Author: Fajar.co.id

  • Akui Pernah Punya Usaha Percetakan di Pasar Pramuka, Prof. Paiman: Agar Bisa Sekolah

    Akui Pernah Punya Usaha Percetakan di Pasar Pramuka, Prof. Paiman: Agar Bisa Sekolah

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politikus senior PDI Perjuangan Beathor Suryadi mengguncang arena politik nasional lewat pernyataannya terkait ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    Beathor menyebut ijazah yang digunakan Jokowi untuk mendaftar sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2012 diduga hasil cetakan ulang yang dibuat di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta Pusat.

    Mantan Wakil Menteri Desa, Prof. Paiman Raharjo menjadi salah satu yang tertuduh terlibat dalam pembuatan ijazah palsu Jokowi.

    Prof Paiman dengan tegas membantah semua tudingan tersebut. Ia menilai isu yang beredar adalah fitnah yang sangat jahat dan tidak berdasar.

    “Saya ingin mengklarifikasi berita yang beredar bahwa Paiman Raharjo Wamendes terlibat dalam pembuatan ijazah palsu Jokowi. Perlu saya sampaikan bahwa sesuai penjelasan dari UGM Fakultas Kehutanan, Jokowi sah lulusan dari UGM,” ujar Paiman dikutip pada Jumat (27/6/2025).

    Mantan Rektor Universitas Moestopo (Beragama) itu juga menanggapi tuduhan yang menyebut ijazah Jokowi dicetak di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta. Ia menegaskan bahwa informasi tersebut sama sekali tidak benar.

    “Terkait tuduhan ijazah palsu yang dibuat di Pramuka, bisa saya pastikan itu tidak benar,” tegasnya.

    Ia mengakui bahwa pernah menjalankan usaha percetakan dan fotokopi, namun itu dilakukan semata-mata untuk membiayai pendidikan dirinya sendiri dan berlangsung dalam periode terbatas.

    “Saya memang usaha percetakan dan fotokopi dalam rangka agar bisa sekolah, yaitu tahun 1997 sampai 2002. Setelah itu saya tidak lagi punya usaha di Pramuka karena saat itu sudah menjadi Kaprodi Administrasi Negara di Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Prof. Dr. Moestopo,” jelasnya.

  • Menteri P2MI Minta Warga Jadi TKI, Said Didu: Pemerintah Angkat Tangan Atasi Pengangguran?

    Menteri P2MI Minta Warga Jadi TKI, Said Didu: Pemerintah Angkat Tangan Atasi Pengangguran?

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Eks sekertaris BUMN, Said Didu memberi pernyataan menohok untuk merespon pernyataan dari Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding.

    Said Didu memberi pernyataan menohok lantaran saran dari Menteri Kardin mendorong masyarakat untuk bekerja ke luar negeri.

    Tujuannya tentu sangat jelas yaitu untuk mendorong berkurangnya angka pengangguran di Indonesia.

    Merespon hal ini, Said Didu memberi penyataan menohok lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya.

    Ia mengaku heran dengan pernyataan sang Menteri yang seolah-olah menggambarkan sikap Pemerintah yang menyerah untuk memberi lapangan kerja.

    “Kok bisa begini ?,” tulisnya dikutip Jumat (27/6/2025).

    “Sudah angkat tangan tidak bisa berikan lapangan kerja kpd rakyat ?,” tuturnya.

    Sebelumnya, Menteri Karding menyebut bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) terampil disebutnya sebagai salah satu solusi utama untuk mengurangi pengangguran.

    “Di Jateng ada (hampir) 1 juta (pengangguran) yang belum terserap, anda (mahasiswa) calon (tenaga kerja) yang tidak terserap, maka segera berpikir ke luar negeri,” katanya.

    “Pertanyaan itu harusnya tanya kemenaker, bukan saya. Karena yang bertanggung jawab soal penyerapan tenaga kerja dalam negeri itu Menaker, saya menyerap yang ke luar negeri,” tuturnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Jokowi Belum Reda, Giliran Seleksi Dokumen Pendaftaran Gibran Rakabuming di KPU Dipermasalahkan

    Jokowi Belum Reda, Giliran Seleksi Dokumen Pendaftaran Gibran Rakabuming di KPU Dipermasalahkan

    “Bahkan kalau diteliti sekolahnya, sama dari awal. SMA-nya, itu pun bermasalah juga. Mulai dari SMA Santo Yosef yang hanya dua tahun, masuk ke SMK Kristen di Solo yang hanya dua tahun,” kata Roy.

    “Kemudian dia lari ke Singapura, kemudian dia masuk tiba-tiba ada ijazah University of Bradford tadi,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Beathor Suryadi menuduh jazah Jokowi merupakan cetakan ulang yang diproduksi tahun 2012 ketika mendaftar sebagai calon Gubernur DKI Jakata.

    “Andi belum sadar kalau yang ia lihat itu cetakan 2012. Itu digunakan untuk keperluan Pilgub DKI,” ujar Beathor.

    Tak sampai disitu, Beathor juga menuduh proses pencetakan ijazah dilakukan secara diam-diam di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta Pusat, oleh tim relawan Jokowi yang berasal dari Solo.

    Sejumlah nama disebut yang membantu proses cetak ulangnya seperti David, Anggit, dan Widodo, serta kolaborator dari PDIP DKI, termasuk Dani Iskandar dan Indra.

    “Dokumen itu disusun buru-buru di rumah Jalan Cikini No. 69, Menteng. Semua strategi disiapkan di sana,” ungkapnya.

    Diketahui, sampai kasus ini ditangani penegak hukum, Jokowi sebagai pemilik ijazah tetap bersikukuh tidak mau menunjukkan ijazahnya. Bahkan pengacara menyatakan kalau ijazah Jokowi ditunjukkan bisa bikin cheos. (Pram/fajar)

  • Tak Hanya Ijazah, Rismon Sianipar Sebut ada Kejanggalan di Akta Kelahiran Jokowi

    Tak Hanya Ijazah, Rismon Sianipar Sebut ada Kejanggalan di Akta Kelahiran Jokowi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Digital Forensik, Rismon Hasiholan Sianipar, kembali memberi sorotan ke mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

    Sorotan kali ini masih terkait isu panas persoalan isu ijazah palsu mantan Presiden RI ketujuh itu.

    Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Rismon Sianipar mengungkap soal Akta Kelahiran Jokowi.

    Ia mengaku menemukan kejanggalan, dimana Jokowi yang lahir pada tahun 1961 baru memiliki akta kelahiran di tahun 1988 padahal usianya saat itu genap 27 tahun.

    “Apakah lazim seorang Jokowi (lahir 1961) yang telah berusia 27 tahun baru memiliki akta lahir pada tahun 1988?,” tulisnya dikutip Jumat (27/6/2025).

    Sebelumnya, berdasarkan fotokopi akta kelahiran yang dikeluarkan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surakarta pada 3 November 1988.

    Akta kelahiran itu dilegalisir pada Maret 2005 saat Jokowi hendak maju menjadi calon Wali Kota Solo.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Ali Ngabalin Sebut Hanya Orang Sinting yang Memfitnah Yang Mulia Jokowi, Sindir Roy Suryo-Said Didu?

    Ali Ngabalin Sebut Hanya Orang Sinting yang Memfitnah Yang Mulia Jokowi, Sindir Roy Suryo-Said Didu?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Belum reda soal tuduhan ijazah palsu, Presiden ke-7 RI Joko Widodo kembali terseret rumor menderita penyakit parah. Bahkan tak sedikit yang menuding Jokowi terkena santet hingga azab.

    Mantan gubernur DKI Jakarta itu disebut mengalami alergi sepulang dari Vatikan untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus beberapa waktu lalu. Terlihat jelas wajahnya bengkak, warna kulit berubah seperti melepuh.

    Ali Mochtar Ngabalin, mantan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden era Jokowi berkuasa siap pasang badan membela Jokowi dari serangan fitnah dan caci maki.

    “Jangan kendorin, kencangin saja. Mari pasang “kuda-kuda” mari kita membantu mereka yang terus memfitnah dan mendzalimi Jokowi agar IQ-mereka tidak sungsang lagi,” tulis Ali Ngabalin di akun X pribadinya, dikutip pada Jumat (27/6/2025).

    Politisi Partai Golkar ini menegaskan seluruh rakyat Indonesia memandang Jokowi presiden hebat yang pernah dimiliki republik ini.

    “Banyak yang sinting dan stres, menyerang serta memfitnah Yang Mulia Presiden ke 7 Ir. H. Joko Widodo dengan berbagai cara termasuk isu sakit berat dll. Hanya orang stres, sinting, keok dan sakit hati yang terus menghujat dan mencaci-maki Jokowi. saya tetap simpatik dengan NKRI punya orang hebat seperti beliau, sayapun yakin banyak orang yang simpatik dan terus mendoakan beliau,” tegasnya.

    “Yang sakit hati segera sembuh, yang keok segera kuat dan yang menghujat segera punya hajat (punya kerjaan dan punya hambak) agar waktunya benar-benar efektif, cari makan yang halal dan thoyyibah. hidup Jokowi!” pungkas Ngabalin.

  • Kader PKN Sambut Putusan MK, Sebut Pemilu Terpisah Bisa Restorasi Politik Sehat

    Kader PKN Sambut Putusan MK, Sebut Pemilu Terpisah Bisa Restorasi Politik Sehat

    “Daripada membakar semua energi dan dana dalam satu tahun penuh tekanan, lebih baik kita kelola secara bertahap dan akuntabel,” ujarnya.

    Lebih jauh, ia menekankan bahwa pemisahan jadwal pemilu juga membuka peluang peningkatan legitimasi kepala daerah karena pemilih tidak terpengaruh arus besar politik nasional.

    “Warga bisa fokus memilih pemimpin lokal sesuai kebutuhan dan konteks daerahnya, bukan karena efek ekor jas dari capres atau partai besar,” jelasnya.

    Menurutnya, kualitas demokrasi lokal yang selama ini kerap tenggelam dalam hiruk-pikuk nasional kini bisa mendapatkan perhatian lebih.

    “Debat publik soal daerah akan lebih hidup, dan kontrol masyarakat terhadap calon kepala daerah akan lebih tajam,” ujarnya.

    Meski demikian, Cottong tetap mengingatkan agar masa jeda ini tidak disalahgunakan oleh elite partai untuk membangun kekuatan oligarki di daerah.

    “Kita butuh reformasi internal partai, bukan cuma relaksasi waktu. Kalau tidak, pemilu terpisah tetap akan melahirkan politisi instan, hanya dengan wajah dan baliho lebih banyak waktu,” katanya.

    Ia menyebut PKN Sulawesi Selatan siap menggunakan momentum ini untuk mempercepat kaderisasi wilayah dan memperluas partisipasi anak muda dalam politik.

    “Momentum ini harus dijawab dengan kerja konkret. Jangan sampai jadi penundaan kegagalan yang dibungkus strategi,” tegasnya.

    Cottong juga menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam proses reformasi pemilu melalui forum pendidikan politik dan pengawasan partisipatif.

    “Kualitas pemilu tidak hanya ditentukan oleh jadwal, tapi oleh kejujuran proses dan keseriusan partai membentuk calon yang layak,” tutupnya.

  • Terbongkar! Kualitas Beras di 10 Provinsi Ini Ternyata Dimanipulasi

    Terbongkar! Kualitas Beras di 10 Provinsi Ini Ternyata Dimanipulasi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) akhirnya merilis hasil investigasi yang mengevaluasi mutu dan harga beras yang beredar di pasaran.

    Temuan dalam investigasi menunjukkan adanya potensi kerugian besar bagi konsumen, diperkirakan hingga Rp99,35 triliun per tahun.

    Hasil investigasi ternyata ditemukan mayoritas beras yang dijual di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi PSAT, dan tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan No.31 Tahun 2017.

    “Kami mencoba mengecek, bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, dari Kepolisian, dari Kejaksaan kita turun ke lapangan, apa yang terjadi. Ada anomali yang kita baca, harga di tingkat penggilingan turun, tetapi di konsumen naik. Kami mengecek di 10 provinsi mulai mutu, kualitas, beratnya ternyata ada yang tidak pas termasuk HET,” ungkap Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Kamis (26/6/2025).

    Investigasi dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025 ini mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi.

    Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

    Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan bahwa 85,56 persen beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

    Lebih parahnya lagi, 59,78 persen beras premium tersebut juga tercatat melebihi HET, sementara 21,66 persen lainnya memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.

  • MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Terpisah, Ini Respons Kemendagri

    MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Terpisah, Ini Respons Kemendagri

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Utak-atik tentang sistem pemilu di Indonesia tampaknya belum juga menemui format terbaik. Selain melalui revisi melalui eksekutif dan legislatif, juga melalui guatan ke Mahkamah Konstitusi.

    Terbaru, Mahkamah Konstitusi (MK) dikabarkan memutuskan agar pelaksanaan pemilu nasional dan daerah pada 2029 mendatang dipisah.

    Merespons putusan tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) buka suara. Wamendagri, Bima Arya Sugiarto mengatakan institusinya akan mempelajari putusan tersebut lebih dahulu.

    Menurut Bima, pihaknya bakal menempatkannya sebagai bahan pertimbangan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu.

    “Kami pelajari dulu. Saya baru mendapatkan informasi. Kami pelajari lebih detail lagi keputusan MK tadi dan kami letakkan dalam konteks revisi UU Pemilu,” kata Bima saat ditemui di Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Kamis (26/6).

    Wacana soal pemisahan pemilu nasional dan daerah diakui Bima bukan merupakan hal baru. Sejumlah kalangan seperti akademisi dan pemerhati, menurutnya, kerap menyuarakan isu tersebut.

    Kendati begitu, dia kembali menegaskan pihaknya masih akan mendalami detail putusan MK untuk pemisahan pemilu itu. Terlebih terkait implementasinya kelak.

    “Ya pasti. Keputusan MK kan menjadi pandangan yuridis yang harus diperhatikan, tetapi bagaimana eksekusi dan implementasinya kami harus pelajari detail dulu,” ungkapnya.

    MK telah memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

  • MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, Begini Ketentuannya

    MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, Begini Ketentuannya

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan daerah dipisahkan. Itu sesuai Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.

    Di putusan tersebut menyebutkan, Pemilu bisa dihelat dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

    “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan, dikutip Antara, Kamis (26/6/2025).

    Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

    Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

    Secara lebih perinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

    “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”

  • Respons Pernyataan Ahmad Muzani soal Menteri Bebani Presiden, Efriza Sentil Tito Karnavian

    Respons Pernyataan Ahmad Muzani soal Menteri Bebani Presiden, Efriza Sentil Tito Karnavian

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kinerja menteri dalam membantu Presiden Prabowo Subianto mulai mendapat sorotan dari MPR RI. Ada indikasi kebijakan menteri justru membebani presiden.

    Peneliti senior Citra Institute, Efriza menilai Sekjen Gerindra Ahmad Muzani sedang membongkar karut-marut kerja menteri-menteri di kabinet Prabowo.

    Hal ini sebagai respons atas pernyataan Muzani yang mengingatkan para menteri Kabinet Merah Putih untuk mengkaji lebih dalam setiap keputusan yang akan dikeluarkan.

    “Dia sedang membongkar karut-marut kerja menteri di kabinet Prabowo. Kinerja beberapa menterinya amat miris utamanya yang sudah punya pengalaman bekerja dengan Presiden sebelumnya,” kata Efriza dilansir JPNN.com, Kamis (27/6).

    Dia meyakini publik kaget karena pernyataan Muzani itu tepat. “Artinya sebagai Ketua MPR sekaligus anggota DPR dan Sekjen Gerindra, wajib mengingatkan atau mengkritik dari kinerja para pembantu presiden untuk bekerja dengan baik dan benar,” lanjutnya.

    Dia menjelaskan pernyataan Muzani bertujuan membongkar perilaku dari beberapa orang menteri dengan cara kerja yang buruk, tetapi di sisi lain justru membebani presiden.

    “Kesadaran berkinerja buruk ini semestinya dibenahi oleh menteri-menteri terkait. Sebab kinerja mereka menegaskan ketidakpahaman si menteri dalam hal pembuatan keputusan atau kebijakan bahkan ia juga tidak punya pemahaman dalam upaya mengantisipasi permasalahan,” tuturnya.

    Efriza mencontohkan kecerobohan Mendagri, Tito Karnavian dalam menyelesaikan persoalan sengketa 4 pulau Aceh-Sumut tanpa mengumpulkan semua dokumen di kementeriannya.