Jakarta (ANTARA) – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan penetapan indeks alfa (α) dalam Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 diterapkan secara bijaksana yang selaras dengan kondisi ekonomi daerah, tingkat produktivitas, dan kapasitas usaha tiap sektor.
“Kebijakan yang adaptif ini diperlukan agar keberlanjutan usaha dan serapan tenaga kerja tetap terjaga,” kata Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Darwoto dalam Economic and Labour Insight di Jakarta, Selasa.
Dalam konteks penetapan, kata dia perlu dipahami bahwa alfa merupakan indeks kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Besaran alfa harus ditetapkan secara proporsional, karena pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada faktor tenaga kerja, tetapi juga pada faktor produksi lainnya seperti investasi/modal, teknologi, dan total factor productivity (TFP) yang mencerminkan efisiensi, inovasi, serta peningkatan kapasitas produksi.
Oleh karena itu pihaknya mengusulkan variabel alfa dalam penetapan UMP 2026 tidak diterapkan secara seragam di seluruh daerah.
Selain itu, ia menyampaikan penghitungan besaran alfa di suatu wilayah idealnya mempertimbangkan kondisi rasio upah minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL), terutama apabila rasio tersebut berada di atas atau di bawah rata-rata nasional.
Pendekatan berbasis data ini kata dia akan menghasilkan kebijakan upah yang lebih objektif dan berkeadilan.
Lebih lanjut, dunia usaha meyakini bahwa pemerintah akan mempertimbangkan aspek-aspek tersebut secara arif dan bijaksana dalam menetapkan nilai alfa pada regulasi yang akan segera diterbitkan, sehingga dapat menciptakan keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha.
Darwoto menambahkan, penetapan nilai alfa yang proporsional akan menjaga keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha, khususnya menciptakan stabilitas dan daya saing sektor industri, serta sektor padat karya yang sensitif terhadap kenaikan biaya tenaga kerja.
Selain itu, dunia usaha menegaskan pentingnya memasukkan indikator ekonomi dan produktivitas sebagai variabel utama dalam penentuan nilai alfa.
Pendekatan ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, yang menekankan keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha.
“Dengan mengintegrasikan indikator ekonomi ke dalam formula pengupahan, kebijakan yang dihasilkan akan lebih obyektif, terukur, dan berkelanjutan dalam jangka panjang,” ujar Darwoto.
Sementara itu, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menyatakan, dunia usaha mendukung penggunaan formula pengupahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan yang telah diperkuat oleh putusan MK.
Dalam kerangka kebijakan penciptaan lapangan kerja, pihaknya menegaskan bahwa kebijakan pengupahan memiliki pengaruh langsung terhadap keberlanjutan investasi dan perluasan kesempatan kerja.
“Oleh karenanya, formula UMP 2026 dan nilai alfa yang akan ditetapkan pemerintah harus mampu menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan industri,” kata Shinta.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan tengah menyusun konsep pengupahan UMP 2026 yang besarannya tidak satu angka seperti tahun lalu, serta tidak diumumkan pada 21 November sebagaimana amanat PP 36/2021.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli di Jakarta, Kamis (20/11) menyampaikan, dalam menyusun konsep ini, pihaknya menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2023 secara menyeluruh yang mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dalam penetapan upah.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan dalam penetapan UMP tahun depan, variabel penghitungan yang digunakan tetap sama, namun variabel alfa ditingkatkan
Adapun dalam aturan yang berlaku saat ini indeks alfa berada di kisaran 0,1 hingga 0,3 poin.
“Variabel-variabel dalam rumus sama, hanya saja sekali lagi kata MK alfanya yang harus ada adjustment sedikit. Apa adjustment-nya? Yaitu pemerintah harus mempertimbangkan kebutuhan hidup layak,” katanya.
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.