Roy Suryo Heran Prof Sofian Effendi Cabut Pernyataan Soal Ijazah Jokowi: Ada Tangan-tangan Jahat
Author: Gelora.co
-

Masa Sih Sekelas Profesor Informasinya Zonk Semua
GELORA.CO – Pakar hukum tata negara, Refly Harun merasa curiga dengan sikap mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Sofian Effendi yang mencabut semua pernyataannya tentang ijazah Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan Sofian soal ijazah Jokowi itu viral di media sosial karena dia menyebutkan bahwa nilai Jokowi di semester awal kuliah tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang S1 hingga mengatakan skripsi eks Presiden RI itu tidak pernah diujikan.
Bahkan, dia juga menyebutkan bahwa ijazah yang diperlihatkan oleh Jokowi ke publik itu diduga milik mendiang Hari Mulyono, suami pertama adik dari Jokowi, yakni Idayati.
Namun, setelah itu, Sofian tiba-tiba memberikan klarifikasi bahwa dia menarik semua pernyataannya soal ijazah Jokowi tersebut dan menyampaikan permohonan maaf.
Oleh karena itu, Refly menaruh curiga dengan sikap Sofian yang tiba-tiba berubah arah tersebut.
Refly pun menduga ada dua kemungkinan yang menyebabkan Sofian bersikap demikian, pertama karena ada yang meyakinkannya bahwa apa yang dia katakan itu tidak benar.
Kedua, kata Refly, bisa saja Sofian mendapatkan ancaman dari pihak lain, sehingga dirinya mencabut semua pernyataannya tersebut.
“Ada dua kemungkinan, dia diyakinkan oleh pihak lain bahwa apa yang dia katakan itu tidak benar, yang benar adalah versi Ova Emilia.”
“Kedua, dia diancam untuk tidak menyampaikan atau untuk mencabut pernyataannya itu, kita tidak tahu,” ungkapnya, Jumat (18/7/2025), dikutip dari YouTube Refly Harun.
Namun, Refly tetap merasa heran dengan sikap Sofian tersebut karena sekelas profesor tidak mungkin menyampaikan informasi zonk.
“Tapi masa sih sekelas profesor menyampaikan informasi zonk semua, dari A sampai Z dan ditarik semua. Itu kan tidak lazim.”
“Saya misalnya kalau menyampaikan suatu pernyataan apalagi dalam sebuah podcast, ya tentu yang saya sampaikan harus sebagian besar adalah informasi yang kredibel yang bisa dipertanggungjawabkan, baik itu informasi sekunder maupun informasi primer apalagi,” jelasnya.
Menurut Refly hal ini menjadi pertanyaan besar, mengapa Sofian tiba-tiba mengubah pernyataannya itu.
Dia pun menduga, di balik itu semua pasti ada sesuatu yang terjadi dengan ijazah eks Presiden ke-7 RI tersebut.
Apalagi, sekelas profesor seperti Sofian sampai harus menarik semua pernyataan yang sebelumnya sudah disampaikan.
“This is a question, a big question. Malah kalau kita lihat cara pandang terbalik, ya, ini menegaskan bahwa pasti ada apa-apa dengan soal ijazah. There must be something happen to the diploma certificate of Jokowi,” katanya.
“Sekelas Profesor Sofian Efendi harus menarik semua pernyataannya, ingat semua pernyataannya. dia tidak sedang meralat, tapi menarik semua pernyataannya.”
“Justru menurut saya ini makin menegaskan there must be something happen. Ya, pasti ada yang terjadi, pasti ada yang ditutupi, pasti ada yang dikhawatirkan. Itu yang bisa kita lihat,” sambung Refly.
-

Kasus Gak Jelas, Nggak Ada Barang Bukti
GELORA.CO – Eks Wakapolri, Komjen (Purn) Oegroseno buka suara terkait kasus dugaan korupsi importasi gula Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Tirkasih Lembong atau Tom Lembong.
Menjelang sidang vonis yang digelar pada Jumat (18/7/2025) hari ini, Oegroseno menyimpulkan bahwa kasus yang menjerat Tom Lembong tidak memiliki kejelasan dalam proses penyelidikan hingga persidangan.
Dia juga menganggap tidak ada bukti-bukti yang kuat selama persidangan sehingga membuktikan Tom Lembong layak untuk dihukum.
“Kasusnya nggak jelas, nggak ada barang bukti, alat buktinya sama keterangan saksi juga cuma dari staf-staf,” katanya dikutip dari program Gaspol di YouTube Kompas.com, Jumat (18/7/2025).
Tom Lembong dituntut tujuh tahun penjara dalam kasus ini. Menurut jaksa, Tom terbukti melakukan tindakan untuk memperkaya perusahaan lain terkait kebijakan importasi gula.
Namun, jaksa mengakui bahwa tersebut tidak terbukti untuk memperkaya Tom Lembong.
Oegroseno menilai Tom Lembong layak divonis bebas jika berkaca dari analisanya selama proses penyelidikan hingga persidangan yang dianggap tidak cukup bukti untuk menjerat terdakwa.
Dia menegaskan seluruh keputusan terkait vonis Tom Lembong berada di tangan hakim.
“Kalau hakimnya masih berketuhanan yang Maha Esa, berperikemanusiaan, dan masih Pancasila lah, oonslag (vonis lepas) saja nggak bisa, harus vrijspraak (bebas murni),” tegasnya.
“Bukan saya mendahului hakim, ya tapi saya membaca setiap kali fakta persidangan diungkapkan para saksi itu nunduk oh begitu ya, tapi kalau jaksa sudah nanya lagi kita geleng-geleng kepala,” sambung Oegroseno.
Tom Lembong bakal menjalani sidang vonis terkait kasus dugaan korupsi importasi gula tahun 2015-2016 pada Jumat hari ini di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selama empat bulan sidang bergulir, jaksa meyakini Tom bersalah melakukan importasi gula dengan menunjuk sembilan perusahaan swasta untuk menanganinya.
Jaksa juga meyakini bahwa Tom bersalah karena melibatkan koperasi alih-alih perusahaan BUMN.
Di sisi lain, pihak Tom Lembong menepis dakwaan jaksa tersebut dengan menegaskan kebijakan importasi gula tidak menyalahi aturan serta dilakukan demi mengendalikan stok gula di Indonesia saat itu.
Selain itu, pengacara juga menganggap hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) keliru.
“Jadi, ya itu yang cukup syok buat saya, betapa kacau balau ya baik audit BPKP itu sendiri maupun keterangan ahli BPKP kemarin,” kata Tom setelah sidang pada 24 Juni 2025.
Dalam perkara ini, Tom Lembong dianggap melakukan perbuatan melawan hukum setelah menerbitkan 21 persetujuan impor gula.
Jaksa menilai kebijakan Tom Lembong tersebut membuat negara rugi Rp578 miliar karena dia dianggap memperkaya pengusaha gula swasta.
Tom Lembong pun dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp750 juta subsidair enam bulan kurungan.
Jelang Vonis, Ada Konsultan Pajak Kirim Amicus Curiae
Menjelang sidang, konsultan yang tegabung dalam Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Perpajakan mengirimkan amicus curiae atau sahabat pengadilan ke hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dokumen itu sudah diterima panitera Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis kemarin.
Salah satu isi dari dokumen itu menyoroti soal audit BPKP yang menyatakan negara mengalami kerugian hingga Rp578 miliar akibat kebijakan impor gula Tom Lembong.
Ketua lembaga tersebut, Suhandi Cahaya, menganggap hitung-hitungan BPKP tidak didukung fakta persidangan. Adapun salah satunya terkait Harga Pokok Penjualan (HPP) gula.
Berdasarkan audit, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) yang ditunjuk Tom Lembong untuk melakukan operasi pasar membeli gula kristal putih (GKP) atau gula pasir dari perusahaan swasta seharga Rp9.000 per kilogram dan dianggap BPKP terlalu mahal.
Namun, dalam persidangan, HPP bukanlah harga maksimum dengan bukti harga pembelian GKP dari petani oleh perusahaan BUMN yaitu PT Perkebunan Nusantara dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), justru lebih mahal dari HPP.
“Transaksi ini tidak dianggap kemahalan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara,” tutur Suhandi.
“Karena itu, pernyataan BPKP bahwa selisih harga beli (Rp 9.000 per kilogram) dengan HPP (Rp 8.900 per kilogram) merupakan komponen kerugian keuangan negara tidak mempunyai dasar hukum sehingga tidak valid,” katanya.
Suhandi juga menyoroti soal pandangan BPKP bahwa kekurangan bayar dimasukan sebagai kerugian negara.
Menurutnya, BPKP telah membuat keresahan bagi wajib pajak karena menciptakan ketidakpastian hukum.
Selain itu, pihaknya juga mempersoalkan BPKP yang mengatakan seakan-akan perusahaan gula swasta harus membayar bea masuk impor gula kristal putih, padahal mengimpor gula kristal mentah.
“Perhitungan bea masuk versi BPKP, bahwa impor produk A harus bayar bea masuk untuk produk B, tidak sesuai peraturan perpajakan yang berlaku, sekaligus bersifat ilusi,” tutur Suhandi
-

Jadi Role Model PSI, Jokowi Diundang Hadiri Kongres Parpol Anaknya di Solo, Diminta Isi Sesi Diskusi
GELORA.CO – Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) diundang untuk menghadiri Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 2025.
Kongres PSI tahun ini akan digelar di kota asal Jokowi yakni Solo, Jawa Tengah pada besok Sabtu dan Minggu, 19-20 Juli 2025.
Agenda Kongres PSI 2025 ini adalah penetapan hasil pemilihan ketua umum (Ketum) yang juga diikuti oleh sang petahana Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi.
Menjelang kongres nasional, sejumlah pimpinan DPP PSI pun mengunjungi rumah Jokowi di Banjarsari, Solo pada Kamis (17/7/2025).
Dalam kesempatan itu, Jokowi diberi jaket dengan logo baru PSI.
Jaket berwarna dominan hitam dengan aksen putih dan merah itu dikenakan Jokowi sembari tersenyum menunjukkan gambar gajah, logo baru partai politik (parpol) yang kini diketuai Kaesang tersebut.
Sebagai informasi, PSI sekarang tidak lagi menggunakan bunga mawar merah sebagai lambang atau logo partainya.
Logo PSI yang baru ialah siluet Gajah dengan badan berwarna hitam dan kepala berwarna merah.
Sedangkan, tulisan nama partai juga mulai berganti, bukan lagi nama ‘Partai Solidaritas Indonesia’ melainkan ‘PSI Partai Super Tbk’.
Aksi simbolik penyerahan jaket PSI ini lantas memperkuat rumor bahwa Jokowi akan bergabung sebagai anggota atau bahkan Dewan Pembina PSI.
“DPP PSI bertemu dengan Pak Jokowi sekalian menyampaikan jaket PSI kepada Pak Jokowi. Ternyata ukurannya pas. Sekaligus jaket dengan logo baru simbol gajah,” kata Ketua Steering Committee Kongres PSI, Andy Budiman, dilansir TribunJateng.com.
Andy menyebutkan bahwa sosok Jokowi memang telah menjadi role model atau panutan bagi PSI sejak awal partai ini berdiri pada 2014.
“Pak Jokowi sejak awal menjadi role model PSI. Kelahiran PSI juga karena anak muda yang bergabung di awal yang rata-rata tidak punya background politik,” tutur Andy.
“Karena melihat Pak Jokowi, dengan masuk politik bisa memberikan banyak manfaat bagi orang lain. Sebagai role model, tentu ini sebagai ekspresi penghormatan kepada Presiden Ketujuh yang punya jasa begitu besar kepada negeri ini selama 10 tahun menjabat sebagai presiden,” sambungnya.
Adapun Kongres PSI yang akan berlangsung selama 2 hari itu akan digelar di dua lokasi yaitu di Graha Saba Buana dan Edutorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Selain sebagai tamu undangan, Jokowi juga diminta menjadi pengisi sesi diskusi bersama kader dan pengurus PSI dari seluruh Indonesia.
“Pada saat kongres, Pak Jokowi mengisi sesi memberikan ceramah kepada kader,” ujar Andy.
Sesi tersebut rencananya akan digelar dalam format forum terbuka yang dapat diikuti oleh seluruh peserta kongres.
Hasil Sementara Pemilihan Ketum PSI
Calon Ketua Umum (Caketum) nomor urut 2, PSI sekaligus petahana, Kaesang Pangarep, sementara unggul dalam proses penghitungan suara pemilihan Ketum PSI melalui e-voting, pada Kamis (17/7/2025).
“Jadi posisinya sekarang Mas Kaesang memimpin,” ujar Sekretaris Steering Committee Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Benidiktus Papa saat dihubungi Kompas.com, Kamis.
Awalnya, caketum nomor urut 1, Ronald A. Sinaga (Bro Ron) sempat lebih unggul dari Kaesang.
Tetapi, setelah Kaesang berkeliling ke wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, suaranya dalam Pemilihan Ketum PSI pun melonjak.
“Mas Kaesang 2 hari terakhir ini keliling di Jawa Tengah, kemudian di Jawa Timur, saya kira ini akhirnya mendongkak perolehan suara beliau,” ungkap pria yang akrab disapa Benny tersebut.
“Jadi sekarang posisinya Mas Kaesang bergerak menjadi yang paling kuat ya, terbanyak,” imbuhnya.
Di tempat kedua ada Bro Ron sedangkan posisi akhir diduduki caketum nomor urut 3, Agus Mulyono Herlambang.
Benny mengatakan bahwa suara yang diperoleh Bro Ron dan Agus Mulyono per siang hari kemarin cukup bersaing ketat.
“Kemudian disusul Bro Ron dan Bro Agus yang bersaing ketat ini,” sebut Juru Bicara (jubir) PSI itu.
Perolehan suara sementara ini berdasarkan data pada Kamis pukul 14.00 WIB, total suara masuk sebanyak 65 persen.
Benny pun optimis bahwa perolehan suara PSI akan mencapai target sesuai dengan DPT yang sudah diumumkan.
Lantaran, proses pemilihan suara secara e-voting masih terus berjalan hingga ditutup pada Jumat (18/7/2025) malam.
“Hari ini progresnya kita sudah di angka 65 persen suara masuk, jadi sekitar 120.000 suara yang masuk per jam 2 tadi saya cek sudah 65 persen,” jelasnya
-

MK Tolak Gugatan Mahasiswa soal Syarat Capres-Cawapres Minimal Harus S1
GELORA.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi mengenai syarat calon Presiden dan Calon Wakil Presiden minimal harus berpendidikan minimal sarjana strata satu (S1). Putusan tertuang pada Nomor 87/PUU-XXIII/2025.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo, membacakan amar itu, Kamis (17/7/2025).
Dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi menilai petitum yang diajukan para pemohon justru mempersempit peluang warga untuk menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden.
Padahal, aturan yang ada saat ini tidak membatasi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan calon dengan latar pendidikan lebih tinggi.
“Dalam batas penalaran yang wajar, pemaknaan baru demikian justru mempersempit peluang hingga dapat membatasi warga negara yang akan diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon presiden dan wakil presiden,” ujar hakim MK, Ridwan Mansyur.
Mahkamah juga menilai, pembentuk undang-undang bisa saja mengubah persyaratan yang ada sewaktu-waktu. Hal ini mempertimbangkan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada.
“Pembentuk undang-undang berdasarkan delegasi Pasal 6 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 berhak mengaturnya dan sewaktu-waktu dapat mengubah norma pasal a quo disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada,” tutup Ridwan.
Sekadar diketahui, gugatan ini diajukan oleh Hanter Oriko Siregar, Daniel Fajar Bahari Sianipar dan Horison Sibarani. Pada intinya mereka mengajukan Uji Materi pada Pasal 169 huruf r Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam petitumnya, pemohon menilai aturan batas minimal pendidikan yang ada sekarang (SMA dan sederajat) akan berdampak menciptakan pemimpin yang tidak kompeten dalam menjalankan tugas. Hal itu dinilai melanggar konstitusi.
-

Tak Usah Dikabari Jika Meninggal
GELORA.CO – Sebuah video menyayat hati kembali viral di media sosial. Akun TikTok @ariefcamra, pemilik Griya Lansia, Malang memperlihatkan empat orang anak kandung yang secara resmi menyerahkan sang ibu secara total ke panti jompo tersebut.
Bahkan, mereka setuju dengan peraturan jika ibu mereka tak bisa dikunjungi dan tak boleh dikabari jika meninggal dunia. Sebab, Griya Lansia memang diperuntukkan untuk mengurus lansia terlantar sebatang kara.
“Jika ibunya meninggal dunia, mereka tidak perlu dikabari,” bunyi keterangan yang menempel dalam video viral itu, yang direkam pada Selasa, 15 Juli 2025, di Jalan Perlis Gang 6, Surabaya.
Dalam video berdurasi beberapa menit itu, Arief Camra menjelaskan bahwa keempat anak Siti Fatimah, Faisal, Lukman, Wardah, dan Robet, anak bungsu yang disebut tengah terlibat kasus kepolisian menyatakan tak sanggup merawat ibunya karena alasan ekonomi dan lokasi.
“Sampeyan kan empat bersaudara, masa tidak ada yang bisa merawat ibunya?” tanya Arief Camra dalam video.
Si anak pun menjawab dengan wajah datar, jika dirinya dan saudara-saudaranya yang lain siap untuk menyerahkan sang ibu ke panti jompo tersebut.
Setelah mengurus dokumen yang diperlukan, dalam unggahan tersebut, Arief Camra langsung membopong lansia yang diketahui bernama Siti Fatimah itu ke dalam mobil. Mereka pun melalui perjalanan dari Surabaya ke Malang.
Kisah Pilu Penyerahan Tanpa Penyesalan
Bu Fatimah sendiri tampak pasrah, namun dalam salah satu momen paling menyayat hati, kamera menangkap ekspresinya yang terus menatap ke arah anaknya saat digendong keluar rumah.
Baca Juga: Viral Massa Protes saat Paripurna DPRD Sumut, Suarakan Keadilan untuk Buruh Korban PHK
Tatapan dalam itu menjadi simbol kesedihan yang tak bisa diungkapkan kata. Setibanya di Griya Lansia, Siti Fatimah langsung dirawat oleh tim perawat berpengalaman.
Ia dipotong rambut dan kukjnya, dimandikan, diberi pakaian bersih, hingga mengikuti kegiatan rutin bersama penghuni lain, termasuk shalat berjamaah di pagi hari.
“Kami merawat beliau sepenuh hati. Layanan kami gratis 100%, dari perawatan harian hingga pemakaman nanti. Tapi memang kami butuh komitmen jelas dari keluarga bahwa ini penyerahan total,” ujar Arief Camra.
Komentar Netizen: “Ibumu Merawatmu untuk Hidup, Kamu Menunggunya Mati”
Aksi empat anak yang ‘menyerahkan’ ibu mereka ini menuai amarah publik. Komentar netizen ramai membanjiri unggahan tersebut. Banyak yang menyayangkan keputusan anak-anak yang dianggap tega dan tidak berbakti.
“Begitu tanda tangan penyerahan orang tuanya, rezeki anaknya akan ditutup,” kata @suw****.
“Pas digendong seiring langkah Pak Arief, ibunya terus menengok ke anaknya. Entah apa yang ada di pikiran ibu itu. Sakit hati banget ya, Bu. Ya Allah, jadikanlah anak-anakku anak yang soleh. Amin,” ujar @ali****.
“Ibumu merawatmu agar kamu hidup… tapi kamu merawat ibumu sambil menunggu kematiannya,” tambah @mwe****.
“Dia sanggup membesarkan empat anaknya, tapi keempat anak tak sanggup menjaga satu ibunya,” tulis @HM****.
Kisah Siti Fatimah hanyalah satu dari banyak kasus yang mulai marak, dimana orang tua lanjut usia dianggap beban oleh anak-anaknya sendiri.



