Author: Fajar.co.id

  • Desak Jokowi Tunjukkan Ijazah, Relagama Bergerak: Nama Baik UGM Tercemar dengan Kasus Remeh

    Desak Jokowi Tunjukkan Ijazah, Relagama Bergerak: Nama Baik UGM Tercemar dengan Kasus Remeh

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Koordinator Relawan Alumni Universitas Gadjah Mada Bergerak (Relagama Bergerak), Bangun Sutoto, mengaku geram karena mantan presiden Jokowi tak kunjung menunjukkan ijazahnya.

    Sebagai dampak dari sikap Jokowi, Bangun membeberkan bahwa nama baik UGM yang dikenal sebagai kampus kerakyatan itu tercemar.

    “Kami mencermati sekaligus merasakan bahwa institusi UGM yang telah berjasa kepada kami saat masih menjadi mahasiswa, menjadi bulan-bulanan publik,” ujar Bangun kepada fajar.co.id, Sabtu (5/7/2025).

    “Marwah dan nama baik UGM telah tercemar dengan kasus yang remeh-temeh ini,” tambahnya.

    Jebolan UGM 2005 ini menegaskan kembali bahwa alumni memiliki kewajiban untuk menjaga nama baik almamater.

    “Sebagai alumni, kami punya kewajiban untuk menjaga nama baik almamater. Itu dasar kami bersuara. Itu sah dan sudah menjadi satu keharusan bagi kami,” tandasnya.

    Menampik desas-desus bahwa mereka dikendalikan oleh pihak tertentu untuk menyerang Jokowi, Bangun langsung membantah.

    “Kepada siapapun, kami ingatkan bahwa Relagama Bergerak tidak berafiliasi dengan parpol tertentu, juga tidak untuk membela pihak tertentu. Saya ingatkan untuk jangan salah menilai atas sikap kami!,” jelas Bangun.

    Kata Bangun, UGM berdiri di atas tanah perjuangan oleh para pejuang dan dibangun untuk melahirkan para pejuang.

    “Bukan untuk mengkader dan meluluskan para pencundang,” cetusnya menyindir Jokowi.

    “Para pahlawan yang berjuang untuk negeri kita ini, termasuk para founding fathers UGM yang telah tiada, mereka sudah tidak tampak di hadapan kita. Tapi, jasa mereka berdampak kepada kami para alumni,” sambung dia.

  • Novi Helmy Hanya 5 Bulan Jabat Dirut Bulog, Jhon Sitorus: TNI Urus Militer Saja, Sipil Urus Sipil

    Novi Helmy Hanya 5 Bulan Jabat Dirut Bulog, Jhon Sitorus: TNI Urus Militer Saja, Sipil Urus Sipil

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pergantian pucuk pimpinan di Perum Bulog kembali menjadi sorotan publik. Setelah hanya lima bulan menjabat, Novi Helmy Prasetya resmi dicopot dari posisi Direktur Utama Bulog dan kembali ke institusi TNI.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, posisi yang ditinggalkannya kini diisi oleh Prihasto Setyanto.

    Menanggapi hal ini, pegiat media sosial Jhon Sitorus ikut angkat bicara. Ia menyentil soal marwah TNI yang menurutnya justru bisa dipertaruhkan dalam kasus seperti ini.

    “Makanya jangan sensitif kalo dikritik. Rakyat itu cinta TNI. TNI adalah anak kandung rakyat,” kata Jhon kepada fajar.co.id, Sabtu (4/7/2025).

    Jhon mengatakan, lembaga yang dicintai rakyat seperti TNI semestinya tidak dipermainkan dalam urusan seperti ini.

    “Bagaimana marwah lembaga yang dicintai rakyat malah seolah dipermainkan?” lanjutnya.

    Ia menegaskan, sebaiknya masing-masing pihak fokus pada ranah yang menjadi tugas utamanya.

    “Sudahlah, TNI ngurusin urusan militer, sipil ngurusin urusan sipil,” tegasnya.

    Jhon bilang, urusan pangan sebaiknya memang diserahkan pada ahlinya, bukan kepada militer.

    “Serahkan Bulog pada ahlinya, jangan dipaksakan TNI ber dwi-fungsi,” kuncinya.

    Sebelumnya, perombakan kembali terjadi di tubuh Perum Bulog. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, secara resmi mencopot Letnan Jenderal (Letjen) TNI Novi Helmy Prasetya dari jabatannya sebagai Direktur Utama Bulog.

    Perubahan jabatan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-179/MBU/06/2025 yang diteken pada 30 Juni 2025.

  • Mau Dengar yang Mana? Menteri P2MI Sarankan Cari Kerja di Luar Negeri Atasi Pengangguran, Menaker Minta WNI Tak Kabur ke Luar Negeri

    Mau Dengar yang Mana? Menteri P2MI Sarankan Cari Kerja di Luar Negeri Atasi Pengangguran, Menaker Minta WNI Tak Kabur ke Luar Negeri

    “Anda (mahasiswa) calon (tenaga kerja) yang tidak terserap, maka segera berpikir ke luar negeri,” kata Karding.

    Sementara jumlah pengangguran nasional mencapai 70 juta orang, sehingga untuk mengatasi banyaknya pengangguran di dalam negeri, Karding menilai bekerja di luar negeri dapat menjadi salah satu solusi.

    Nah, pandangan Menteri Karding ini ditanggapi Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, beberapa hari kemudian.

    Yassierli berpendapat WNI tidak perlu ke luar negeri untuk mencari peluang kerja. Jika Menteri Karding menilai kerja di luar negeri adalah solusi mengatasi pengangguran, maka Menteri Yassierli menilai bekerja ke luar negeri menjadi solusi terakhir dari kebutuhan lapangan pekerjaan di dalam negeri.

    Yassierli merespons saran dari Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Yassierli menegaskan, masyarakat harus mengoptimalkan semua peluang kerja yang ada di dalam negeri. Salah satunya adalah dari program prioritas Presiden.

    “Ada Program makan bergizi gratis 50.000 satuan SPPG, (ada) 80.000 Koperasi Desa Merah Putih. Nanti kemudian ada hilirisasi, kemudian ada ketahanan pangan, ketahanan energi. Itu adalah lapangan pekerjaan yang ada di depan mata,” katanya.

    Memang diakuinya, beberapa program pemerintah masih berproses. Kementerian Ketenagakerjaan mengklaim membantu menyiapkan tenaga kerja dalam program yang ada.

    Misalnya, pelatihan pengelola Koperasi Desa Merah Putih bersama Kementerian Koperasi.

  • MK Perintahkan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, DPR Sebut Inkonsistensi dan Berpotensi Menabrak Konstitusi

    MK Perintahkan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, DPR Sebut Inkonsistensi dan Berpotensi Menabrak Konstitusi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemilu nasional dan daerah dipisah menimbulkan pro kontra. Ada kekhawatiran akan terjadi ketidakpastian hukum dan berpotensi menabrak konstitusi.

    Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Muhammad Khozin menyoroti ketidakjelasan dan potensi inkonsistensi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2023. Putusan MK ini memerintahkan agar pemilu nasional dan daerah dipisahkan.

    Dari putusan MK itu, Komisi II DPR RI menilai tidak memberikan kepastian hukum dan berpotensi menabrak konstitusi jika dipaksakan untuk segera diterapkan.

    “Amar putusan, di pertimbangan putusan, dan itu menjadi satu-satuan dalam amar putusan nomor 55 bahwa ada enam opsi tawaran yang diberikan oleh MK untuk kemudian dilakukan tindak lanjut oleh lembaga pembentuk undang-undang,” kata Khozin dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7).

    Salah satu dari enam opsi tersebut, awalnya memberikan ruang bagi Pemerintah dan DPR untuk merumuskan mekanisme pemisahan pemilu sesuai kewenangan legislatif.

    Namun, DPR kemudian membandingkan dengan Putusan Nomor 135 yang keluar beberapa hari kemudian. Keenam opsi tersebut menjadi terkunci hanya dalam satu alternatif.

    “Itu inkonsistensi yang pertama. Kita nggak bicara background-nya dulu, tapi apa yang sudah tersurat secara kasat mata,” tegasnya.

    Khozin juga menyoroti pertimbangan MK dalam putusan Nomor 55 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk menentukan desain model keserentakan pemilu.

  • Pemerintah Guyur Bantuan Subsidi Upah Kepada 277 Ribu Guru, Anda Termasuk?

    Pemerintah Guyur Bantuan Subsidi Upah Kepada 277 Ribu Guru, Anda Termasuk?

    “Ini menggambarkan bahwa sekarang mulai masuk dampak global itu terhadap pertumbuhan komponen pertumbuhan ekonomi Indonesia,” jelas Menkeu.

    Untuk itu, Pemerintah meluncurkan paket stimulus ekonomi ke-2 di Triwulan II-2025. Menkeu mengatakan, paket stimulus ini ditujukan untuk beberapa aktivitas yang diperkirakan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat.

    Diskon transportasi diberikan untuk diskon tiket kereta, tiket pesawat, dan tiket angkutan laut selama periode libur sekolah di Juni-Juli 2025 dengan anggaran Rp0,94 triliun.

    Diskon tarif Tol juga diberikan pada periode libur sekolah dengan anggaran Rp0,65 triliun non-APBN. Penebalan bantuan sosial dberikan untuk tambahan kartu sembako sebesar Rp200 ribu per bulan untuk dua bulan dan bantuan beras pangan 10kg per bulan dianggarkan Rp11,93 triliun.

    Kemudian, bantuan subsidi upah sebesar Rp300 ribu kepada 17,3 juta pekerja dengan gaji dibawah Rp3,5 juta atau UMP kabupaten/kota, kepada 288 ribu guru Kemendikdasmen dan 277 ribu guru Kemenag dianggarkan Rp10,72 triliun. Lalu, perpanjangan diskon iuran jaminan kecelakaan kerja bagi pekerja sektor padat karya sebesar Rp0,2 triliun non-APBN.

    “Dengan stimulus ini kita harapkan memitigasi kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang memang terus menerus didera tekanan dari global dengan bisa meng-compensate. Sehingga dampak terhadap tarif Presiden Trump yang oleh IMF World Bank untuk Indonesia disebutkan akan menurunkan growth kita ke level 4,7%,” pungkas Sri Mulyani. (Pram/fajar)

  • Istri Menteri UMKM Diduga Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa, Yusuf Dumdum: Yang Bersangkutan Harusnya Mundur

    Istri Menteri UMKM Diduga Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa, Yusuf Dumdum: Yang Bersangkutan Harusnya Mundur

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Yusuf Dumdum memberikan sorotan tajam terkait surat resmi dari Kementerian UMKM terkait permintaan fasilitasi untuk agenda kunjungan ke luar negeri berjudul “Misi Budaya” kini viral di media sosial.

    Ini berkaitan dengan istri dari Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) RI, Maman Abdurrahman.

    “Surat Sakti” tersebut menerangkan bahwa Tina Astari atau Agustina Hastarini akan melakukan kunjungan ke sejumlah negara Eropa.

    Kunjungannya ke beberapa negara untuk mengikuti kegiatan misi budaya dengan permohonan dukungan dari perwakilan diplomatik RI.

    Adapun negara yang menjadi tujuan diantaranya, Turki (Istanbul), Bulgaria (Pomorie dan Sofia), Belanda (Amsterdam), Belgia (Brussels), Prancis (Paris), Swiss (Lucerne), dan Italia (Milan).

    Merespon hal ini, Yusuf Dumdum lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya memberi sorotan tajam.

    Ia menyebut harusnya Menteri UMKM memutuskan mundur dari jabatannya karena masalah ini.

    Apalagi hal ini menurutnya berkaitan dengan masalah adab, etika dan tentunya moral.

    “Kalau negeri yang beradab dan menjunjung tinggi etika dan moral,” tulisnya dikutip Jumat (4/7/2025).

    “Maka pasti Menteri yang bersangkutan langsung mengundurkan diri ketika salah,” sebutnya.

    Lanjut, ia menyebut kejadian seperti ini sudah menjadi sesuatu yang biasa di Indonesia.

    “Tapi mau gimana lagi. Semua sudah kadung cacat dan amburadul,” ungkapnya.

    “Etika dan moral bangsa Konoha rusak sejak munculnya Nabi Palsu!,” pungkasnya.

    Sementara itu, Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyatakan, meski kop surat permintaan bantuan tersebut menggunakan nama kementerian, Maman mengaku, tidak ada penyalahgunaan wewenang. Karena istrinya pergi ke Eropa pakai dana pribadi.

  • Ketua MPR: Putusan MK Pemilu Nasional-Daerah Dipisah Berpotensi Menimbulkan Masalah Baru

    Ketua MPR: Putusan MK Pemilu Nasional-Daerah Dipisah Berpotensi Menimbulkan Masalah Baru

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, menyebut bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) daerah yang dipisahkan dengan Pemilu nasional dengan jeda waktu paling singkat dua tahun, atau paling lama dua tahun dan enam bulan, bukan hal baru dibicarakan.

    Dikatakan Muzani, putusan MK tersebut telah lama diwacanakan. Terlebih pada pembahasan UU Pemilu.

    “Sudah pernah didiskusikan apakah pemilihan nasional, dalam hal ini pemilihan Presiden dan DPR RI, dapat dipisahkan dari pemilihan daerah,” ujar Muzani kepada awak media di Hotel Claro Makassar, Jumat (4/7/2025).

    Lebih lanjut, Muzani mengatakan bahwa ide tersebut pernah muncul ketika proses penyusunan Undang-Undang Pemilu di DPR RI.

    “Namun, akhirnya tidak menjadi pilihan. Mengapa? Karena teman-teman di DPR RI menilai bahwa pemisahan itu lebih mencerminkan semangat negara federal,” ucapnya.

    Kata Muzani, saat ini Indonesia sedang menetapkan diri sebagai negara kesatuan. Maka dari itu diambil keputusan bahwa Pemilu tetap disatukan antara nasional dan daerah.

    “Keserentakan Pemilu saat ini justru merupakan hasil putusan MK sebelumnya. MK lah yang dulu memutuskan agar pemilu dilaksanakan serentak, Presiden, DPR RI, DPD, hingga DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kita mengikuti keputusan itu, dan skema serentak pun diberlakukan,” bebernya.

    Sekjen DPP Partai Gerindra ini menuturkan bahwa MK kembali mengubah putusan sebelumnya.

    “Ini tentu menimbulkan pertanyaan. Apalagi, dalam Pasal 22E UUD 1945 disebutkan bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun, untuk memilih DPR, DPD, Presiden, dan DPRD,” Muzani menuturkan.

  • Menteri UMKM Blak-blakan Klarifikasi Soal Fasilitas Negara dan Istrinya, Netizen Meradang

    Menteri UMKM Blak-blakan Klarifikasi Soal Fasilitas Negara dan Istrinya, Netizen Meradang

    Ia menilai, istrinya telah menjadi korban perundungan, pelecehan, hingga fitnah akibat polemik perjalanan dinas ke luar negeri.

    “Saya hadir di sini adalah sebagai sebuah bentuk pembelaan kehormatan kepada istri saya yang sudah direndahkan dan dilecehkan, bahkan difitnah,” ucap Maman di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (4/7/2025).

    Perhatian publik terhadap Maman bermula dari beredarnya surat resmi yang menggunakan kop Kementerian Koperasi dan UKM, yang memuat agenda perjalanan bertajuk “Kunjungan Istri Menteri UMKM Republik Indonesia” dalam rangka menghadiri kegiatan “Misi Budaya”.

    Dalam surat tersebut tercantum beberapa kota tujuan, antara lain Istanbul, Amsterdam, Brussels, dan Milan.

    Dokumen itu juga dialamatkan kepada beberapa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) serta Konsulat Jenderal (Konjen) di negara-negara tersebut, dengan permintaan dukungan untuk menyambut serta mendampingi istri Menteri UMKM beserta rombongan.

    Surat itu menunjukkan bahwa perjalanan tersebut dijadwalkan berlangsung selama dua minggu, tepatnya dari 30 Juni hingga 14 Juli 2025.

    Dalam keterangannya, Maman mengungkapkan bahwa kunjungannya ke KPK bertujuan untuk memberikan penjelasan, sekaligus menyerahkan dokumen terkait kasus tersebut.

    Ia menegaskan, tindakannya ini adalah bagian dari inisiatif pribadi guna memastikan tidak ada kesalahpahaman terkait tuduhan yang beredar.

    “Jadi tadi saya konfirmasi kepada KPK juga sedikitpun tidak ada pengaduan dan ini saya memulai terlebih dahulu sebagai bagian dari tradisi positif yang saya pikir harus kita bangun di negara ini,” ucapnya.

  • Putusan MK soal Pemilu, Begini Kekhawatiran Yusril Ihza Mahendra

    Putusan MK soal Pemilu, Begini Kekhawatiran Yusril Ihza Mahendra

    Menurut Yusril, pemerintah harus satu pandangan, sehingga para menteri dan lembaga terkait harus menyamakan persepsi. “Semuanya nanti lalu dilaporkan ke Presiden,” ucapnya.

    Yusril mengatakan masyarakat baru satu kali mengikuti pemilu serentak, yang juga diputuskan MK. Namun, kali ini dengan putusan MK pula, rakyat harus mengikuti pemilu terpisah antara pusat dan daerah dengan jeda dua tahun sampai dengan dua tahun dan enam bulan.

    Di sisi lain, dia menyebut bagi partai politik (parpol) hal itu juga tidak mudah, terutama dalam menyeleksi kader untuk pemilihan legislatif (pileg) pusat dan pileg daerah, yang tentu akan memakan biaya besar dan menyita waktu untuk persiapan kedua jenis pemilu itu.

    Walakin, Yusril menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat (binding), sehingga Pemerintah dan DPR harus melaksanakannya. “Mulai memperbaharui UU Pemilu dan peraturan pelaksananya sampai penyediaan anggaran dan pelaksanaan pemilunya sendiri,” kata Menko Yusril.

    Adapun MK, dalam salah satu pertimbangan hukumnya, menyatakan bahwa penyelenggaraan yang berdekatan antara pemilu nasional dan daerah/lokal menjadikan parpol mudah terjebak dalam pragmatisme.

    Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat sidang pengucapan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6), mengatakan kecenderungan itu terjadi karena parpol tidak memiliki cukup waktu untuk menyiapkan kadernya berlaga pada setiap jenjang pemilu.

    Dalam hal tersebut, parpol dalam waktu instan dinilai harus menyiapkan ribuan kader untuk dapat bersaing dan berkompetisi pada semua jenjang pemilihan, mulai dari pemilu anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota hingga pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada waktu yang berdekatan.

  • Kader Gerindra Nilai Kasus Hibah Jatim Mulai Dijadikan Alat Serangan Politik terhadap Khofifah

    Kader Gerindra Nilai Kasus Hibah Jatim Mulai Dijadikan Alat Serangan Politik terhadap Khofifah

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Timur, Zulfahmy Wahab, menilai bahwa penanganan kasus korupsi dana hibah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lagi murni persoalan hukum, melainkan mulai digunakan sebagai alat politik untuk menyerang Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.

    “Saat ini kasus korupsi dana hibah Jatim yang ditangani KPK sudah mulai bias, issue ini sudah tercium aroma tidak sedap yang dijadikan pihak tertentu sebagai alat pemukul untuk menyerang karakter Khofifah,” ujar Zulfahmy kepada awak media di Jakarta, Jumat (4/7/2023).

    Ia menyoroti bahwa pemanggilan Khofifah oleh KPK dalam kasus ini telah menjadi bahan penggiringan opini yang cenderung tendensius dan sarat dengan fitnah. Menurutnya, pemberitaan dan narasi yang berkembang di media sosial terlihat jelas menyudutkan Gubernur Khofifah secara personal.

    “Penggiringan opini yang terjadi dari pemberitaan dan media sosial tampak jelas menyerang dan menyudutkan Ibu Khofifah. Padahal, dia hanya dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai pejabat eksekutif Pemprov Jawa Timur. Ini adalah hal biasa yang prosedural dalam proses pencarian informasi di KPK,” katanya.

    Zulfahmy menegaskan, menjadikan Khofifah sebagai sasaran pembunuhan karakter tentu menjadi langkah yang menarik bagi pihak-pihak tertentu, mengingat posisi dan prestasinya yang menonjol di tingkat nasional.

    “Ini tentu tidak adil, karena Ibu Khofifah tokoh yang dinilai berprestasi dan berpotensi di pentas nasional, kemudian pihak-pihak tertentu berusaha membuat beliau layu sebelum berkembang. Ini sikap yang tidak bijak. Soal-soal politik harus dipisahkan dari hukum yang berproses di KPK,” lanjutnya.