Jakarta, Beritasatu.com – Rencana pemerintah untuk memberlakukan aturan kemasan rokok polos dikhawatirkan akan meningkatkan konsumsi rokok ilegal di Indonesia. Menurut Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), kebijakan ini dapat mempersulit industri tembakau nasional yang sudah tertekan oleh kenaikan tarif cukai.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini sedang merancang regulasi yang mewajibkan semua bungkus rokok memiliki desain, ukuran, dan warna yang seragam atau polos. Ketua Umum Gaprindo, Benny Wachjudi, mengkhawatirkan kebijakan ini akan mempersulit konsumen membedakan rokok legal dan ilegal. Akibatnya, peredaran rokok ilegal justru berpotensi meningkat tajam.
“Kami tidak hanya menghadapi kenaikan tarif cukai, tetapi juga kebijakan pembatasan seperti rencana kemasan standar ini. Semua bungkus rokok nantinya akan memiliki warna dan font yang sama, dan ini menyulitkan konsumen untuk membedakan rokok legal dan ilegal,” ujar Benny dalam FGD yang diadakan oleh B-Universe di Pantai Indah Kapuk 2, Kamis (12/12/2024).
Saat ini, industri tembakau sudah menghadapi persaingan tidak sehat dengan produsen rokok ilegal. Biaya produksi rokok ilegal bisa 75% lebih murah dibandingkan rokok legal karena tidak membayar cukai maupun pajak penghasilan. Benny juga mengungkapkan setiap kenaikan tarif cukai sebesar 1% dapat menyebabkan peningkatan jumlah konsumen rokok ilegal.
Kepala Pusat Industri Pedagangan dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho menilai kebijakan kemasan rokok polos akan semakin memperburuk kondisi industri tembakau.
“Daya beli masyarakat sedang melemah. Harga rokok yang terus naik membuat industri tembakau semakin sulit menjual produk mereka. Kini, dengan adanya rencana kemasan standar, tekanan terhadap industri ini akan semakin besar,” jelas Andry.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengeklaim pemerintah telah berkonsultasi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dalam proses penyusunan regulasi kemasan rokok polos ini.
Data survei Kementerian Kesehatan pada 2023 menunjukkan Indonesia memiliki sekitar 70 juta perokok aktif, dengan 7,4% di antaranya berusia 10-18 tahun.