Jakarta, Beritasatu.com – Pembahasan mengenai warisan dalam Islam kerap menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama ketika menyangkut hak seorang cucu. Banyak keluarga menganggap bahwa cucu otomatis mendapatkan bagian dari harta peninggalan kakek atau neneknya.
Namun, sebagian lainnya memahami bahwa cucu tidak selalu berhak, terutama jika masih ada anak kandung pewaris. Perbedaan pandangan ini muncul karena Al-Qur’an secara jelas mengatur porsi untuk anak, tetapi tidak menyebut cucu secara langsung.
Untuk menghindari kesalahpahaman, penting memahami bagaimana kedudukan cucu dalam sistem warisan Islam, kapan mereka bisa menerima bagian, serta apa saja syarat yang harus dipenuhi agar cucu dapat masuk sebagai ahli waris pengganti.
Cucu Tidak Disebut Langsung dalam Ayat Waris
Surah An-Nisa ayat (11) menjadi dasar utama pembagian warisan dalam Islam.
اللَّهُ يُوصِيكُمْ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: Allah mewasiatkan kepadamu tentang pembagian untuk anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan. Jika anak perempuan itu berjumlah lebih dari dua, maka mereka mendapatkan dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika hanya seorang, maka ia memperoleh setengahnya. Dan untuk kedua orang tua pewaris, masing-masing mendapatkan seperenam dari harta yang ditinggalkan jika pewaris memiliki anak. Jika pewaris tidak memiliki anak dan kedua orang tuanya mewarisinya, maka ibunya memperoleh sepertiga. Namun jika pewaris mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapatkan seperenam, setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau setelah membayar utang. (Tentang bagian-bagian itu) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat manfaatnya bagimu. (Pembagian ini adalah) ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS An-Nisa: 11).
Ayat tersebut secara rinci menjelaskan bagian untuk anak laki-laki dan anak perempuan. Meski demikian, tidak ada ketentuan eksplisit mengenai cucu sebagai ahli waris tetap. Inilah yang membuat posisi cucu tidak sama dengan anak kandung dalam pewarisan.
Para ulama kemudian melakukan ijtihad untuk mengisi kekosongan tersebut. Melalui ijtihad, para ahli fikih merumuskan konsep ahli waris pengganti, yaitu keturunan yang berhak menggantikan posisi ahli waris yang meninggal lebih dulu.
Di Indonesia, konsep ini memiliki dasar hukum yang kuat melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 185 yang menegaskan bahwa keturunan dapat menggantikan ahli waris yang meninggal lebih dulu dari pewaris.
Dengan demikian, cucu bukanlah ahli waris tetap menurut nash, tetapi bisa memperoleh hak melalui mekanisme penggantian posisi orang tuanya.
Syarat-syarat agar Cucu Bisa Menerima Warisan
Agar cucu dapat masuk sebagai ahli waris, ada beberapa ketentuan penting yang harus dipenuhi. Berikut tiga syarat utama yang disimpulkan dari sumber yang Anda berikan.
1. Orang tua cucu telah meninggal lebih dahulu
Syarat paling mendasar adalah bahwa orang tua cucu, yang merupakan anak kandung pewaris, telah wafat sebelum pewaris meninggal dunia.
Jika orang tua cucu masih hidup, maka hak warisan sepenuhnya tetap menjadi milik orang tua tersebut, sehingga cucu tidak memperoleh bagian.
Sebaliknya, jika orang tua sudah wafat terlebih dahulu, maka cucu dapat menggantikan posisi tersebut sebagai ahli waris pengganti.
2. Tidak ada ahli waris yang kedudukannya lebih dekat
Dalam hukum waris Islam, ahli waris dengan hubungan nasab lebih dekat memiliki prioritas.
Kehadiran ahli waris seperti ayah, ibu, anak kandung, atau pasangan dapat menutup akses cucu untuk menerima warisan.
Artinya, cucu bisa mewarisi hanya jika tidak ada pihak lain yang secara syar’i menempati posisi lebih dekat.
3. Tersedia sisa harta setelah pemenuhan hak ashab al-furudh
Dalam sistem warisan Islam, beberapa ahli waris memiliki bagian pasti yang harus dipenuhi terlebih dahulu (ashab al-furudh).
Hanya jika terdapat sisa harta setelah pemberian bagian tersebut, ahli waris pengganti seperti cucu berhak menerima bagian.
Jika seluruh harta telah habis dibagikan kepada kelompok berhak tersebut, cucu tidak mendapatkan warisan.
Bagaimana Pembagian Harta untuk Cucu?
Jika cucu memenuhi seluruh syarat sebagai ahli waris pengganti, maka besaran warisan yang diterimanya dihitung berdasarkan bagian yang seharusnya diterima oleh ayah atau ibu mereka jika masih hidup.
Contoh sederhananya, jika seorang ayah wafat dan salah satu anak laki-lakinya telah meninggal lebih dulu, maka anak laki-laki tersebut dapat digantikan oleh anak-anaknya, yaitu cucu dari pewaris. Dalam situasi ini, cucu menerima bagian sesuai jatah yang seharusnya diterima orang tuanya.
Dengan demikian, cucu mendapatkan warisan bukan karena kedudukannya sebagai cucu, tetapi sebagai penerus atau wakil dari orang tua yang telah mendahului pewaris.
Hal-hal Penting yang Perlu Diperhatikan Keluarga
Agar proses pembagian warisan berjalan lancar dan menghindari perselisihan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan keluarga:
1. Identifikasi ahli waris secara cermat
Menentukan daftar ahli waris yang hidup saat pewaris meninggal merupakan langkah awal yang krusial. Penentuan ini membantu memastikan siapa saja yang berhak dan siapa yang terhalang.
2. Dokumentasi status hidup atau wafat ahli waris
Dokumen resmi seperti akta kematian menjadi bukti penting untuk memastikan apakah cucu dapat menggantikan posisi orang tuanya. Tanpa bukti tersebut, proses pembagian warisan dapat tersendat.
3. Konsultasi dengan ulama atau ahli waris
Setiap kasus waris memiliki karakteristik berbeda. Melibatkan ahli yang kompeten akan membantu keluarga menghindari kesalahan perhitungan maupun kesalahan dalam menerapkan aturan.
4. Menjaga komunikasi antaranggota keluarga
Keterbukaan mengenai daftar ahli waris dan mekanisme pembagian sangat penting untuk mencegah kesalahpahaman. Dengan komunikasi yang baik, potensi sengketa dapat diminimalkan.
Memahami posisi cucu dalam pembagian warisan Islam sangat penting agar proses pewarisan berjalan adil dan sesuai syariat. Cucu hanya bisa menerima warisan apabila memenuhi syarat tertentu, terutama melalui mekanisme penggantian posisi orang tua yang telah meninggal lebih dulu. Wallahu A’lam.









