Jakarta, Beritasatu.com – Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 4,33 miliar pada Maret 2025. Amerika Serikat (AS) menjadi negara penyumbang surplus terbesar.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan sebesar US$ 1,9 miliar dalam perdagangan dengan AS. Nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai US$ 2,6 miliar, sementara impor dari AS sebesar US$ 1,9 miliar.
“Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 1,9 miliar dengan Amerika Serikat,” ucap BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di kantor BPS, Senin (21/4/2025).
Adapun komoditas utama penyumbang surplus perdagangan Indonesia dengan AS antara lain mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya US$ 465 juta, alas kaki US$ 239,7 juta, lemak dan minyak nabati US$ 238,7 juta.
Meski mencatat surplus neraca perdagangan, Indonesia tetap mengalami defisit perdagangan dengan tiga negara utama pada Maret 2025, yaitu China sebesar US$ 1,1 miliar, Australia US$ 353,2 juta, dan Thailand US$ 195,4 juta.
Tarif Impor Donald Trump
Meskipun menjadi negara penyumbang surplus terbesar, produk ekspor Indonesia ke AS kini dikenakan tarif impor tinggi, setelah AS memberlakukan penambahan bea masuk sebesar 10% sejak awal April 2025. Hal ini menyebabkan tarif naik dari semula 10%–37% menjadi 20%–47%, terutama untuk produk unggulan seperti tekstil, garmen, furnitur, dan alas kaki.
Sementara itu, tarif resiprokal era Presiden Donald Trump sebesar 32% yang sebelumnya sempat ditunda selama 90 hari, kini tengah dibahas kembali. Pemerintah Indonesia dan AS telah menyepakati negosiasi perdagangan selama 60 hari dalam kerangka kerja (framework) yang bertujuan menciptakan sistem perdagangan yang adil dan seimbang antara kedua negara. Kebijakan tarif impor trump ini tentu saja akan memengaruhi surplus neraca perdagangan Indonesia dengan AS.
