Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Asbag Indonesia Tingkatkan Ekonomi Lokal Hingga Lahirkan Ratusan Perajut Handal

Asbag Indonesia Tingkatkan Ekonomi Lokal Hingga Lahirkan Ratusan Perajut Handal

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Jari jemari Tri Astuti tampak lincah mengaitkan benang dalam jaring menjadi berbagai produk cantik nan estetik.

Dalam sehari, ia bisa merajut beragam karya, mulai dari tas, dompet, dan berbagai produk lainnya.

Baginya, merajut adalah hobi yang tak disangka kini menjadi ladang rezeki. 

Ketekunannya dalam dunia rajut membuat usahnya kian melejit. 

Tak hanya meningkatkan ekonomi lokal, Astuti telah melahirkan ratusan perajut handal di berbagai daerah. 

Ia mulai membuka usahanya pada 2012 lalu, di Jalan Jangli Tlawah, Kelurahan Candisari, Kota Semarang. 

Usahanya mulai meningkat pada 2014 saat dirinya mulai mengenal Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang.

Ia diikutkan pameran ke berbagai daerah di Indonesia. 

Hingga akhirnya, dia menyadari pentingnya branding sebuah produk.

Karyanya ia branding dengan nama Asbag Indonesia. 

“2014 hingga sekarang, ikut pameran fasilitasi dinas ataupun yang berbayar, terus saya jalani. Manfaatnya luar biasa,” ungkap Astuti, Senin (3/3/2025). 

Pada 2015, ia mendapat tawaran pinjaman modal dari BRI berupa kredit usaha rakyat (KUR).

 Modal tersebut ia gunakan untuk pengembangan usahanya.

Semula, keunggulan Asbag Indonesia hanya tas kombinasi kulit. 

Kini, produk semakin beragam berkat adanya pinjaman modal, meliputi dompet, tas kombinasi ecoprint, tas kombinasi batik, dan lain-lain. 

Usahanya kian dikenal sejak ia mendapat kesempatan menjadi pelatih rajut di berbagai instansi pada 2016.

Melalui pelatihan, Astuti telah berhasil melahirkan ratusan perajut handal. 

“Baru-baru ini, saya mengajar di lapas. Ada yang curhat kalau keluar penjara mau ikut saya. Saya bilang ‘silakan, kamu nanti keluar penjara harus jadi pengusaha’. Saya beri motivasi itu,” ungkapnya. 

Tak hanya di Semarang, kini sejumlah muridnya di luar kota sudah berhasil merintis usaha rajut, bahkan menjadi pelatih.

Namun demikian, beberapa muridnya masih meminta kontrol kepadanya. 

“Quality control ke saya. Jadi, orang lihat sepintas tas Asbag. Padahal, itu tas murid saya,” ujarnya.

Dia mengaku, tidak ada kekhawatiran omzetnya menurun dengan melahirkan ratusan perajut handal.

Justru, memberikan keterampilan kepada orang lain membuat dirinya senang karena bisa menurunkan ilmunya.

Sehingga, rajut tidak punah. 

“Sekarang di Kudus ada narasumber. Itu murid saya. Saya justru menanamkan generasi penerus. Tidak ada ilmu yang saya tutup-tutupi,” katanya.

Usahanya kini telah meningkatkan ekonomi lokal sekitar.

Beberapa tetangganya pun bergabung menjadi perajut. 

Hingga kini, ia masih membuka lebar pintu rumahnya untuk masyarakat yang ingin belajar merajut. 

“Kalau mau pelatihan kesini gratis. Bisa juga di UKM center, saya buka toko disana. Pertama, saya gratisi alat dan benang. Selanjutnya, mau bikin produk baru, berbayar bahannya,” terang Astuti. 

Diakuinya, pandemi cukup berdampak pada usahnya. 

Namun, hal itu membuat dirinya tak patah semangat.

Justru, selama pandemi, ia mencoba beragam kreasi model dan motif baru. 

Saat ini, ia memiliki enam karyawan tetap. Ada bagian merajut, ada pula bagian menjahit.

Jika pesanan membludak, ia meminta bantuan para freelancers atau para perajut lepas. 

Upah bagi para perajut pun beragam bergantung pada besar kecilnya produk dan tingkat kesulitan teknik merajut. 

“Kalau gede upahnya Rp 50 ribu per produk, kecil Rp 15 ribu per produk. Kalau motifnya sulit Rp 20 ribu per produk. Jadi, beragam,” bebernya. 

Kini, Asbag Indonesia telah dipinang untuk masuk pasar ekspor ke Soul, Korea Selatan.

Ada pula pemesanan hampir 40 produk untuk dibawa ke Australia. 

“Omzetnya Februari kemarin hampir Rp 60 juta. Alhamdulillah, banyak orderan. Kalau secara rata-rata naik turun sekira Rp 20 juta – Rp 25 juta,” ungkapnya.

Seorang murid yang kini menjadi karyawan Asbag Indonesia, Nurul Komariyah mengaku perekonomiannya sangat terbantu berkat bergabung dengan Asbag Indonesia. 

“Alhamdulillah, tanpa rajut nggak ada pemasukan. Sebelum ikut rajut sama Bu As, saya hanya di rumah,” ucapnya. 

Penghasilan yang ia dapatkan pun bergantung produk yang dibuat.

Rata-rata dalam sehari, ia merajut empat barang ukuran normal.

Selain merajut, Nurul juga diminta untuk mengisi pelatihan. Dengan menjadi tutor, ia pun bisa menambah penghasilan lebih. 

Seringkali, ia mengisi pelatihan untuk rajut motif rantai. Ini merupakan motif dasar untuk para perajut pemula. 

“Bu Astuti ketuanya, mengajarkan ke muridnya. Muridnya sudah bisa, dilihat spesifikasinya, oh Nurul di rantai, maka saya diminta untuk mengajari kelas awal,” paparnya. 

Sementara itu, PT BRI Tbk terus berkomitmen mendukung pengembangan UMKM.

Tak hanya pembiayaan, BRI juga memberikan program pemberdayaan melalui pelatihan dan pendampingan. 

Direktur Utama BRI, Sunarso menekankan pentingnya pendekatan pemberdayaan berada di depan pembiayaan dalam mendukung kemajuan UMKM.

“Edukasi menjadi kunci untuk menempatkan UMKM sejajar dengan bank sebagai mitra strategis,” ucapnya, dikutip pada laman resmi BRI. (eyf)

Merangkum Semua Peristiwa