Author: Gelora.co

  • Ova Emilia Rektor UGM Tergugat Rp 29 M Kasus Bank BPR, Netizen: Tersandera Kasus Ternyata

    Ova Emilia Rektor UGM Tergugat Rp 29 M Kasus Bank BPR, Netizen: Tersandera Kasus Ternyata

    GELORA.CO – Pernyataan Rektor UGM dalam sebuah video dan wawancara di televisi swasta mendapatkan berbagai tanggapan dari masyarakat dan warganet.

    Tidak hanya itu, netizen juga ungkap data jika Ova Emilia Rektor UGM tergugat Rp 29 M yang merupakan pemegang saham Bank BPR Tripilar Arthajaya.

    Diketahui dari putusan Pengadilan Negeri-Hubungan Industrial dan Tindak Pidana Korupsi Yugyakarta nomor 156/PDT/2018/PT.YYK menyebutkan jika Ova Emilia merupakan pemegang saham dari Bank BPR Tripilar Arthajaya.

    Ova Emilia yang merupakan tergugat IV merupakan pemegang saham mencapai 99.8 persen atau pemegang saham mayoritas.

    Dari putusan Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 156/PDT/2018/Pt TTK Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV telah melakukan perbuatan melawan Hukum.

    Adapun tergugat III adalah Abdul Nasil atau Jang Keun Won yang merupaka suami dari Ova Emilia yang merupakan Tergugat IV.

    Selain itu putusan ini juga menguatkan putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta tanggal 1 Agustus 2018, Nomor : 190/Pdt.G/2017/PN.Yyk yang dimohonkan banding tersebut.

    Dengan adanya kasus ini, membuat netizen menghubungkan bagaimana Ova Emilia yang merupakan Rektor UGM terlihat memberikan pembelaannya atas izajah Joko Widodo.

    Ova dalam video yang tersebar di media sosial menyampaikan jika UGM punya bukti dan data bahwa Joko Widodo resmi menjadi lulusan dari UGM.

    Dalam akun youtube @Universitas Gadjah Mada, Ova menyampaikan jika UGM memiliki dokumen otentik terkait keseluruhan proses pendidikan Joko Widodo di UGM. 

    Dokumen ini meliputi tahap penerimaan yang bersangkutan di UGM, proses kuliah selama menempuh sarjana muda, pendidikan sarjana, KKN hingga wisuda.

    Informasi yang lebih rinci telah dirilis dalam bentuk podcast di sini.

    “Joko Widodo dinyatakan lulus dari UGM pada tanggal 5 November 1985 dan UGM telah memberikan ijazah yang sesuai dengan ketentuan kepada yang  bersangkutan saat diwisuda tanggal 19 November 1985,” tambahnya.

    Menanggapi pernyataan Ova, dr Tifauzia Tyassuma di akun X @DokterTifa menyampaikan rasa penasarannya kenapa Rektor UGM tersebut sampai memberikan pernyataan tersebut.

    “Mbak Ova. Ngapain sih mbak, bikin video begini,” tanyanya.

    “Orang yang panjenengan bela itu yang seharusnya bikin video begini, BUKAN REKTOR UGM!,” tegas dr Tifa.

    Selain itu dr Tifa juga menuliskan kenapa tidak Joko Widodo sendiri yang memberikan bantahan dan membuktikan jika izajahnya asli serta menunjukan kepada rakyat.

    “UGM itu bukan milik Joko Widodo!, UGM itu bukan pegawainya Joko Widodo!, Rektor UGM itu bukan hamba sahayanya Joko Widodo!,” tulis dr tifa

    Selaian itu netizen juga ikut mengomentari Ova yang terjerat kasus tersebut dan menuding jika pembelaan Ova ke Joko Widodo untuk mengamankan kasusnya

    “Buseeeeeeeeeeeeeeeeeeeetttttt tersandera kasus ternyata,” tulis akun @AbaGhomel.

    “Oalah, pantesan membela yang mau membela dia. Ternyata politik balas Budi, politik saling sandera dan politik saling melindungi, masih dipakai di sini,” akun @TriWibowoST1 ikut mengomentari.

  • Undang Profesor Zionis, UI Minta Maaf dan Klaim untuk Kepentingan Akademik

    Undang Profesor Zionis, UI Minta Maaf dan Klaim untuk Kepentingan Akademik

    GELORA.CO – Kegiatan Pengenalan Sisten Akademik Universitas (PSAU) yang digelar Universitas Indonesia (UI) di Kota Depok, Jawa Barat, Sabtu (23/8/2025), mejadi perhatian masyarakat luas. Pasalnya, UI mengundang ilmuwan politik Prof Peter Berkowitz, yang dikenal memiliki keberpihakan terhadap Israel dalam konflik antara Palestina dan Israel.

    Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI Prof Arie Afriansyah menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas kritik dan masukan sebagai bagian dari kebebasan menyampaikan pendapat yang bersifat konstruktif. Menurut dia, UI tetap konsisten pada sikap dan pendirian berdasarkan konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang terus memperjuangkan agar penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.

    Dia mengeklaim, UI terdepan dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina menghadapi penjajahan yang dilakukan Israel. “UI mendukung penuh kemerdekaan bagi bangsa Palestina. Hal ini disampaikan langsung oleh Rektor UI kepada Duta Besar Palestina saat kunjungannya ke UI pada 17 Januari 2025 yang lalu,” kata Arie kepada Republika.co.id di Jakarta, Ahad (24/8/2025).

    Dia mengakui, muncul reaksi dan keprihatinan publik akibat orasi yang disampaikan oleh Berkowitz di kegiatan PSAU tersebut. Menurut Arief, kasus itu menjadi sebuah pembelajaran sekaligus bentuk perhatian positif untuk UI agar lebih selektif dan sensitif dalam mempertimbangkan berbagai aspek saat mengundang akademisi internasional pada masa yang akan datang.

    Meski demikian, Arie menilai, orasi yang disiapkan dalam kegiatan tersebut semata-mata bertujuan untuk memberikan perspektif dari figur institusi terkemuka di dunia dalam bidang Sosial Humaniora dan Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM). Saat pemilihan kandidat pembicara, UI menilai bahwa Berkowitz adalah di antara nama-nama terbaik dari luar negeri dalam bidang terkait.

    “Tidak ada maksud lain dalam memberikan kesempatan kepada kedua tokoh tersebut berorasi selain untuk kepentingan akademik,” ujar Arie.

    Dia menjelaskan, orasi selengkapnya dalam acara PSAU tersebut dapat dilihat kembali oleh semua pihak dalam kanal resmi Youtube Universitas Indonesia. Arie menilai, isi orasinya memang murni tentang apa yang diharapkan. Ihwal latar belakang pembicara Berkowitz, ia mengakui bahwa UI kurang berhati-hati dalam menelusurinya.

    Karena itu, ia menyampaikan permintaan maaf kepada publik. “Dengan segala kerendahan hati UI mengakui kurang hati-hati, dan untuk itu UI meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas kekhilafan dalam kekurangcermatan saat melakukan background check terhadap yang bersangkutan,” kata Arie.

    Dia menegaskan, UI akan terus berkomitmen sesuai dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam menghapus penjajahan. Komitmen itu akan juga dituangkan melalui perbaikan dalam semua lini tata kelola universitas untuk menjamin iklim kebebasan akademik dan demokrasi terus terawat dengan baik.

  • Pengakuan Kapten Penculikan Kepala Cabang BRI Cempaka Putih Saat Diinterogasi Polisi

    Pengakuan Kapten Penculikan Kepala Cabang BRI Cempaka Putih Saat Diinterogasi Polisi

    GELORA.CO – Pelaku EW alias Eras yang ditangkap polisi di Bandara Komodo Labuan Bajo, Manggarai Timur, NTT, disebut sebagai kapten penculikan Kepala Cabang BRI Cempaka Putih.

    Detik-detik penangkapan Eras di Bandara Komodo NTT diunggah salah satu anggota Ditreskrimum Polda Metro Jaya Iptu Zakaria di akun Instagram miliknya.

    Iptu Zakaria menyebut Eras yang merupakan debt collector ini sebagai kapten penculikan Kacab BRI Mohamad Ilham Pradipta.

    “Akhir pelarian sang kapten penculikan Kepala Cabang BRI Cempaka Putih Jakarta Pusat,” ungkap Iptu Zakaria dalam narasi video Instagram miliknya @jacklyn_choppers, Sabtu (23/8/2025).

    Iptu Zakaria juga menyebut bahwa Eras ditangkap di Bandara Komodo NTT.

    “EW ditangkap saat tiba di Bandara Komodo Labuan Bajo NTT oleh tim gabungan Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Satreskrim Polres Mabar Polda NTT,” kata Zakaria lagi dalam narasi videonya.

    Dalam video itu, Eras juga terlihat diinterogasi oleh polisi.

    “Kamu cerita dari awal mula ya. Kamu awalnya di sini apa sudah tinggal di Jakarta?” tanya polisi.

    “Sudah di Jakarta,” jawab Eras.

    Polisi kemudian bertanya kepada Eras, dia bersama siapa saja di dalam mobil putih tersebut.

    “Saya, Andre, Ronald, sama Berto, sama Arifin,” kata Eras.

    “Terus masukkan ke mobil, kau ke ” tanya polisi lagi.

    “Iya,” Eras menjawab singkat sambil mengangguk.

    Setelah diinterogasi secara singkat di Labuan Bajo, tim Subdit Jatanras dan Resmob Polda Metro Jaya kemudian membawa Eras kembali ke Jakarta.

    Eras kemudian diperiksa bersama dengan tiga tersangka lainnya yang sudah ditangkap lebih dahulu di Jakarta Pusat.

    Tiga pelaku lain yang lebih dulu diamankan polisi antara lain AT, RS, dan RAH ditangkap di kontrakan mereka di Johar Baru III Jakarta Pusat.***

  • Keluarga Arya Daru Tolak Hasil Polisi, Temukan Amplop Misterius dengan Isi Mengherankan

    Keluarga Arya Daru Tolak Hasil Polisi, Temukan Amplop Misterius dengan Isi Mengherankan

    GELORA.CO – Keluarga diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan, kembali dikejutkan oleh kejadian misterius di tengah duka mendalam.

    Pada sebuah pengajian malam hari untuk mendoakan almarhum di Banguntapan, Bantul, muncul seorang pria tak dikenal yang membawa sebuah amplop coklat.

    Pria misterius itu menyerahkan amplop berisi benda-benda aneh kepada asisten rumah tangga di rumah mertua Arya Daru lalu pergi begitu saja tanpa menjelaskan identitasnya.

    Isi amplop tersebut bukan uang ataupun dokumen penting, melainkan potongan gabus putih berbentuk bintang dan hati, serta bunga kamboja yang menimbulkan rasa tanda tanya besar bagi keluarga.

    Penasihat hukum keluarga, Nicholay Aprilindo, menegaskan dalam konferensi pers bahwa simbol-simbol tersebut sama sekali tidak diketahui makna dan tujuannya.

    “Amplop itu dari orang misterius, pria, istrinya (almarhum Daru) pun tidak tahu, keluarganya pun tidak tahu orang itu siapa. Hanya mengantarkan amplop itu dan memberikan, dan pergi,” kata Nicholay.

    Ia menyebut benda misterius itu sudah diserahkan kepada pihak yang berwenang untuk diteliti lebih lanjut karena keluarga menduga ada kaitannya dengan kematian Arya Daru.

    Pihak keluarga berharap simbol bintang, hati, dan bunga kamboja dari gabus putih dalam amplop coklat tersebut ditafsirkan secara mendalam oleh aparat kepolisian.

    “Kami minta diperdalam, apa makna dari simbol-simbol itu, pesan apa yang terkandung dalam simbol-simbol itu,” tegas Nicholay dalam pernyataannya.

    Dalam kesempatan itu, ayah kandung Arya Daru, Subaryono, untuk pertama kalinya tampil ke hadapan media setelah sekian lama memilih diam.

    Ia mengaku keluarga belum bisa berbicara sebelumnya karena kondisi psikologis masih terpukul dan sang istri yang baru menjalani operasi kanker usus belum sehat benar.

    Subaryono menekankan keluarga tidak bisa menerima hasil penyelidikan kepolisian yang menyatakan kematian anaknya tanpa adanya unsur pidana.

    Oleh karena itu, melalui kuasa hukum, keluarga meminta agar kasus kematian Arya Daru ditarik ke Mabes Polri agar penyelidikan lebih transparan dan menyeluruh.

    Sebagai informasi, Arya Daru ditemukan tak bernyawa pada Selasa (8/7) di sebuah kos kawasan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat.

    Jenazah diplomat muda itu membuat geger karena wajahnya terikat isolasi kuning, sehingga memunculkan spekulasi adanya kejanggalan.

    Namun, polisi kemudian memastikan hasil penyelidikan awal tidak menemukan adanya peristiwa pidana.

    Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, menjelaskan bahwa semua bukti menunjukkan korban tidak melibatkan pihak lain.

    “Bahwa penyelidikan yang kami lakukan, kami simpulkan belum menemukan adanya peristiwa pidana,” ujar Wira.

    Kesimpulan tersebut didasarkan pada olah tempat kejadian perkara, hasil sidik jari, dan analisis laboratorium forensik.

    Wira menambahkan pintu kamar kos hanya memiliki satu akses dengan tiga lapis kunci yang masih utuh serta tidak ada plafon yang rusak.

    Selain itu, hasil pemeriksaan Puslabfor menunjukkan sidik jari dan DNA yang menempel di lakban wajah korban adalah milik Arya Daru sendiri.

    Temuan ini menegaskan menurut pihak kepolisian bahwa tidak ada keterlibatan orang lain dalam kasus tersebut.

    Meski demikian, keluarga tetap meragukan hasil itu karena adanya sejumlah hal aneh seperti amplop coklat misterius yang datang ke rumah mertua almarhum.

    Perbedaan pandangan antara keluarga Arya Daru dan pihak kepolisian membuat kasus ini terus menyedot perhatian publik.

    Bagi keluarga, simbol-simbol aneh dalam amplop itu menjadi petunjuk penting yang tidak boleh diabaikan dalam mengungkap fakta sebenarnya.

    Kematian Arya Daru hingga kini masih menyimpan banyak misteri yang menuntut jawaban jelas dari pihak berwenang.***

  • Habis Nyakitin Rakyat, Nafa Urbach Minta Maaf Soal Dukungan Tunjangan Rumah DPR Rp50 Juta

    Habis Nyakitin Rakyat, Nafa Urbach Minta Maaf Soal Dukungan Tunjangan Rumah DPR Rp50 Juta

    GELORA.CO –  Nafa Urbach minta maaf. Nafa Urbach kembali menjadi sorotan publik setelah pernyataannya soal tunjangan rumah DPR menuai kritik luas.

    Artis yang kini duduk sebagai anggota DPR RI periode 2024–2029 itu sempat mendukung adanya tunjangan rumah DPR sebesar Rp50 juta per bulan.

    Menurut Nafa Urbach, tunjangan rumah DPR dianggap sebagai bentuk kompensasi setelah fasilitas rumah jabatan tidak lagi diberikan kepada para anggota dewan.

    Namun, dukungan terhadap tunjangan rumah DPR tersebut memicu tanggapan negatif dari publik yang menilai pernyataan Nafa Urbach tidak peka terhadap kondisi masyarakat.

    Gelombang kritik dari warganet membuat nama Nafa Urbach masuk dalam jajaran trending topik yang ramai dibahas di media sosial.

    Merespons hal itu, Nafa Urbach akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka melalui unggahan di akun Instagram pribadinya.

    Unggahan tersebut kemudian disebarkan ulang oleh akun gosip di Instagram pada Sabtu, 23 Agustus 2025 dan mendapat perhatian luas.

    “Guyss maafin aku yah klo statement aku melukai kalian,” tulis Nafa Urbach di Instagram Story-nya.

    Ia menambahkan komitmen untuk terus memperjuangkan kepentingan rakyat meskipun sebelumnya menuai kontroversi atas ucapannya soal tunjangan rumah DPR.

    “Percayalah aku gak akan tutup mata untuk memberikan hidup aku buat rakyat di dapil aku sebaik mungkin yg bisa aku kerjakan saat ini,” lanjut Nafa.

    Permintaan maaf tersebut menjadi bagian dari klarifikasi dirinya yang saat ini tercatat sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem.

    Nafa Urbach juga diketahui menduduki kursi di Komisi IX DPR RI yang membidangi persoalan kesehatan, tenaga kerja, dan kependudukan.

    Isu tunjangan rumah DPR sendiri belakangan ramai diperbincangkan karena dianggap tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat.

    Publik menilai kebijakan tunjangan rumah DPR Rp50 juta per bulan terlihat kontras dengan realitas warga yang masih berjuang menghadapi kesulitan ekonomi.

    Kontroversi ini juga semakin ramai dibicarakan karena melibatkan figur publik seperti Nafa Urbach yang sebelumnya dikenal luas sebagai artis sebelum terjun ke dunia politik.

    Meski demikian, melalui permintaan maafnya Nafa Urbach berupaya menunjukkan bahwa dirinya tetap terbuka terhadap kritik dari masyarakat.

    Nafa Urbach menegaskan bahwa ia tidak akan menutup mata terhadap aspirasi rakyat di daerah pemilihan yang diwakilinya.

    Klarifikasi tersebut juga dimaksudkan agar masyarakat memahami posisinya sebagai anggota DPR RI yang tetap memiliki tanggung jawab memperjuangkan kepentingan rakyat.

    Sorotan publik terkait tunjangan rumah DPR diprediksi masih akan menjadi isu hangat karena menyangkut transparansi penggunaan anggaran negara.

    Banyak pihak yang berharap agar anggota DPR RI, termasuk Nafa Urbach, bisa lebih peka dalam memberikan pernyataan terkait fasilitas dan hak keuangan dewan.

    Permintaan maaf Nafa Urbach menjadi salah satu contoh bagaimana respons publik di era media sosial bisa cepat memengaruhi citra seorang pejabat.

    Dalam hal ini, kritik warganet terbukti berperan penting dalam memberikan masukan langsung terhadap kebijakan maupun pernyataan anggota DPR RI.

    Kasus Nafa Urbach dengan pernyataan soal tunjangan rumah DPR juga menjadi pengingat bagi politisi untuk berhati-hati dalam menyampaikan pendapat di ruang publik.

    Nafa Urbach berharap ke depannya masyarakat bisa melihat kerja nyatanya sebagai wakil rakyat, bukan hanya menilai dari pernyataan yang pernah dilontarkan.

    Permintaan maafnya pun dianggap sebagai langkah awal untuk memperbaiki hubungan dengan publik yang sempat terganggu akibat isu tunjangan rumah DPR.

    Dengan klarifikasi yang disampaikan, Nafa Urbach menutup kontroversi ini dengan menekankan bahwa dirinya akan terus fokus melayani rakyat.***

  • Sebut Tolol Wacana Bubarkan DPR, Ahmad Sahroni Pamer Motor Mewah Langsung Dihujat Netizen

    Sebut Tolol Wacana Bubarkan DPR, Ahmad Sahroni Pamer Motor Mewah Langsung Dihujat Netizen

    GELORA.CO – Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni bikin pernyataan yang membuat netizen makin marah dan serukan bubarkan DPR.

    Usai seruan DPR pantas dibubarkan, Sahroni menanggapinya bahwa pernyataan ini tolol.

    Keburu geram dengan Sahroni, netizen pun seolah menumpahan kekesalannya ke akun Instagram pribadi Sahroni.

    Lewat salah satu postingan yang memperlihatkan Sahroni menunggangi motor mewah, netizen pun tanggapi dengan balasan menghujat.

    “Mohon maap mau lewat sebentar….mowing mowning”

    Demikian cuitan Sahroni di akun Instagramnya, dikutip Sabtu (23/8).

    Seolah memamerkan motor mewahnya, bukannya dipuji netizen, Sahroni justru dihujat pedas.

    no##torika, “ANJ**NGGGG KAUU BAB***”

    ##ndinerazzurro, “Kami membiarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami memaksa mereka (masuk) ke AZAB yang keras (QS. Luqman: 24)”

    an##i_p_raharjo, “Beban negara.”

    b##ece111, Bergaya dengan Dibiayayain RAKYAT.”

    Sebelumnya Sahroni sebut orang yang cuman mental bilang bubarin DPR itu orang tolol sedunia.

    “Nih kadang-kadang nih ya masyarakat boleh kritik, boleh komplain boleh caci maki gak apa-apa, kita terima,” kata Sahroni.

    “Tapi ada adat istiadat yang mesti disampaikan apakah dengan bubarkan DPR emang meyakinkan masyarakat bisa menjalani proses pemerintahan sekarang ini,” katanya.

    “Belum tentu, maka jangan menyampaikan hal-hal seenaknya. Bubarin DPR, jangan, memang yang ngomong itu rata-rata orang yang gak pernah jadi duduk di DPR,” katanya.

    Tanggapi pernyataan Sahroni akun X Ninz C pun menanggapi.

    “Ingat!! 2029 nanti kita pastikan saja tidak ada lagi DPR yang terpilih. Kalau sampai ada masyarakat yang memilih DPR, berarti masyarakat yang tolol, seperti yang dikatakan Ahmad Sahroni.” ***

  • Dokter Tifa Skak Pernyataan Ova Emilia, Nah Rektor Bilang Sendiri Jokowi Bukan Mahasiswa di Program Sarjana!

    Dokter Tifa Skak Pernyataan Ova Emilia, Nah Rektor Bilang Sendiri Jokowi Bukan Mahasiswa di Program Sarjana!

    GELORA.CO –  Tanggapi Ova Emilia, Dokter Tifa skak pernyataan Rektor Universitas Gajah Mada.

    “Menit 01:12 ….Proses kuliah selama menempuh Sarjana Muda…”

    Nah! Artinya Rektor sendiri menyatakan bahwa Joko Widodo bukan Mahasiswa yang diterima di Program studi SARJANA!

    Artinya apa?

    Artinya, JOKO WIDODO tidak mungkin ada di daftar penerimaan Mahasiswa Baru yang lulus Ujian PP-1 yang diumumkan di Surat Kabar Nasional tanggal 18 Juli 1980, seperti yang disampaikan oleh BARESKRIM!

    Demikian tweet akun X Dokter Tifa, dikutip pada Sabtu (23/8).

    “Mbak Ova sebagai Rektor pasti tahu, bahwa Mahasiswa yang diterima di Program Sarjana Muda, bukanlah Peserta Ujian PP-1, tetapi mengikuti jalur penerimaan mahasiswa baru tersendiri, dan pengumuman penerimaannya sebagai Mahasiswa Program Sarjana Muda, tidak melalui Surat Kabar Nasional!”

    Itulah sebabnya, Surat Kabar Nasional, yang ada di Jogja yaitu Kedaulatan Rakyat dan Berita Nasional atau Bernas, di tahun 1980, semuanya RAIB dari Perpustakaan Daerah.

    Dimana menurut Petugas Perpustakaan Daerah, koran-koran tersebut, telah DIAMANKAN oleh Polisi dan UGM!

    “Sudahlah mbak Ova, Bu Rektor, panjenengan daripada kalau ngomong malah blunder terus-terusan, saya sarankan, lebih baik diam.”

    Diam akan lebih baik bagi UGM.

    Dan diam akan lebih baik bagi mbak Ova sendiri.

    Ingat kasus BPR belum incracht, dan ada kasus gedung hitam yang sekarang ini sepertinya mangkrak juga saya lihat pembangunannya.

    Jangan nambah masalah dengan ikut-ikutan jadi tameng bagi kebohongan Jokowi Widodo!

    Hal sama juga ditweet akun X QNC Opposite Channel (REBORN).

    Rektor UGM TER-GUUUOOBLOK!!

    Bagaimana mungkin joko widodo dinyatakan sebagai alumni UGM??

    Ijazah setara sekolah menengah atas saja dia tidak punya!

    Kami memiliki semua alat bukti yang sah dari mulai Surat, Saksi, Persangkaan & Pengakuan.

    Tunggu saja saatnya ini Rektor kami gugat!

    Sekian lama ribut soal ijazah Jokowi asli atau tidak, baru kali ini ada pernyataan resmi dari Rektor Universitas Gajah Mada (UGM).

    Dinyatakan Rektor UGM Ova Emilia bahwa UGM sudah menyatakan beberapa kali secara tegas, bahwa Joko Widodo alumni UGM.

    “Saya Ova Emilia Rektor UGM berikut pernyataan resmi terkait ijazah Joko Widodo,” ujarnya dikutip dari akun X baharirwan, dikutip pada Sabtu (23/8).

    “Pertama, UGM mengikuti dengan baik perkembangan di masyarakat terkait adanya pihak yang mempertanyakan keaslian ijazah seorang alumni UGM yang bernama Joko Widodo,” ujar Ova.

    Kedua, lanjut Ova, secara UGM menghormati

    hak warga negara untuk mempertanyakan isu apa pun dan untuk memcari jawaban atas pertanyaan tersebut.

    “Ketiga, UGM sudah menyatakan beberapa kali secara tegas, bahwa Joko Widodo adalah alumni Universitas Gajah Mada.”

    Keempat, Ova menyebubt UGM memiliki dokumen otentik terkait keseluruhan proses pendidikan Joko Widodo di UGM.

    Dokumen ini meliputi tahap penerimaan yang berangkutan di UGM.

    “Mulai proses kuliah selama menempuh sarjana muda, pendidikan sarjana, KKN hingga wisuda,” kata Ova.

    Menurutnya informasi yang lebih rinci telah dirilis dalam bentuk podcast.***

  • Komisi III DPR Repons Noel Minta Amnesti dari Prabowo: Tak Bisa Sembarangan!

    Komisi III DPR Repons Noel Minta Amnesti dari Prabowo: Tak Bisa Sembarangan!

    GELORA.CO  – Anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan merespons mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel yang berharap mendapat amnesti atau pengampunan dari Presiden Prabowo Subianto setelah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menegaskan Prabowo tidak akan sembarangan memberi amnesti kepada tersangka korupsi.

    Hinca meyakini Prabowo punya prosedur dan pertimbangan dalam memberi amnesti. Namun, dia tidak melihat ada pertimbangan khusus terhadap Noel untuk mendapat amnesti dari Prabowo.

    “Dalam kasus ini, saya tidak melihat ada pertimbangan yang khusus untuk ditimbang presiden. Apalagi dia (Noel) adalah wamennya presiden yang punya program Asta Cita memberantas korupsi,” kata Hinca, Minggu (24/8/2025).

    Apalagi, kata Hinca, perbuatan Noel telah melukai rasa keadilan publik, terutama di sektor tenaga kerja yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian negara. 

    “Saya tak melihat ada hal hal yang dapat dipertimbangkan memberi pengampunan amnesti,” tuturnya.

    Legislator Fraksi Partai Demokrat itu mengatakan Noel memiliki kesempatan untuk membela diri di persidangan. Pasalnya, kata dia, hak ingkar dimiliki oleh tersangka atau terdakwa.

    “Pembelaan dapat dilakukan dengan baik di ruang persidangan. Hak ingkar memang diberi kepada tersangka/terdakwa. Dia mempunyai kesempatan yang penuh saat proses persidangan berlangsung,” kata Hinca.

    Sebelumnya, Noel berharap mendapat amnesti Prabowo. Hal itu disampaikan usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

    Noel menjadi salah satu dari 11 tersangka pemerasan pengurusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

    “Doakan saya semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo,” kata Noel dari atas mobil tahanan di depan Gedung Merah Putih KPK, Jumat (22/8/2025). 

    Noel sebelumnya juga menyampaikan permintaan maaf kepada Prabowo, keluarga, dan masyarakat Indonesia.

    “Saya ingin sekali pertama saya meminta maaf kepada Presiden Pak Prabowo,” kata Noel.

    “Kedua, saya minta maaf kepada anak dan istri saya. Tiga, saya minta maaf terhadap rakyat Indonesia,” sambungnya. 

    Lebih lanjut, Noel membantah dirinya tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Dia juga menegaskan tidak terlibat dalam dugaan pemerasan terkait sertifikasi K3.

  • Membaca Penjelasan Rektor UGM yang Masih Menyisakan Tanda Tanya

    Membaca Penjelasan Rektor UGM yang Masih Menyisakan Tanda Tanya

    Oleh: Beathor Suryadi, Politisi Senior PDIP

    Membaca penjelasan Rektor UGM, saya melihat ada benarnya, tetapi tetap terasa belum lengkap.

    Bagi saya, ijazah pada dasarnya adalah milik pribadi seorang alumni, selama dokumen itu hanya digunakan untuk kepentingan pribadi.

    Namun, status itu akan berubah ketika seorang alumni mencalonkan diri di ruang publik, misalnya dalam Pilkada atau Pemilihan Presiden.

    Contohnya, ijazah Joko Widodo dari tahun 1985 hingga 2005 tentu sepenuhnya menjadi milik pribadinya.

    Tetapi ketika beliau mendaftar sebagai calon Wali Kota Solo, ijazah itu otomatis berubah status menjadi dokumen publik.

    Prosesnya ditentukan oleh berita acara verifikasi yang dilakukan KPUD Solo bersama pihak UGM.

    Dalam tahap ini, dokumen yang dibawa partai politik untuk mendaftarkan kandidat akan dicocokkan dengan arsip yang ada di Fakultas Kehutanan UGM.

    Nah, berita acara verifikasi itu sangat penting. Dari situ bisa diketahui apakah dokumen yang dibawa ke KPUD identik dengan yang ada di UGM, atau justru ada perbedaan.

    Jika berbeda, berarti ada dua dokumen yang tidak sama.

    Boleh saja Ibu Rektor UGM menyatakan bahwa ijazah yang ada di kampus adalah asli.

    Namun, yang menjadi pertanyaan adalah: mengapa dalam Pilkada Solo tahun 2005 dan 2010, nama ijazah UGM tidak pernah terdengar?

    Baik ketika Jokowi menjabat Wali Kota maupun saat berkampanye, isu ijazah itu seolah tak pernah muncul.

    Baru pada tahun 2012, ketika mendaftar di KPUD DKI sebagai calon gubernur, nama ijazah UGM disebut dan dipublikasikan.

    Inilah yang kemudian menimbulkan polemik: apakah ada dua versi ijazah atas nama Joko Widodo, yakni yang diterbitkan UGM dan yang disebut-sebut berasal dari Pasar Pramuka?

    Saat ini, menurut informasi, dokumen atas nama Jokowi baik yang ada di UGM, di rumah beliau, maupun di KPUD Solo sudah berada di tangan pihak Polda Metro Jaya.

    Bahkan, ada kabar menarik dari Budi, anak almarhum Dumatno. Ia menyebut bahwa foto di salah satu ijazah Jokowi justru menampilkan wajah ayahnya.

    Pertanyaan pun muncul: apakah ijazah yang diterbitkan UGM itu sama dengan yang disebut-sebut dari Pasar Pramuka?

    Salam juang,

    Beathor Suryadi

    Klarifikasi Resmi dari UGM

    Sebagai catatan penting, pada Jumat, 22 Agustus 2025, Rektor Universitas Gadjah Mada, Ova Emilia, telah menegaskan bahwa ijazah Sarjana Presiden Joko Widodo adalah asli dan sah.

    UGM, kata Ova, memiliki dokumen lengkap perjalanan akademik Jokowi, mulai dari penerimaan mahasiswa, masa studi, hingga kelulusan pada 5 November 1985.

    Ijazah pun diberikan resmi saat wisuda pada 19 November 1985.

    UGM juga menegaskan bahwa tanggung jawab kampus selesai ketika seorang mahasiswa dinyatakan lulus.

    Setelah itu, penggunaan dan perlindungan dokumen adalah tanggung jawab alumni.

    Dengan pernyataan ini, pihak kampus berharap polemik seputar ijazah Presiden Jokowi bisa diluruskan dan tidak lagi menjadi perdebatan yang berlarut-larut.***

  • DPR Tidak Bisa Dibubarkan, Kecuali Lewat Jalan Non-Konstitusional: ‘Revolusi’

    DPR Tidak Bisa Dibubarkan, Kecuali Lewat Jalan Non-Konstitusional: ‘Revolusi’

    Belakangan ini ramai di media sosial ajakan untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

    Bahkan, beredar seruan demonstrasi pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR Senayan. Isu ini langsung memicu polemik besar di tengah masyarakat.

    Kritik terhadap DPR memang bukan hal baru.

    Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, merespons isu tersebut dengan keras dan menyebut ajakan membubarkan DPR sebagai tindakan yang tidak masuk akal.

    Pernyataan ini memang terkesan kasar, namun secara konstitusional memiliki dasar.

    Landasan Konstitusional: DPR Tidak Bisa Dibubarkan Presiden

    UUD 1945 hasil amandemen menutup celah pembubaran DPR oleh Presiden.

    Hal ini ditegaskan dalam Pasal 7C: Presiden tidak dapat membekukan atau membubarkan DPR.

    Prinsip ini lahir dari sistem presidensial yang menempatkan eksekutif dan legislatif sejajar untuk mencegah konsentrasi kekuasaan.

    Meski begitu, politik selalu menyimpan ruang kemungkinan. Ungkapan klasik, “politics is the art of the impossible, made possible”, tetap relevan.

    Kekecewaan Publik terhadap DPR

    Isu pembubaran DPR muncul tidak lepas dari kekecewaan masyarakat. Kritik publik antara lain:

    Besarnya gaji dan tunjangan anggota DPR.Kebijakan kontroversial seperti revisi UU Pilkada yang dianggap mengakali putusan MK.Kasus dugaan korupsi dan gaya hidup mewah anggota DPR.DPR dianggap kehilangan empati, misalnya ketika berjoget dalam sidang sementara rakyat menghadapi kesulitan ekonomi.Produk legislasi yang tidak berpihak pada rakyat dan lemahnya fungsi pengawasan terhadap pemerintah.

    Semua ini seharusnya menjadi bahan introspeksi agar DPR kembali pada jati dirinya sebagai wakil rakyat.

    Sejarah Pembubaran DPR di Luar Konstitusi

    Sejarah mencatat DPR pernah dibubarkan melalui langkah non-konstitusional.

    Pada 1960, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret untuk membubarkan DPR hasil Pemilu 1955. Sementara pada 2001, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sempat mencoba membekukan DPR dan MPR, namun langkah itu justru berakhir dengan pelengserannya.

    Dua peristiwa ini membuktikan bahwa pembubaran DPR secara ekstra-konstitusional selalu menimbulkan krisis politik.

    Karena itu, reformasi memperkuat posisi DPR agar tidak bisa lagi dibubarkan Presiden.

    Jalan Konstitusional: Amandemen dan Pemilu

    Secara hukum, cara satu-satunya untuk menghapus DPR adalah melalui amandemen UUD 1945.

    Namun, mekanisme ini sangat sulit karena membutuhkan persetujuan MPR, yang sebagian besar anggotanya justru dari DPR.

    Alternatif lain adalah boikot total Pemilu oleh rakyat, tetapi skenario ini hampir mustahil terjadi.

    Dengan demikian, secara politik dan praktis, upaya membubarkan DPR hampir tidak mungkin dilakukan.

    Apakah Revolusi Solusi?

    Secara teori, revolusi atau kudeta bisa mengganti seluruh tatanan negara termasuk DPR.

    Namun, cara ini jelas berbahaya, tidak sah secara hukum, tidak demokratis, dan berisiko menimbulkan instabilitas politik serta kehancuran ekonomi.

    Oleh karena itu, jika publik tidak puas terhadap DPR, solusi terbaik adalah reformasi struktural melalui tekanan publik, advokasi politik, dan mekanisme demokratis.

    DPR tidak bisa dibubarkan dalam sistem presidensial Indonesia. Upaya revolusi hanya akan merusak tatanan bangsa.

    Jalan terbaik adalah mendorong DPR melakukan introspeksi, memperbaiki citra, menghindari kemewahan dan korupsi, serta berani menggunakan hak konstitusional seperti interpelasi, angket, dan pernyataan pendapat.

    Hanya dengan cara demikian DPR dapat kembali dipercaya rakyat dan menjadi pilar demokrasi yang kuat.

    Jakarta, Minggu 24 Agustus 2025