Asosiasi Minta Waktu Transisi 6 Bulan pada Implementasi HBA Transaksi Ekspor Batu Bara

Asosiasi Minta Waktu Transisi 6 Bulan pada Implementasi HBA Transaksi Ekspor Batu Bara

Jakarta, Beritasatu.com – Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batu Bara atau Aspebindo membeberkan sejumlah usulan soal kebijakan pemerintah mengenai kewajiban penggunaan harga batu bara acuan (HBA) dalam transaksi ekspor batubara. Termasuk, Aspebindo juga merespons keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) tentang Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral dan Batubara yang sudah berlaku efektif pada 1 Maret 2025.

Wakil Ketua Umum Aspebindo, Fathul Nugroho menegaskan asosiasi mendukung kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan tata kelola sektor batu bara di Indonesia. Aspebindo, kata Fathul, juga berharap kebijakan yang diterapkan tetap mempertimbangkan tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha dan eksportir.

“Sebagai asosiasi yang mewakili pelaku industri batu bara, kami sangat mendukung kebijakan yang bertujuan untuk memperbaiki tata kelola sektor batu bara. Namun, kami juga merasa perlu ada penyesuaian untuk memastikan bahwa kebijakan ini dapat dijalankan dengan efektif tanpa mengganggu kelangsungan usaha dan stabilitas ekspor,” ujar Fathul kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

“Masa transisi yang cukup, sosialisasi yang jelas, serta fleksibilitas dalam penetapan harga sangat penting agar industri batubara Indonesia tetap kompetitif di pasar global,” tutur Fathul menambahkan.

Fathul mengatakan pihaknya mengusulkan pemberlakuan kewajiban penggunaan HBA dalam transaksi ekspor batu bara diberikan masa transisi selama enam bulan. Menurut dia, masa transisi ini penting untuk memberi waktu bagi eksportir melakukan penyesuaian dengan pembeli luar negeri.

“Masa transisi ini juga untuk menghindari pembatalan kontrak yang berpotensi mengurangi volume ekspor,” kata dia.

Selain itu, kata Fathul, pihaknya menekankan pentingnya sosialisasi mengenai formulasi harga HBA dan harga penjualan batubara (HPB) yang disesuaikan dengan kualitas batubara yang bervariasi pada setiap pengapalan. Pembaruan harga, kata dia, perlu disesuaikan dengan certificate of analysis (COA) final dari setiap transaksi ekspor untuk memberikan kepastian harga yang lebih adil bagi pelaku usaha.

“Terkait dengan Keputusan Menteri ESDM yang baru dikeluarkan tentang Penetapan Harga Patokan, yang berlaku efektif pada 1 Maret 2025, kami mengusulkan agar pemerintah memberikan masa tenggang atau grace period selama enam bulan setelah kebijakan ini diumumkan,” imbuh dia.

Fathul mengatakan, acara sosialisasi Keputusan Menteri ESDM tentang Penetapan Harga Patokan, baru dilakukan pada 26 Februari 2025 atau tiga hari sebelum keputusan menteri ESDM tersebut berlaku efektif pada 1 Maret 2025. Menurut Fathul, waktu tersebut sangat singkat.

“Kami nilai waktu tersebut tidak cukup bagi pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian yang diperlukan dan memastikan kebijakan dapat diterapkan tanpa mengganggu kelancaran operasional,” jelas dia.

Lebih lanjut, Aspebindo mengusulkan agar kontrak yang telah disepakati sebelum diberlakukannya Kepmen ESDM tetap diakui dan dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya. Menurut dia, langkah tersebut penting untuk menjaga stabilitas perdagangan dan kepercayaan pembeli terhadap pelaku usaha batubara di Indonesia.

“Terkait ketentuan yang menetapkan HPB sebagai harga batas bawah dalam penjualan batu bara, kami juga menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan alternatif kebijakan yang lebih fleksibel. Penetapan harga batas bawah sebaiknya mengakomodasi perbedaan kualitas batu bara pada setiap transaksi, sehingga tetap memberikan ruang bagi pelaku pasar untuk beradaptasi dengan dinamika harga,” pungkas Fathul.