tragedi jatuhnya pesawat Air India pada Kamis (12/6/2025), muncul sosok Akash Vatsa, pria yang meramalkan nasib tragis pesawat tersebut hanya beberapa jam sebelum peristiwa.

    Diberitakan sebelumnya, pesawat Air India dengan nomor penerbangan AI-171 jatuh di dekat Bandara Ahmedabad, Gujarat, India pada Kamis (12/6/2025).

    Sebelum peristiwa itu terjadi, kecelakaan Air India ternyata sudah diprediksi oleh Akash Vatsa.

    Pria tersebut mengaku telah melihat sejumlah kejanggalan yang terjadi di dalam pesawat sebelum kecelakaan.

    Akash Vatsa bahkan sempat merekam videonya.

    Ia memposting di akun X-nya dengan mengklaim: “Saya berada di penerbangan yang sama yang akan berangkat dari Ahmedabad ke London – sekitar dua jam sebelum lepas landas”. 

    “Saya terbang dari Delhi ke Ahmedabad dengan pesawat yang sama. Saya melihat beberapa hal yang tidak biasa selama penerbangan dan bahkan merekam video untuk di-tweet ke Air India. Saya ingin berbagi informasi lebih lanjut. Silakan hubungi saya.”

    Berbicara kepada OneIndia Hindi, Akash Vatsa mengonfirmasi bahwa ia telah mengamati masalah-masalah aneh di dalam pesawat. 

    Ia mengatakan kondisi pesawat itu buruk dan bahkan merekam video yang menyoroti masalah-masalah di dalam pesawat Air India itu. 

    Menurut klaimnya, sistem pendingin udara tidak berfungsi dengan baik, sistem hiburan dalam pesawat, termasuk layar TV dan remote, juga tidak berfungsi dengan baik – menimbulkan kekhawatiran tentang kondisi pesawat sebelum insiden fatal itu. 

    Dalam unggahan lainnya, ia menulis: “Saya berada di penerbangan yang sama dan saya tidak akan terbang kembali ke Delhi dengan Air India malam ini. Saya penggemar penerbangan, jadi saya memperhatikan banyak hal – mengapa Anda tidak? Hubungi saya atau temui saya di Bandara Ahmedabad malam ini.”

    Ia juga mengklaim bahwa nomor penerbangan telah diubah, dan penumpang yang menuju London dengan penerbangan lanjutan harus turun, kembali ke gerbang keberangkatan, dan kemudian naik lagi melalui transit. 

    Ia berkata, “Nomor penerbangan berubah, itulah sebabnya penumpang yang menuju London harus turun dan naik lagi melalui transit.” 

    Siapa Akash Vatsa? Berdasarkan akun X miliknya, Akash Vatsa adalah seorang pengusaha. Ia mengaku berdomisili di Redhill dan menjalankan perusahaan desain dan pengembangan web melalui situs web https://www.icwtechnologies.com.

  • Ketua PBNU Sebut Pertambangan Itu Maslahat, Menjaga Lingkungan Terlalu Ekstrem Itu Tidak Fair

    Ketua PBNU Sebut Pertambangan Itu Maslahat, Menjaga Lingkungan Terlalu Ekstrem Itu Tidak Fair

    GELORA.CO –  Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla menilai, tidak selamanya eksplorasi tambang berdampak buruk, tetap ada sisi positif atau kemaslahatan untuk masyarakat luas.

    Ulil berpandangan, saat ini ada pandangan yang muncul bahwa kegiatan tambang adalah kejahatan, tetapi ia menilai hal itu tidak tepat.

    “Ada kesan di sebagian kalangan, seolah-olah penambangan itu in itself adalah kejahatan. Nah, bagi saya ini persepsi yang kurang tepat. Penambangan itu sendiri menurut saya baik. Yang tidak baik adalah bad mining,” ujar Ulil dalam program Rosi Kompas TV, Jumat (13/6/2025).

    Dalam kesempatan itu, Ulil menerangkan bahwa penting bagi publik untuk memiliki pandangan yang lebih seimbang, dan tidak menilai aktivitas tambang sebagai sesuatu yang jahat secara keseluruhan.

    Sebab, pengelolaan sumber daya alam seperti tambang harus dilihat menggunakan pendekatan yang lebih kompleks.

    Dia pun mencontohkan konsep “multiple maslahat” yang menjadi landasan pemikirannya ketika menyikapi isu pertambangan.

    “Saya mengenalkan lensa yang saya sebut dengan teori Multiple Masalahat. Multiple Masalahat itu artinya adalah bahwa di dalam kebijakan publik, kita selalu berhadapan dengan kemaslahatan yang banyak,” kata Ulil.

    Dengan kerangka berpikir itu, lanjut Ulil, suatu kebijakan publik akan bisa dilihat dan dihitung secara proporsional sisi manfaat dan mudaratnya.

    “Melakukan eksplorasi pertambangan itu maslahat. Tetapi juga ada mafsadat-nya. Menjaga lingkungan itu juga maslahat. Tetapi kalau terlalu ekstrem sampai tidak membolehkan sama sekali mining, menurut saya itu tidak fair,” jelas Ulil

    Adapun opini ini disampaikan Ulil saat ditanya mengenai sikap soal polemik pertambangan di Raja Ampat.

    Namun, dia menekankan bahwa pendapat tersebut tidak spesifik merujuk pada aktivitas tambang di pulau-pulau kecil Raja Ampat.

    “Saya punya sudut pandang yang berbeda mengenai soal pengelolaan tambang ini. Sudut pandang saya adalah bahwa memang ada dilema di dalam negara ini, di dalam mengurus sumber daya alam ini,” ungkap Ulil.

    “Ini saya bicara tidak pada konteks spesifik ya Raja Ampat. Saya punya simpati besar terhadap isu Raja Ampat ini. Memang betul aturannya adalah tidak dibolehkan eksplorasi di pulau-pulau kecil,” imbuh dia.

    Ulil pun menegaskan bahwa PBNU mengapresiasi langkah pemerintah yang telah mencabut izin usaha tambang dari empat perusahaan di wilayah tersebut.

  • Apa Sih Masalahnya buat Indonesia?

    Apa Sih Masalahnya buat Indonesia?

    GELORA.CO – Hingga pertengahan Juni 2025, perdebatan soal keaslian ijazah dan skripsi Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), masih menjadi sorotan publik.

    Meski berbagai klarifikasi telah disampaikan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Bareskrim Polri, isu ini tetap bergulir dan memicu pro-kontra.

    Menanggapi polemik tersebut, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menilai persoalan tersebut seharusnya tidak perlu diperpanjang.

    Ia mengimbau publik untuk lebih fokus membahas isu-isu yang lebih penting bagi masa depan bangsa dan global.

    “Kita ini jangan sakit jiwa semua, kita bicara yang penting mengenai keadaan dunia ini, ada di Amerika yang juga kita harus cermati dengan baik, juga dengan Cina melihat apa dampaknya pada Indonesia,” kata Luhut dalam sela acara International Conference on Infrastructure (ICI) di JICC, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Menurutnya, energi bangsa sebaiknya tidak dihabiskan untuk hal-hal yang tidak memberikan manfaat signifikan. Ia mengajak masyarakat untuk tidak saling memprovokasi dan justru bersatu menghadapi tantangan bangsa ke depan.

    “Jadi kita semua kompak, apa sih yang mesti disuarakan, apa masalahnya buat Indonesia, jadi jangan kita membuat berita-berita yang memprovokasi diri kita sendiri, menghabiskan energi kita sendiri,” ucapnya.

    Luhut juga menyinggung pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang mengingatkan tentang potensi pengaruh asing dalam memecah belah bangsa.

    “Seperti Presiden Prabowo katakan tadi, kita jangan ada proxy dari negara-negara atau orang-orang luar yang membentur-benturkan kita,” lanjutnya, sebagaimana dilaporkan KompasTV.

    Di sisi lain, Presiden Jokowi sendiri telah menyatakan kesiapannya untuk menghadapi proses hukum dan menunjukkan bukti bahwa tudingan terhadap dirinya tidak benar.

    Hal ini disampaikan sebagai respons terhadap munculnya keraguan terhadap keabsahan ijazah hingga skripsinya.***

  • Beathor Ungkap Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Sebut Dicetak di Pasar Pramuka buat Pencalonan Pilgub DKI 2012

    Beathor Ungkap Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Sebut Dicetak di Pasar Pramuka buat Pencalonan Pilgub DKI 2012

    GELORA.CO –  Isu mengenai dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi sorotan publik.

    Politisi senior PDIP, Beathor Suryadi, memicu perhatian setelah mengungkap bahwa Andi Widjajanto, mantan Gubernur Lemhannas dan tokoh PDIP, pernah melihat langsung dokumen ijazah milik Jokowi yang kini diyakini tidak asli.

    Dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat, 13 Juni 2025, Beathor menyebut bahwa Andi melihat dokumen tersebut saat proses pencalonan Jokowi untuk Pilpres 2014.

    Namun, dokumen itu diduga hasil cetakan ulang tahun 2012, saat Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.

    “Andi saat itu belum sadar kalau dokumen yang dilihatnya adalah cetakan tahun 2012. Itu dipakai Jokowi saat mendaftar ke Pilgub DKI,” ungkap Beathor.

    Beathor bahkan mengklaim bahwa dokumen tersebut dicetak di kawasan Pasar Pramuka, Salemba, Jakarta, oleh tim inti Jokowi yang berasal dari Solo.

    Tim ini disebut terdiri atas nama-nama seperti David, Anggit, dan Widodo, yang kemudian bekerja sama dengan kader PDIP DKI seperti Dani Iskandar, Indra, dan Yulianto.

    “Untuk memenuhi berkas pendaftaran ke KPUD DKI, mereka mengerjakan dokumen itu di pojok Pasar Pramuka,” jelasnya.

    Sosok Widodo disebut sebagai aktor utama dalam pembuatan dokumen tersebut.

    Namun, menurut Beathor, Widodo telah menghilang sejak nama Bambang Tri, penulis buku kontroversial terkait ijazah Jokowi, mencuat ke publik.

    “Widodo sudah tidak bisa dilacak. Tapi keterangan dari Dani Iskandar sangat kuat bahwa proses itu memang terjadi,” lanjutnya.

    Beathor juga menyebut bahwa Andi Widjajanto sempat kaget ketika melihat foto yang digunakan pada seluruh ijazah Jokowi tampak seragam dan identik.

    Padahal, menurutnya, tiap jenjang pendidikan seharusnya memiliki foto yang berbeda.

    “Andi harus berani buka suara. Kalau tidak, ini akan menjadi beban sejarah,” tegas Beathor.

    Ia menambahkan, bila dugaan ini terbukti benar, maka Universitas Gadjah Mada (UGM) akan mendapat tekanan moral besar, dan Bareskrim Polri harus segera turun tangan menyelidiki lebih lanjut.

    Beathor juga mengungkap bahwa proses koordinasi untuk melengkapi berkas pendaftaran Jokowi berlangsung di sebuah rumah di Jalan Cikini No. 69, Menteng, Jakarta Pusat.

    Di lokasi tersebut, tim dikabarkan membahas strategi memenuhi persyaratan administrasi ke KPUD DKI Jakarta.

    “Fakta pertemuan itu nyata, dan tidak bisa terus-menerus ditutupi,” kata Beathor.

    Pernyataan ini kembali mengguncang dunia politik nasional dan bisa berdampak besar pada sejarah perpolitikan Indonesia. Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Andi Widjajanto, PDIP, maupun pihak Joko Widodo mengenai tudingan tersebut.***

  • Gibran Terancam Dimakzulkan, Mahfud MD Ungkap 4 Nama Pengganti: AHY, Puan, Ganjar, Anies

    Gibran Terancam Dimakzulkan, Mahfud MD Ungkap 4 Nama Pengganti: AHY, Puan, Ganjar, Anies

    GELORA.CO – Langit politik nasional kembali diselimuti awan gelap.

    Polemik soal posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kini semakin menguat dan tak lagi sekadar jadi obrolan di belakang layar.

    Sorotan publik makin tajam usai munculnya desakan pemakzulan secara terbuka dari para jenderal purnawirawan TNI.

    Isu ini seolah mengonfirmasi bahwa stabilitas politik pemerintahan belum benar-benar kokoh, meskipun Presiden Prabowo baru saja mulai menjalankan masa kepemimpinannya.

    Bukan hanya isu integritas, tuduhan soal cacat konstitusional dalam proses pencalonan Gibran pun kembali diangkat ke permukaan.

    Situasi ini membuka ruang spekulasi yang lebih luas mengenai siapa sosok yang mungkin akan menggantikan posisi Gibran jika skenario pemakzulan benar-benar terjadi.

    Mantan Menko Polhukam yang juga pakar hukum tata negara, Mahfud MD, ikut bersuara menanggapi isu yang tengah bergulir kencang ini.

    Dalam kanal YouTube pribadinya, Mahfud mengungkap bahwa apabila Gibran dimakzulkan, Presiden Prabowo memiliki kewenangan konstitusional untuk mengusulkan dua nama pengganti ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

    “Ini sudah diatur secara konstitusional. Jika Wapres berhalangan tetap atau dimakzulkan, maka MPR akan memilih dari dua nama yang diajukan Presiden,” tegas Mahfud.

    Menariknya, Mahfud menyebut empat nama kuat yang menurutnya berpeluang besar masuk bursa calon Wakil Presiden pengganti Gibran.

    Empat tokoh tersebut ialah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Puan Maharani, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.

    AHY dinilai sebagai figur muda yang mewakili kekuatan Demokrat dalam koalisi, meski Mahfud menyebut ia belum menjadi figur sentral.

    Sementara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo dari PDIP disebut bisa menjadi pilihan ideal jika Prabowo ingin menjaga keseimbangan politik pasca-pemilu.

    Namun, penyebutan nama Anies Baswedan sontak mengejutkan publik.

    Pasalnya, Anies merupakan lawan politik utama Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 dan saat ini tak berada dalam struktur partai politik mana pun.

    Mahfud menyebut peluang Anies kecil, namun tak menutup kemungkinan jika kompromi besar menjadi jalan yang dipilih Prabowo.

    “Kalau ingin membangun keseimbangan politik, bisa jadi Puan atau Ganjar. Yang dari PDIP-lah,” ungkap Mahfud sambil memberi isyarat soal kemungkinan arah kompromi politik yang tengah dipertimbangkan.

    Ketegangan politik makin meruncing setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI resmi mengirimkan surat desakan pemakzulan ke tiga lembaga tinggi negara: DPR, MPR, dan DPD.

    Surat tersebut bertanggal 26 Mei 2025 dan ditandatangani oleh empat nama besar dari kalangan militer:

    – Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi

    – Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan

    – Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto

    – Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto

    Dalam pernyataan mereka, para purnawirawan ini menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran sebagai cawapres, yang disebut cacat secara hukum karena diputus oleh pamannya sendiri, Anwar Usman.

    Lebih jauh, mereka juga mempertanyakan kapasitas dan kelayakan Gibran sebagai mantan Wali Kota Solo yang dianggap minim pengalaman serta belum teruji dalam panggung nasional.

    “Dengan pengalaman yang terbatas dan latar belakang pendidikan yang diragukan, sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” tegas mereka dalam surat tersebut.

    Skenario pemakzulan ini menjadi ujian besar pertama bagi kepemimpinan Prabowo.

    Jika langkah ini berlanjut, maka pemilihan calon Wapres pengganti akan menjadi titik krusial yang bisa mengubah arah politik nasional dalam waktu cepat.

    Apakah ini pertanda munculnya koalisi baru?

    Ataukah ini hanyalah strategi tekanan dari pihak-pihak yang ingin merebut kembali pengaruh?

    Yang jelas, publik kini sedang menyaksikan babak baru dalam dinamika kekuasaan di Republik ini, dan nama Gibran kini berada di tengah pusaran badai yang belum tahu kapan akan reda.***

  • Kedubes Iran di Jakarta Serukan Negara Islam dan Anggota Non-Blok Bersatu Kutuk Agresi Israel

    Kedubes Iran di Jakarta Serukan Negara Islam dan Anggota Non-Blok Bersatu Kutuk Agresi Israel

    GELORA.CO –  Republik Islam Iran menyerukan kepada seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengutuk agresi Israel terhadap Iran. Khususnya, negara-negara kawasan, negara-negara Islam, anggota Gerakan Non-Blok dan lainnya

    Sebelumnya, serangan militer Israel ke Iran terjadi pada Jumat (13/6/2025) dini hari waktu setempat. Serangan itu menyasar sejumlah lokasi fasilitas nuklir, termasuk kawasan permukiman di Teheran dan beberapa kota lainnya di Iran.

    “Republik Islam Iran menyerukan kepada seluruh negara anggota PBB, khususnya negara-negara kawasan, negara-negara Islam, anggota Gerakan Non-Blok. Serta semua negara yang peduli terhadap perdamaian dan keamanan internasional untuk segera mengutuk agresi kriminal ini,” tulis Kedutaan Besar Iran di Jakarta, Jumat (13/6/2025).

    Kedubes Iran menyebut, rezim Israel kembali melanggar integritas wilayah dan kedaulatan nasional Republik Islam Iran. Kedubes Iran menyatakan serangan tersebut telah menewaskan beberapa orang, termasuk warga sipil.

    Serangan itu, kata Kedubes, merupakan pelanggaran nyata terhadap Pasal 2 Ayat 4 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini merupakan tindakan agresi terang-terangan terhadap Republik Islam Iran.

    “Sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB, Iran memiliki hak hukum dan sah untuk membela diri, dan Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran akan merespons. Yaitu dengan seluruh kekuatan dalam waktu dan cara yang tepat demi mempertahankan kehormatan dan kedaulatan bangsa,” ucap Kedubes Iran.

    Kedubes Iran juga menyerukan kepada seluruh organisasi, media, dan para aktivis media sosial untuk bersikap objektif dan bertanggung jawab. Khusunya, dalam menyampaikan informasi serta meningkatkan kesadaran publik global tentang kejahatan dan dampak petualangan militer rezim Zionis.

  • Kalau 4 Pulau Diklaim, Akan Picu Konflik Besar antara Aceh dan Sumut bahkan Indonesia

    Kalau 4 Pulau Diklaim, Akan Picu Konflik Besar antara Aceh dan Sumut bahkan Indonesia

    GELORA.CO – Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Alhaytar turut menolak kebijakan Kemendagri yang ingin mengalihkan pengelolaan empat pulau milik Aceh ke Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut).

    Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Dia tak mau keputusan ini malah memicu gejolak masyarakat Aceh.

    “Aceh sudah konflik 30 tahun, kita sudah berdamai. Secara teritorial, pulau itu milik Aceh,” tegas Malik Mahmud kepada wartawan, dikutip di Jakarta, Jumat (13/6/2025).

    Ia menegaskan, secara sejarah keempat pulau tersebut telah lama menjadi bagian wilayah Aceh sejak berabad-abad lalu, baik pada masa Kesultanan Aceh, era penjajahan Belanda, hingga era Indonesia merdeka. “Kalau ini diklaim, maka akan ada ketegangan hingga picu konflik besar antara Sumut dan Aceh, bahkan dapat melibatkan Indonesia,” ujarnya.

    Ia mendesak pemerintah pusat untuk segera mengembalikan kepemilikan keempat pulau tersebut kepada Aceh. “Fokus saja pada pembangunan Aceh, hormati pada sejarah yang ada, jangan picu konflik baru,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga menegaskan pihaknya memiliki bukti kuat bahwa keempat pulau yang sedang bersengketa itu adalah milik Aceh. Dia menolak pengalihan pengelolaan.

    “Ya empat pulau itu sebenarnya itu kewenangan Aceh. Jadi kami punya alasan kuat, bukti kuat, data kuat, zaman dahulu kala, itu memang punya Aceh,” katanya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (13/6/2025).

    Kata Mualem, sapaan akrabnya, hak Aceh atas keempat pulau itu bukan saja terbuktikan dari segi sejarah, tetapi dari segi iklim pun keempat pulau itu mengikuti kawasan Aceh.

    “Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat, bukti yang kuat seperti itu,” tuturnya.

    Polemik ini bermula dari terbitnya SK Kemendagri bernomor  Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait. Dia mengaku proses ini sudah berlangsung lama, bahkan sebelum dirinya menjadi menteri.

    “Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” kata dia di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

    Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.

    Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat. Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat, sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.

    “Nah, tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.

    Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat.

    “Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” tuturnya.

  • Kalau 4 Pulau Diklaim, Akan Picu Konflik Besar antara Aceh dan Sumut bahkan Indonesia

    Kalau 4 Pulau Diklaim, Akan Picu Konflik Besar antara Aceh dan Sumut bahkan Indonesia

    GELORA.CO – Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Alhaytar turut menolak kebijakan Kemendagri yang ingin mengalihkan pengelolaan empat pulau milik Aceh ke Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut).

    Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Dia tak mau keputusan ini malah memicu gejolak masyarakat Aceh.

    “Aceh sudah konflik 30 tahun, kita sudah berdamai. Secara teritorial, pulau itu milik Aceh,” tegas Malik Mahmud kepada wartawan, dikutip di Jakarta, Jumat (13/6/2025).

    Ia menegaskan, secara sejarah keempat pulau tersebut telah lama menjadi bagian wilayah Aceh sejak berabad-abad lalu, baik pada masa Kesultanan Aceh, era penjajahan Belanda, hingga era Indonesia merdeka. “Kalau ini diklaim, maka akan ada ketegangan hingga picu konflik besar antara Sumut dan Aceh, bahkan dapat melibatkan Indonesia,” ujarnya.

    Ia mendesak pemerintah pusat untuk segera mengembalikan kepemilikan keempat pulau tersebut kepada Aceh. “Fokus saja pada pembangunan Aceh, hormati pada sejarah yang ada, jangan picu konflik baru,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga menegaskan pihaknya memiliki bukti kuat bahwa keempat pulau yang sedang bersengketa itu adalah milik Aceh. Dia menolak pengalihan pengelolaan.

    “Ya empat pulau itu sebenarnya itu kewenangan Aceh. Jadi kami punya alasan kuat, bukti kuat, data kuat, zaman dahulu kala, itu memang punya Aceh,” katanya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (13/6/2025).

    Kata Mualem, sapaan akrabnya, hak Aceh atas keempat pulau itu bukan saja terbuktikan dari segi sejarah, tetapi dari segi iklim pun keempat pulau itu mengikuti kawasan Aceh.

    “Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat, bukti yang kuat seperti itu,” tuturnya.

    Polemik ini bermula dari terbitnya SK Kemendagri bernomor  Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait. Dia mengaku proses ini sudah berlangsung lama, bahkan sebelum dirinya menjadi menteri.

    “Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” kata dia di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

    Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.

    Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat. Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat, sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.

    “Nah, tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.

    Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat.

    “Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” tuturnya.

  • Mahasiswa Aceh Geruduk Gedung Kemendagri, Peringatkan Tito Jangan Memicu Konflik di Tanah Rencong

    Mahasiswa Aceh Geruduk Gedung Kemendagri, Peringatkan Tito Jangan Memicu Konflik di Tanah Rencong

    GELORA.CO – Persatuan Mahasiswa Aceh Jakarta Raya berunjuk rasa di depan gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, Jumat (13/6/2025). Mereka menolak pengalihan pengelolaan Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek ke Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

    Dalam orasinya, salah satu orator mengingatkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian unutk tidak memicu konflik  Ia juga menyinggung terkait Memorandum of Understanding (MoU) atau Kesepakatan Helsinki adalah perjanjian damai yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.

    Perjanjian ini menandai berakhirnya konflik bersenjata yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun di Aceh. Mereka berharap kejadian serupa tak terulang kembali.

    “Agar tidak semena-mena dengan Aceh, ini gampang sekali menjadi pemicu di lapangan, pemicu di daerah, itu wilayah konflik saudara-saudaraku,” kata salah satu orator.

    Ia mengingatkan bahwa Aceh merupakan wilayah yang pernah perang untuk menuntut kemerdekaan sebelum akhirnya berdamai.

    “Kita harus sama-sama melihat bahwa persoalan amAceh itu bukan persoalan sederhana, ini yang perlu kami sampaikan kepada Mendagari jangan sampai kita rakyat Aceh yang sudah menikmati damai ini terusik lagi,” ucap orator.

    Adapun dalam aksi ini Persatuan Mahasiswa Aceh Jakarta Raya menuntut sejumlah hal, di antaranya:

    1. Mendesak Presiden Prabowo Subianto mencopot Mendagri Tito Karnavian dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syafrizal 

    2. Meminta Gubernur Aceh dan DPRA segera mengambil sikap terkait empat pulau tersebut

    3. Meminta Presiden Prabowo mencabut SK Kemendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau di Aceh.

    Polemik ini bermula dari terbitnya SK Kemendagri bernomor  Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

    Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) menegaskan pihaknya mempunyai bukti kuat bahwa Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek memang punya Aceh sejak dulu. Ia menolak dengan tegas pengalihan empat pulau itu ke Sumatera Utara (Sumut).

    “Ya empat pulau itu sebenarnya itu kewenangan Aceh. Jadi kami punya alasan kuat, bukti kuat, data kuat, zaman dahulu kala, itu memang punya Aceh,” kata Muzakir kepada wartawan di Jakarta, Kamis (12/6/2025).

    Sementara, Mendagri Tito Karnavian bersikeras, penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait. Dia mengaku proses ini sudah berlangsung lama, bahkan sebelum dirinya menjadi menteri.

    “Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” kata dia di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

    Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.

    Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat. Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat, sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.

    “Nah, tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.

    Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat.

    “Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” tuturnya.

  • Finalis Pemimpin Terkorup, Ferdinand Hutahaean Sebut Jokowi Seharusnya Jadi Napi Bukan Nabi

    Finalis Pemimpin Terkorup, Ferdinand Hutahaean Sebut Jokowi Seharusnya Jadi Napi Bukan Nabi

    GELORA.CO –  Politikus PDI Perjuangan Ferdinand Hutahaean menilai pikiran Dedy Nur Palakka rusak setelah politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu menilai Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) pantas menyandang status nabi.

    Ferdinand pun menilai pernyataan tersebut menyesatkan publik.

    “Jadi, ini nalarnya sudah rusak Dedy Nur Palakka ini, overkultus dan itu menyesatkan ke masyarakat,” kata dia saat dihubungi, Jumat (13/6).

    Ferdinand mengatakan Jokowi tidak pantas dianggap sebagai nabi. Terlebih lagi, jika menilik perbuatan Gubernur Jakarta itu selama memimpin Indonesia. 

    “Jokowi itu tidak pantas sebagai seorang nabi, justru Jokowi itu seharusnya menghadapi proses hukum karena dianggap patut diduga banyak sekali pelanggaran, penyimpangan dilakukan,” lanjutnya.

    Toh, kata Ferdinand, OCCRP sebagai lembaga internasional terkait kejahatan terorganisasi pernah memasukkan nama Jokowi sebagai finalis pemimpin dunia terkorup.

    Menurut Ferdinand, beberapa hal itu yang mendasari Jokowi tidak layak menyandang status nabi.

    “OCCRP memasukkannya (Jokowi, red) sebagai pemimpin terkorup di dunia. Finalis pimpinan terkorup,” ujar dia.

    Sebelumnya, kader PSI Dedy Nur Palakka yang menyebut Presiden ketujuh RI Jokowi memenuhi syarat untuk menjadi seorang nabi.

    Dedy dalam tulisannya di media sosial x mengeklaim bahwa Jokowi itu sosok yang memenuhi syarat menjadi nabi.

    “Jadi nabi pun sebenarnya beliau ini sudah memenuhi syarat, cuma sepertinya beliau menikmati menjadi manusia biasa dengan senyum selalu lebar ketika bertemu dengan rakyat,” demikian Dedy menuliskan di x seperti dikutip Kamis.