PIKIRAN RAKYAT – PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dipastikan tutup permanen pada 2025. Hal ini dikonfirmasi Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya, Lutfi Rizal. Lantas bagaimana nasib pemegang polis dan pensiunan?
Lutfi Rizal, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025, menjelaskan, pembayaran kepada pemegang polis dan pensiunan pegawai tergantung pada pemberesan aset saat proses pembubaran.
Sebab, dilihat dari aset yang dimiliki Jiwasraya, perusahaan tersebut tak mampu membayar polis dan pensiunan pegawainya secara 100 persen.
“Di tahun ini, Jiwasraya akan dibubarkan. Namun, untuk memastikan pembayaran 100 persen kepada pemegang polis dan pensiunan, semuanya tergantung dari penyelesaian aset yang ada. Kami akan mengoptimalkan aset yang tersedia,” ujar Lutfi, dikutip Jumat, 7 Februari 2025.
“Pada fase pembubaran kita lakukan pemberesan aset, yang di DPPK (Dana Pensiun Pemberi Kerja) kita optimalisasi dari aset-aset yang ada. (Penutupan Jiwasraya) di tahun ini,” kata dia lagi.
Dia menambahkan, Jiwasraya selalu membayarkan manfaatkan pensiun tepat waktu. Namun, kendala muncul karena perseroan sulit untuk memenuhi permintaan selisih manfaat pensiun yang harus dibayar.
Berapa Total yang Harus Dibayar Jiwasraya?
Hingga 2023, aset neto DPPK Jiwasraya tercatat Rp96,07 miliar, namun nilai aktuaria sebesar Rp467,86 miliar.
Artinya, ada selisih Rp371,79 miliar yang kini dituntut oleh Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya (PPJ) Pusat untuk dibayarkan. Adapun perusahaan baru dapat memenuhi kewajibannya sebesar Rp132 miliar.
“Jika kita pastikan bayar 100 persen atau tidak, tergantung pembersihan aset,” ucap Lutfi.
Lutfi menambahkan, dalam pembayaran itu, terdapat tiga sumber. Pertama, pencairan sisa aset DPPK yang terdiri dari aset saham dan aset lainnya. Kedua aset hasil penjualan dan pencairan aset dalam proses likuidasi.
Ketiga, diambil dari aset rampasan dari pelaku kecurangan attau fraud DPPK Jiwasraya.
“Kami sedang koordinasi pemegang saham, ini akan kita lakukan gugatan hukum kepada pelaku dari fraud yang terjadi di DPPK. Walau saat ini kendalanya Ketua Pengurusnya pada 2012-2018 sudah meninggal. Kedua, wakil Dewan Pengawas yang memberi perintah pengelolaan investasi saat ini sudah dipenjara. Ini jadi concern sendiri saat kita lakukan gugatan hukum kepada pelaku,” kata Lutfi, menandaskan. ***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News