TRIBUNJATIM.COM – Seorang ibu menjadi korban pemerasan oleh komplotan orang yang tidak dikenal (OTK) dengan modus tukar uang dollar.
Wanita di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara ini bernama Asmurlaini (65).
Asmurlani rugi Rp 70 juta karena ulah pelaku.
Kronologi kejadian pun terungkap.
Asmurlaini mengatakan, pertemuannya dengan para pelaku terjadi di Jalan Sangnawaluh, Komplek Megaland, pada Selasa (14/1/2025) sekitar pukul 10.00 WIB.
Saat itu, Asmurlaini baru saja pulang dari kantor Samsat dan menunggu angkot menuju kediamannya di Jalan Pangururan, Kecamatan Siantar Barat.
“Awalnya salah satu pelaku mengaku kesasar dan menanyakan angkot jurusan Tanah Jawa. Pelaku memohon bantuan,” ujar Asmurlaini didampingi anaknya, Yunda, kepada wartawan saat ditemui, Jumat (17/1/2025), melansir dari Kompas.com.
Kemudian, pelaku meminta uang sebesar Rp 8 juta dan berjanji akan dikembalikan setelah uang dollar milik pelaku ditukar ke rupiah.
Masih kata Asmurlaini, pelaku lainnya mengiming-imingi korban mendapat persen setelah uang yang diminta diserahkan.
Ia pun setuju kemudian masuk ke dalam mobil Avanza putih menuju Bank Sumut untuk menarik uang sebesar Rp 8 juta dan menyerahkan perhiasan emas yang dikenakannya kepada pelaku.
“Setelah pelaku mengambil semuanya, kemudian saya diajak masuk lagi ke dalam mobil dan dibawa ke Ramayana (pusat perbelanjaan). Saya seperti dihipnotis,” ucapnya.
Di pusat perbelanjaan itu, korban diberikan uang Rp 300.000 oleh salah seorang pelaku untuk membelikan buah, lalu para pelaku pergi meninggalkannya.
Sementara itu, Yunda mengatakan, kasus yang dialami ibunya telah dilaporkan ke Mako Polres Pematangsiantar.
Yunda memperkirakan kerugian yang dialami ibunya mencapai Rp 70 juta, termasuk perhiasan.
“Kami meminta polisi memeriksa CCTV yang berada di Ramayana dan Bank Sumut serta menangkap para pelaku,” kata Yunda.
Hingga saat ini, polisi Polres Pematangsiantar sedang menyelidiki kasus ini.
Sementara itu, Polsek Babat Polres Lamongan sedang ramai jadi perbincangan.
Oknum polisi Polsek Babat diduga melakukan pemerasan terhadap 4 tahanan kasus narkotika.
Keempat pelaku itu harus menyerahkan uang masing-masing sebesar Rp 25 juta untuk penyelesaikan masalah yang sedang hadapinya.
Satu di antara keluarga pelaku terpaksa menyerahkan sertifikat tanah sebagai jaminan karena tidak mempunyai uang seperti ketiga rekannya.
Kasus dugaan pemerasan terhadap empat pelaku itu, bermula saat para pelaku diamankan polisi di sebuah angkringan di wilayah hukum Polsek Babat.
Keempatnya dicurigai sebagai pengedar pil dobel L.
Para pelaku kemudian diamankan di mapolsek untuk penyelidikan. Namun kasus penyelidikannya jalan di tempat lantaran ada kompensasi sesuai kesepakatan.
Uang tersebut telah diberikan kepada oknum polisi melalui masing-masing kepala desa dari empat pelaku yang telah ditahan. Setelah menerima uang empat pelaku kemudian dibebaskan.
Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan oknum polisi tersebut juga sempat ramai di media sosial. Namun selang beberapa waktu kemudian akun tersebut sudah hilang.
Sedang empat pelaku yang diamankan tersebut berinisial D, A, A dan A, dua asal Tuban dan dua lainnya dari Lamongan.
Kasi Humas Polres Lamongan, Ipda M. Hamzaid saat dikonfirmasi wartawan mengaku belum mendengar informasi tersebut.
Meski begitu, karena ada informasi, kata Hamzaid, Propam Polres Lamongan akan mendalami informasi tersebut.
“Terima kasih kepada rekan media atas informasinya, Propam Polres Lamongan langsung kita terjunkan untuk mendalami informasi itu,” pungkasnya.
Kasus Lain
Kasus pemerasan yang melibatkan oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Malang, telah memasuki agenda sidang pembacaan tuntutan.
Diketahui, sidang tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Rabu (20/9/2023) lalu.
Sementara kedua terdakwa, yaitu oknum pegawai BPN Kabupaten Malang bernama Witono alias W (45) asal Desa Tirtomoyo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, serta Dwi Ari alias DA (31) asal Desa Pakisaji, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, yang memiliki peran sebagai biro jasa (calo/makelar), mengikuti jalannya sidang secara daring dari Lapas Kelas I Malang.
Dalam tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang, M Fahmi Abdillah, kedua terdakwa dituntut dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
Apabila denda itu tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan satu bulan.
Kasi Intel Kejari Kota Malang, Eko Budisusanto membenarkan hal tersebut.
“Keduanya terbukti telah melanggar Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tuntutan inipun sesuai dengan dakwaan ketiga JPU,” ujarnya saat dikonfirmasi oleh TribunJatim.com, Kamis (21/9/2023).
Eko Budisusanto juga menambahkan, selanjutnya persidangan akan kembali dilanjutkan pada Rabu (27/9/2023) mendatang dengan agenda pledoi.
“Sidang mendatang, beragendakan mendengar nota pembelaan (pledoi) dari kedua terdakwa. Mereka selama persidangan juga telah mengakui perbuatan, dan menyesali perbuatannya,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kedua terdakwa terlibat pemerasan dalam perkara pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Salah satunya yang menjadi korban, adalah PT BOS (Bumi Omega Sejahtera) yang berujung pada laporan polisi.
Dari laporan tersebut, Satreskrim Polresta Malang Kota melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPN Kabupaten Malang pada Senin (20/2/2023).
Sebagai informasi, pihak kepolisian melakukan OTT saat penyerahan uang senilai Rp 40 juta.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
