Asal-usul Penamaan Bulan Suro dalam Tradisi Jawa-Islam

Asal-usul Penamaan Bulan Suro dalam Tradisi Jawa-Islam

Liputan6.com, Yogyakarta – Bulan Suro dalam kalender Jawa memiliki akar sejarah yang dalam, merupakan hasil akulturasi budaya Islam dan tradisi Jawa. Nama suro berasal dari adaptasi bahasa Jawa terhadap kata asyura dalam bahasa Arab, yang merujuk pada hari kesepuluh bulan Muharam dalam kalender Hijriah.

Mengutip dari berbagai sumber, proses penamaan bulan Suro bermula dari upaya Sultan Agung Hanyokrokusumo, penguasa Mataram Islam, yang melakukan sinkretisasi kalender Saka Jawa dengan kalender Hijriah pada tahun 1633 Masehi.

Kebijakan ini menciptakan sistem penanggalan Jawa Islam yang masih digunakan hingga kini. Bulan pertama dalam kalender Jawa tersebut kemudian dinamakan Suro, sebagai padanan untuk bulan Muharam dalam kalender Hijriah.

Asal kata suro dapat dilacak dari istilah asyura dalam tradisi Islam. Dalam bahasa Arab, asyura merujuk pada tanggal 10 Muharam yang memiliki makna historis dan spiritual.

Proses adaptasi linguistik mengubah pelafalan asyura menjadi suro sesuai dengan fonetik bahasa Jawa. Peristiwa asyura sendiri memperingati berbagai kejadian penting dalam sejarah Islam, termasuk penyelamatan Nabi Musa dari kejaran Firaun dan peristiwa tragis di Karbala.

Dalam tradisi Syiah, tanggal 10 Muharam menjadi hari peringatan wafatnya Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad. Akulturasi budaya ini menciptakan makna ganda bagi bulan Suro.

Selain itu, bulan ini dianggap sebagai awal tahun baru Islam. Dalam tradisi Jawa, bulan Suro memiliki nuansa spiritual dan mistis yang kental.