Author: Antaranews.com

  • Begini cara tersangka melakukan penipuan dengan modus BEC

    Begini cara tersangka melakukan penipuan dengan modus BEC

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya menyebutkan para tersangka melakukan penipuan dengan modus “Bussiness Email Compromise” (BEC) yang awalnya melakukan peretasan terhadap email korban.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan pelapor selaku kuasa dari PT J (korban) menerangkan bahwa pada 15 Mei 2025 telah mendapatkan email dari pihak PT S (mitra bisnis PT J).

    “Dalam email tersebut terdapat pesan yang meminta PT J untuk melakukan pembayaran ‘Junior Loan Interest Payment’ (bunga pinjaman),” katanya saat konferensi pers di Jakarta, Selasa.

    Selanjutnya, setelah dilakukan pengecekan dan konfirmasi, pada 16 Mei 2025 PT J melakukan pembayaran ke nomor rekening senilai 2.271.419,28 USD (dua juta dua ratus tujuh puluh satu ribu empat ratus Sembilan belas koma dua delapan dolar AS).

    “Setelah melakukan pembayaran beberapa hari kemudian PT J diberitahu bahwa dana pembayaran tersebut belum diterima oleh pihak PT S,” katanya.

    Ade Ary menambahkan setelah dilakukan penangkapan, diketahui bahwa email PT S telah dikuasai oleh para tersangka.

    “Sehingga email yang dikirim ke PT J dari PT S pada tanggal 16 Mei 2025 adalah pelaku yang sebelumnya sudah mempersiapkan nomor rekening bank,” katanya.

    Selanjutnya, para tersangka memiliki perannya masing-masing. Untuk tersangka OIO sebagai WNA Nigeria berperan sebagai orang yang membuat rekening bank dan yang melakukan pencairan dana. Kemudian uang tersebut diberikan kepada tersangka OCJ.

    “Sedangkan OCJ yang merupakan WNI berperan membuat paspor palsu untuk persyaratan membuat rekening, membuat Kartu Ijin Tinggal Tetap palsu untuk persyaratan membuat rekening,” katanya.

    Tersangka OCJ yang berstatus DPO juga berperan masuk secara ilegal ke email milik PT S dan mengirimkan email berisi jumlah pembayaran bunga pinjaman yang harus dibayarkan dan mengubah tujuan rekening pembayaran.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BNN perkirakan penyalahgunaan narkotika di Jaksel capai 52.986 kasus

    BNN perkirakan penyalahgunaan narkotika di Jaksel capai 52.986 kasus

    Jakarta (ANTARA) – Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Jakarta Selatan memperkirakan angka penyalahgunaan narkotika di wilayah tersebut saat ini telah mencapai 52.986 kasus.

    “Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 52.986 penyalahguna narkotika di wilayah Jakarta Selatan yang termasuk dalam kategori produktif,” kata Kepala BNN Kota Jakarta Selatan, Kombes Bambang Yudistira di Jakarta, Selasa.

    Bambang mengatakan itu dalam Forum Komunikasi Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Ruang Rapat Dirgantara Kantor Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan.

    Angka ini, menurut dia, mengacu pada angka prevalensi penyalahgunaan narkotika di Provinsi DKI Jakarta, yaitu 3,3 persen.

    Kemudian, pada 2023, BNN mengadakan penelitian untuk mengetahui angka prevalensi penyalahgunaan narkoba dan ditemukan jumlah 3,3 juta jiwa warga Indonesia dengan rentang usia 15 hingga 64 tahun.

    “Jumlah ini turun jika dibandingkan dari 2021, yaitu 3,6 juta jiwa, namun masih dirasa cukup besar,” katanya.

    Diharapkan melalui pelaksanaan Forum Komunikasi P4GN dengan melibatkan para pemangku kepentingan dapat terbangun komitmen bersama mewujudkan “Indonesia Bersinar” (Bersih Narkoba) yang dimulai dari Kota Jakarta Selatan.

    “Semoga kegiatan ini menjadi langkah awal yang baik untuk mewujudkan ‘Kota Jakarta Selatan Bersinar’ (Bersih Narkoba),” katanya.

    Kegiatan yang diselenggarakan oleh BNN Kota Jakarta Selatan tersebut diikuti para kepala suku dinas dan suku badan Kota Administrasi Jakarta Selatan, Polres Metro Jakarta Selatan dan Kantor Imigrasi Non TPI Jakarta Selatan.

    Kanwil Kementerian Agama Jakarta Selatan (Jaksel), Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan, para ketua forum organisasi masyarakat di Jakarta Selatan, toko budaya dan lainnya.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Polisi ungkap kasus penipuan online yang rugikan korban Rp1,6 miliar

    Polisi ungkap kasus penipuan online yang rugikan korban Rp1,6 miliar

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Siber Polda Metro Jaya mengungkap kasus penipuan daring (online) dengan menggunakan modus “Bussiness Email Compromise” (BEC) sehingga korban mengalami kerugian Rp1,6 miliar.

    “Dalam kasus ini penyidik melakukan pengungkapan bahwa tindak pidana tersebut dilakukan oleh tersangka WNA dan WNI,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi saat konferensi pers di Jakarta, Selasa.

    Ade Ary menjelaskan, untuk tersangka WNA berinisial OIO. Sedangkan untuk tersangka WNI berinisial OCJ dengan berstatus masih daftar pencarian orang (DPO).

    “Tersangka ditangkap pada tanggal 02 Juni 2025, di Bank BRI KCP BRI Green Ville. Jalan Komplek Greenville Blok C Nomor 2A, Kebon Jeruk, Jakarta Barat,” katanya.

    Para tersangka melakukan kejahatan tersebut dengan menggunakan modus BEC.

    “Yaitu jenis penipuan siber dimana penyerang menyamar sebagai tokoh tepercaya di dalam suatu organisasi untuk menipu rekan bisnisnya agar melakukan tindakan tertentu, seperti mentransfer uang atau memberikan data sensitif,” katanya.

    Tersangka ditangkap pada 2 Juni 2025 di sebuah bank di Jalan Komplek Greenville Blok C No.2A, Kebon Jeruk, Jakarta Barat (Jakbar).

    Untuk tersangka dikenakan Pasal 45 A Ayat 1 Jo. Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    Kemudian Pasal 48 Jo. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

    Selanjutnya Pasal 51 Ayat 1 Jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

    “Dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar,” kata Ade Ary.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Polisi tangkap komplotan pemalsu ribuan lembar meterai

    Polisi tangkap komplotan pemalsu ribuan lembar meterai

    Jakarta (ANTARA) – Kepolisian Resor (Polres) Pelabuhan Tanjung Priok menangkap komplotan pemalsu ribuan lembar meterai yang telah menjalankan aksi pidana tersebut sejak tahun 2023.

    “Kami menangkap empat orang yang berperan memproduksi dan menjual materai palsu ini yakni AA (35), I (40), ED (31) dan YA alias W (54) dengan barang bukti 2.463 lembar meterai palsu,” kata Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBP Martuasah H Tobing di Jakarta, Selasa.

    Ia mengatakan keempat pelaku dijerat Pasal 25 UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Biaya meterai dengan ancaman penjara tujuh tahun dan denda Rp500 juta.

    Mereka juga dijerat paysal 253 Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP) tentang tindak pidana pemalsuan meterai dengan ancaman maksimal penjara tujuh tahun penjara.

    Penangkapan ini berawal dari patroli siber yang dilakukan Unit III Kriminal Khusus (Krimsus) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pelabuhan Tanjung Priok yang menemukan adanya penjualan meterai palsu yang akan dikirim ke Tanjung Priok pada Sabtu (24/5).

    Polisi kemudian melakukan penyelidikan pembuatan meterai palsu dan ditemukan tersangka AA di kantor ekspedisi di Bojong Gede (Bekasi) pada Selasa (27/5)

    Pelaku AA sudah sejak Mei 2023 menjual satu lembar meterai nominal Rp10 ribu dengan jumlah 50 keping dengan harga Rp200 ribu. Padahal jika dengan harga resmi dijual Rp500 ribu.

    Dari pengakuan tersangka AA, ia membeli meterai itu dari tersangka berinisial I di Pasar Cisalak Depok, Jawa Barat.

    Pelaku I ini ditangkap pada Selasa (27/5) yang menjual satu lembar meterai berisi 50 keping meterai nominal Rp10 ribu dengan harga Rp100 ribu.

    “Pelaku ini membeli barang palsu ini dari pelaku ED yang ditangkap pada Selasa (27/5) yang menjual per lembar meterai palsu berisi 50 keping dengan harga Rp50 ribu,” kata dia.

    Berdasarkan pengakuannya, pelaku ED membeli barang palsu ini kepada pelaku YA alias W. Setelah dilakukan penyelidikan, pelaku ini ditangkap pada Selasa (10/6) di Perum Grand Vista Cikarang di Jalan Anggrek Serang Baru Bekasi, Jawa Barat.

    “Pelaku ini menjual satu lembar meterai seharga Rp10 ribu dan pelaku ini menjalankan aksi ini sejak 2023,” kata dia.

    Pelaku YA ini dulunya bekerja di
    percetakan yang bisa memproduksi metera menyerupai aslinya.

    Dari pengakuannya, pelaku ini telah mencetak lima rim meterai yang dijual Rp5 juta per rim dan untuk ongkos produksi Rp2 juta per rim.

    “Barang bukti yang diamankan ada 2.463 lembar meterai Rp10 ribu yang berisi 123.150 keping meterai palsu yang nilainya mencapai Rp1,2 miliar,” kata dia.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anggota DPR buka peluang revisi UU Polri hingga UU MK usai RUU KUHAP

    Anggota DPR buka peluang revisi UU Polri hingga UU MK usai RUU KUHAP

    “Barangkali ini akan menyusul perampasan aset kah, Undang-Undang Polri kah atau revisi kembali Undang-Undang Kejaksaan, atau revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, dan lain sebagainya,”

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil membuka kemungkinan bahwa akan membahas revisi Undang-Undang (UU) Polri hingga revisi UU Mahkamah Konstitusi setelah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP selesai.

    “Barangkali ini akan menyusul perampasan aset kah, Undang-Undang Polri kah atau revisi kembali Undang-Undang Kejaksaan, atau revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, dan lain sebagainya,” kata Nasir di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Dia mengatakan bahwa penegakan hukum harus terintegrasi melalui KUHAP yang baru, mulai dari penyidik, penuntut, pengadilan, sampai ke tingkat lembaga pemasyarakatan. Dengan KUHAP yang baru, maka semua produk hukum pun harus terintegrasi.

    Menurut dia, penyerapan aspirasi yang dilakukan Komisi III DPR RI dengan mengundang berbagai lembaga dan pakar sudah menuju tahap akhir. Di masa sidang selanjutnya, dia mengatakan bahwa RUU KUHAP akan mulai digulirkan ke tahap pembahasan.

    Dia mengatakan bahwa KUHAP yang baru harus rampung pada tahun ini guna menyesuaikan dengan pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mulai 2026.

    Menurut dia, tidak mungkin jika KUHP yang diberlakukan adalah yang baru sedangkan aturan hukum acara pidananya masih menggunakan produk lama. Jangan sampai, kata dia, para pencari keadilan merasa khawatir dan cemas jika KUHAP baru belum rampung.

    Untuk itu, dia mengatakan bahwa KUHAP yang baru ditargetkan rampung paling lambat pada Desember 2025.

    “Karena kalau kita lihat sejarahnya, hukum acara pidana ini sebenarnya disahkan itu di Desember tahun 1981. Nah kita ingin mengulangi lagi, mudah-mudahan di tahun 2025, di bulan Desember yang baru ini bisa kita sahkan,” katanya.

    Sepekan sebelum masa sidang selanjutnya dibuka, menurut dia, Komisi III DPR akan mengundang berbagai pihak yang memiliki kepentingan dan pengetahuan untuk menyampaikan aspirasinya mengenai KUHAP. Selain lembaga-lembaga, sejumlah organisasi mahasiswa pun turut diundang dalam rapat tersebut.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemendagri revisi Kepmendagri untuk masukkan empat pulau ke Aceh

    Kemendagri revisi Kepmendagri untuk masukkan empat pulau ke Aceh

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera merevisi Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 dan memasukkan empat pulau yang disengketakan ke dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh sebagaimana diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto.

    “Kepmendagri segera direvisi untuk kemudian keempat pulau tersebut dimasukkan ke Aceh,” kata Bima Arya saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.

    Bima mengatakan proses revisi Kepmendagri tersebut tidak rumit dan proses bisa segera diselesaikan dalam waktu singkat.

    “(Bisa) langsung saja revisi, bisa hari ini juga atau besok,” ujarnya.

    Untuk diketahui, dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 saat ini tertuang bahwa empat pulau, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang masuk wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil.

    Kebijakan ini telah memicu perbedaan aspirasi dari kedua pemerintah daerah, yang masing-masing merasa memiliki keterikatan historis dan administratif terhadap pulau-pulau tersebut.

    Presiden Prabowo Subianto kemudian mengambil alih penyelesaian polemik tersebut dan memutuskan status Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek masuk dalam wilayah administratif Provinsi Aceh.

    Hal ini disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi seusai menggelar rapat terbatas bersama sejumlah pihak terkait di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.

    “Pemerintah mengambil keputusan bahwa keempat pulau yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek secara administratif berdasarkan dokumen pemerintah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh,” kata Mensesneg di Kantor Presiden Jakarta.

    Dikatakan Prasetyo, ratas tersebut dipimpin langsung Presiden Prabowo Subianto secara daring untuk mencari jalan keluar terhadap dinamika empat pulau di Sumut dan Aceh.

    Berdasarkan laporan dari Kemendagri, serta dokumen data pendukung yang dimiliki pemerintah, kata Prasetyo, Presiden memutuskan bahwa keempat pulau secara administratif masuk ke wilayah administratif Aceh.

    Kemensetneg memfasilitasi audiensi dua kepala daerah perihal status kepemilikan empat pulau yang berada di batas administratif Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

    Hadir secara langsung dalam ratas tersebut Mensesneg Prasetyo Hadi, Mendagri Tito Karnavian, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mensesneg tepis isu ada provinsi ingin empat pulau masuk wilayahnya

    Mensesneg tepis isu ada provinsi ingin empat pulau masuk wilayahnya

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menepis isu yang menyebut ada pemerintah provinsi ingin memasukkan empat pulau yang menjadi polemik ke wilayah administratifnya.

    “Kami juga diminta oleh Bapak Presiden untuk meluruskan isu-isu yang berkembang bahwa berkenaan dengan dinamika empat pulau ini, bahwa tidak benar ketika ada satu pemerintah provinsi yang ingin dalam tanda kutip, yang memasukkan keempat pulau ini ke dalam wilayah administratifnya,” ujar Prasetyo di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa.

    Prasetyo yang mewakili pemerintah berharap keputusan mengenai status empat pulau yang dikembalikan ke wilayah administratif Aceh dapat menjadi jalan keluar yang baik bagi semua pihak, khususnya bagi Aceh dan Sumatera Utara.

    Keputusan ini diharapkan mampu mengakhiri polemik yang selama ini muncul di masyarakat.

    Prasetyo juga meminta masyarakat Sumatera Utara dan Aceh memahami proses dan dinamika yang terjadi.

    Mensesneg menyatakan bahwa kedua provinsi merupakan wilayah yang berdekatan dan saling menopang.

    Prasetyo mengingatkan agar isu mengenai empat pulau tersebut tidak berkembang ke arah yang kontraproduktif, serta mengimbau semua pihak untuk kembali mempererat persatuan antarwilayah.

    “Jadi, kami harapkan dinamika ini segera kita akhiri dan kita kembali bersatu masyarakat Sumut dan masyarakat Aceh yang kita semua tahu bahwa kedua provinsi ini berdekatan dan saling bersaudara,” kata Prasetyo.

    Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk status Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek masuk dalam wilayah administratif Provinsi Aceh.

    Berdasarkan laporan dari Kemendagri, serta dokumen data pendukung yang dimiliki pemerintah, Presiden memutuskan bahwa keempat pulau secara administratif masuk ke wilayah administratif Aceh.

    Polemik empat pulau tersebut sebelumnya mencuat setelah terbit Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan pada 25 April 2025.

    Dalam ketentuan itu, Kemendagri menetapkan empat pulau itu sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Padahal, sebelumnya masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil.

    Pewarta: Fathur Rochman, Andi Firdaus
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • AHY: Keputusan presiden harus dikawal soal sengketa pulau Aceh-Sumut

    AHY: Keputusan presiden harus dikawal soal sengketa pulau Aceh-Sumut

    Saya rasa kita sudahi kalau ada hal-hal yang bisa membentur-benturkan sesama anak bangsa. Ini menjadi tugas kita semua, termasuk TNI tentunya. Saya pernah bertugas di sana, pastinya ingin Aceh maju, sejahtera, damai, dan terbangun suasana kehidupan y

    Bandung (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan keputusan presiden harus dikawal soal sengketa empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

    Hal ini, kata dia, penting dilakukan guna menghindari konflik horizontal yang berpotensi memecah belah anak bangsa, termasuk polemik saat ini yang memicu perhatian publik beberapa waktu terakhir.

    “Saya rasa apa yang sudah menjadi keputusan Bapak Presiden Prabowo Subianto ya harus kita amankan, kita kawal, kita cegah segala polemik yang bisa memicu benih-benih permusuhan,” kata AHY selepas kuliah umum di Sesko TNI Bandung, Selasa.

    Menurutnya, menjaga perdamaian di Aceh adalah tugas sejarah bangsa yang tidak bisa dikompromikan, mengingat proses menuju rekonsiliasi di Aceh telah ditempuh dengan susah payah selama puluhan tahun.

    “Kita tahu, menjaga perdamaian dan keamanan di Aceh itu kita ikhtiarkan selama bertahun-tahun. Jadi harus benar-benar kita jaga dengan baik,” ujarnya.

    AHY mengingatkan agar sengketa lahan ini tidak dipertajam dan lebih baik dihindari karena ada potensi bahaya di baliknya jika nantinya sampai dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk membenturkan sesama anak bangsa.

    Terlebih AHY mengaku memiliki memori manis tersendiri dengan Aceh karena pernah bertugas di sana sebagai perwira muda, sehingga dia ingin provinsi di ujung Barat Indonesia itu semakin maju, sejahtera, damai, dan terbangun suasana kehidupan yang rukun satu sama lain.

    “Saya rasa kita sudahi kalau ada hal-hal yang bisa membentur-benturkan sesama anak bangsa. Ini menjadi tugas kita semua, termasuk TNI tentunya. Saya pernah bertugas di sana, pastinya ingin Aceh maju, sejahtera, damai, dan terbangun suasana kehidupan yang rukun satu sama lain,” ujarnya.

    Permasalahan sengketa empat pulau di wilayah Aceh Singkil antara Aceh dan Sumatera Utara telah berlangsung lama. Keduanya saling klaim kepemilikan.

    Adapun empat pulau tersebut yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

    Kemudian, Kemendagri mengeluarkan keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, ditetapkan pada 25 April 2025.

    Keputusan Kemendagri itu, menetapkan status administratif empat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

    Teranyar, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk status Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek masuk dalam wilayah administratif Provinsi Aceh.

    Hal ini disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi seusai menggelar rapat terbatas bersama sejumlah pihak terkait di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.

    “Pemerintah mengambil keputusan bahwa keempat pulau yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek secara administratif berdasarkan dokumen pemerintah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh,” kata Mensesneg di Kantor Presiden Jakarta.

    Pewarta: Ricky Prayoga
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR minta klarifikasi Fadli Zon soal tak ada pemerkosaan massal ’98

    DPR minta klarifikasi Fadli Zon soal tak ada pemerkosaan massal ’98

    Menutupinya maka sama saja kita merendahkan martabat para korban dan tidak membuka ruang untuk pemulihan nama baik mereka

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani bakal meminta klarifikasi kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengenai pernyataan tidak ada pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998.

    Dia menilai pernyataan tersebut berpotensi melukai hati para korban dan merendahkan upaya pemulihan yang telah diperjuangkan selama lebih dari dua dekade. Menurut dia, pengingkaran terhadap peristiwa tersebut adalah bentuk penghapusan jejak sejarah Indonesia.

    “Sedikit keliru kalau dikatakan tidak ada perkosaan massal. Peristiwa itu terjadi, jangan tutupi sejarah,” kata Lalu dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Dia mengungkapkan DPR RI saat ini sedang berada dalam masa reses. Ketika memasuki masa sidang, Komisi X DPR pun akan mempertanyakan ucapan tersebut ketika rapat kerja yang mengundang Fadli Zon.

    Dia menekankan bahwa tragedi 1998 merupakan bagian kelam dari sejarah bangsa yang menyimpan luka mendalam, khususnya bagi perempuan korban kekerasan seksual.

    Menurut dia, penyangkalan terhadap fakta terjadinya kekerasan seksual dalam insiden 1998, sama saja dengan merendahkan martabat para korban dan menghambat proses pemulihan serta rekonsiliasi yang seharusnya terus diberikan.

    “Menutupinya maka sama saja kita merendahkan martabat para korban dan tidak membuka ruang untuk pemulihan nama baik mereka,” katanya.

    Dia mengingatkan bahwa sejarah Indonesia tidak boleh direduksi menjadi narasi tunggal milik kekuasaan. Menurut dia, sejarah harus ditulis secara jujur, inklusif, dan partisipatif bukan untuk menyenangkan penguasa.

    “Sejarah bukan sekadar narasi masa lalu, melainkan fondasi jati diri bangsa. Maka ketika ada upaya penulisan ulang sejarah, yang perlu kita pastikan bukan siapa yang menulis, tetapi mengapa dan untuk siapa sejarah itu ditulis,” katanya.

    Pimpinan komisi yang membidangi urusan pendidikan dan kebudayaan itu juga berkomitmen bakal mengawal Kementerian Kebudayaan yang tengah melakukan penulisan revisi sejarah Indonesia. Dia memandang bahwa penulisan sejarah menyangkut kepentingan kolektif bangsa, bukan hanya domain kementerian.

    “DPR mewakili rakyat dan punya tanggung jawab memastikan proses ini tidak menjadi rekayasa ingatan kolektif, melainkan rekonstruksi objektif,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Presiden putuskan empat pulau sengketa masuk wilayah Provinsi Aceh

    Presiden putuskan empat pulau sengketa masuk wilayah Provinsi Aceh

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas secara virtual pada sela-sela perjalanannya menuju St. Petersburg, Rusia, Selasa, dan menetapkan empat pulau yang kena sengketa batas wilayah antarprovinsi di Sumatera masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh.

    Empat pulau yang disengketakan oleh Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) itu adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Mangkir Besar.

    “Bapak Presiden telah memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan kepada dasar-dasar dokumen yang dimiliki oleh pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang (Besar), dan Pulau Mangkir Ketek (Kecil) secara administratif berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh pemerintah adalah masuk ke wilayah administratif Provinsi Aceh,” kata Juru Bicara Presiden RI Prasetyo Hadi kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

    Presiden Prabowo memimpin rapat terbatas melalui sambungan video konferensi yang diikuti oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Sekretaris Negara/Juru Bicara Presiden RI Prasetyo Hadi, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

    Prasetyo melanjutkan dokumen-dokumen yang dirujuk pemerintah terkait kewilayahan itu mengacu pada dokumen-dokumen yang dimiliki oleh Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Dalam Negeri, dan Pemerintah Provinsi Aceh.

    “Oleh karena itu, kami mewakili pemerintah berharap keputusan ini menjadi jalan keluar yang baik untuk kita semuanya, bagi Pemerintah (Provinsi) Aceh, bagi Pemerintah (Provinsi) Sumatera Utara, ini menjadi solusi yang kita harapkan mengakhiri semua dinamika yang berkembang di masyarakat,” sambung Prasetyo Hadi.

    Prasetyo juga berharap adanya keputusan Presiden Prabowo itu dapat mengakhiri polemik yang berkembang di masyarakat.

    “Jadi, kami harapkan dinamika ini segera kita akhiri, dan kita kembali bersatu, masyarakat Sumatera Utara, masyarakat Aceh yang kita semua tahu bahwa provinsi ini berdekatan, dan saling bersaudara,” kata Prasetyo.

    Polemik mengenai batas wilayah empat pulau itu muncul setelah Kementerian Dalam Negeri menetapkan keempat pulau tersebut masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara. Keputusan Kemendagri itu kemudian ditolak oleh Pemerintah Provinsi Aceh.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi/Andi Firdaus
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.