Keterbukaan informasi juga berperan penting dalam menangkal penipuan finansial digital, mulai dari meningkatkan literasi dan kesadaran publik hingga memastikan akses cepat terhadap informasi resmi
Jakarta (ANTARA) – Komisi Informasi (KI) Pusat bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya pentingnya transparansi informasi publik sebagai salah satu pilar pencegahan penipuan finansial digital.
Komisioner KI Pusat Rospita Vici Paulyn mengatakan keterbukaan informasi diperlukan agar masyarakat memiliki akses terhadap pengetahuan yang benar, akurat, dan mudah dipahami.
“Informasi yang terbuka, cepat, dan terpercaya memungkinkan publik mengenali tanda-tanda penipuan, memverifikasi keaslian sumber, dan mengetahui langkah pelaporan ketika insiden terjadi,” kata Rospita dalam Pers Briefing di Kantor KI Pusat, Jakarta, Senin.
Ia menambahkan regulasi memegang peran sentral dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan mampu melindungi masyarakat dari berbagai bentuk penipuan finansial.
Selain itu, diperlukan peningkatan sistem deteksi dini oleh perbankan, termasuk mekanisme pelaporan cepat terhadap dugaan penipuan melalui saluran aduan publik yang responsif, alert keamanan real-time untuk nasabah, serta penerapan multi-layer authentication.
Keterbukaan informasi juga berperan penting dalam menangkal penipuan finansial digital, mulai dari meningkatkan literasi dan kesadaran publik hingga memastikan akses cepat terhadap informasi resmi.
Transparansi regulasi turut memperkuat akuntabilitas lembaga keuangan dan instansi pemerintah sekaligus mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan.
Dengan informasi yang terbuka, ruang gerak pelaku penipuan semakin sempit, karena publik dapat mengenali modus lebih awal. Keterbukaan informasi juga mempermudah kolaborasi antar-lembaga dalam memperkuat perlindungan konsumen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan penipuan finansial digital kini menjadi isu global yang berkembang semakin kompleks.
“Modus scam saat ini dijalankan sindikat lintas negara dan menyasar kelompok dengan akses digital tinggi, termasuk Gen Z, serta kelompok rentan seperti lanjut usia,” jelas Friderica.
Ia menegaskan bahwa OJK mencatat peningkatan pemanfaatan teknologi oleh pelaku, termasuk impersonasi berbasis kecerdasan buatan (AI) dan penyalahgunaan data pribadi untuk memperdaya korban.
Untuk mempercepat penanganan laporan, OJK telah mengembangkan Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) yang terhubung langsung dengan perbankan, penyedia layanan pembayaran, marketplace, hingga platform aset kripto. Integrasi ini memungkinkan deteksi dan pemblokiran rekening terkait scam dilakukan lebih cepat dan terkoordinasi.
“Anti scam center ini kita sudah terhubung dengan seluruh bank yang terdaftar di OJK dan ada marketplacenya sampai terbaru ada crypto. Dengan adanya anti scam center ini, kalau orang lapor, bisa lapor ke antiscam langsung atau ke bank yang kena scam. Jadi sangat cepat sekali untuk ditangani,” jelas Frederica.
Melalui Pers Briefing ini, KI Pusat dan OJK berharap masyarakat semakin waspada dan mampu mengenali berbagai modus penipuan finansial digital. Upaya tersebut diharapkan dapat mendukung terciptanya ruang digital yang lebih aman dan bermanfaat bagi publik.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.








