TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) dilaporkan menyodorkan usul baru gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Usul itu disampaikan oleh Utusan AS untuk urusan Timur Tengah, Steve Witkoff, pada hari Rabu lalu saat dia berkunjung ke Qatar untuk membahas gencatan.
Menurut narasumber The Jerusalem Post yang mengetahui hal itu, Israel dan Hamas akan mengadakan gencatan selama 50 hari di Jalur Gaza dimulai dari tanggal “1 Maret”.
Selama gencatan tersebut Hamas akan membebaskan sekitar lima sandera yang masih hidup dan sembilan jasad sandera.
Gencatan akan berakhir tanggal 20 April dan bakal ada pembicaraan untuk melanjutkan gencatan.
“Optimistis bahwa perjanjian bisa dicapai,” kata narasumber media Israel itu.
“Fakta bahwa tim tetap Qatar adalah pertanda baik.”
AGRESI GAZA – Pasukan Israel (IDF) dilengkapi dengan kendaraan militer berpatroli di reruntuhan Gaza. (Khaberni)
Sementara itu, narasumber Yedioth Ahronoth mengatakan Witkoff sangat berkomitmen untuk membebaskan sandera.
Witkoff disebut menginginkan kesepakatan yang menyeluruh, bukan hanya sebagian.
“Dia ingin semua sandera dipulangkan. [Presiden AS Donald] Trump juga membahasnya,” kata narasumber itu.
Usul baru gencatan itu keluar di tengah laporan bahwa utusan AS untuk urusan sandera, Adam Boehler, dicopot dari posisinya untuk bernegosiasi dengan Hamas.
Menurut laporan Axios, Israel menyambut positif usul gencatan itu. Para juru penengah bertemu dengan pejabat Hamas untuk menyodorkan usul itu.
Narasumber Axios menyebut jika semua pihak menyepakati usul itu, AS akan punya waktu tambahan untuk merundingkan gencatan senjata jangka panjang.
Adapun media penyiaran Israel, Kan, mengatakan pembicaraan di Doha membawa atmosfer positif. Delegasi Israel tiba di sana hari Senin pekan ini.
Hamas buka suara
Juru bicara Hamas, Hazem Qasim, mengkritik usul gencatan senjata dari AS.
Dalam pernyataannya di Telegram hari Kamis, Qasim mengatakan usul itu ditujukan untuk menghindari kesepakatan saat ini.
“Pertemuan dengan juru penengah di Doha sedang dilakukan,” kata dia.
Qasim menyebut Hamas menginginkan perjanjian yang telah disepakati diterapkan. Hamas juga ingin melanjutkan kesepakatan menuju tahap kedua gencatan.
Di samping itu, dia meminta Israel untuk memenuhi komitmennya menarik diri dari Gaza, dimulai dari menarik pasukan di Koridor Philadelphi.
Qasim mengklaim Israel belum menerapkan protokol kemanusiaan dalam perjanjian tentang Gaza.
“Kami tidak ingin kembali berperang, tetapi jika Israel melanjutkan agresinya, kami tak punya pilihan kecuali membela rakyat kami,” katanya.
Tahap pertama gencatan senjata Israel-Hamas berakhir awal Maret lalu. Setelah gencatan selama 42 hari itu, Israel menolak merundingkan tahap kedua.
Israel lebih memilih memperpanjang tahap pertama demi mengamankan pembebasan sandera tanpa harus memenuhi kewajiban militernya.
SIAP PERANG LAGI – Tangkap layar khaberni, Selasa (4/3/2025) yang menunjukkan petempur Hamas dengan latar belakang peluncur roket. Brigade tempur Hamas dilaporkan bersiap melanjutkan perang Gaza seiring buntunya negosiasi gencatan senjata dengan Israel. (Khaberni)
Hamas diklaim usulkan gencatan senjata 5-10 tahun
Beberapa hari lalu Hamas dilaporkan mengusulkan gencatan senjata selama lima hingga sepuluh tahun dengan Israel.
Usul Hamas itu disampaikan saat Hamas melakukan pembicaraan langsung dengan Adam Boehler, seorang utusan Trump untuk urusan sandera.
Ketika diwawancarai media penyiaran Israel bernama Kan, Boehler menyebut usul itu akan membuat Hamas dilucuti senjatanya dan tidak terlibat dalam politik pemerintahan.
Saat ditanya mengenai kemajuan perihal gencatan senjata, dia mengatakan hanya ada kemajuan kecil.
Menurut Boehler, Hamas menyarankan hal yang “relatif masuk akal dan bisa dilakukan”.
“Mereka menyarankan pertukaran semua tahanan. Jadi, semua sandera kita saat ini ditukar dengan beberapa tahanan. Kami tidak tertarik dengan hal itu,” ujar Boehler dikutip dari All Israel News.
Kemudian, dia mengungkapkan keinginan Hamas untuk melakukan gencatan senjata jangka panjang.
“Dan mereka menyarankan gencatan senjata lima hingga sepuluh tahun, dan Hamas akan meletakkan semua senjata, dan AS akan membantu, serta negara-negara lain, memastikan tidak ada terowongan,” ujarnya.
Di samping itu, dia mengklaim Hamas tidak akan terlibat dalam urusan politik.
“Dan saya pikir itu bukan tawaran awal yang buruk,” kata Boehler.
Meski demikian, Al Aarbi Al Jadeed pada hari Senin melaporkan bahwa Hamas membantah bakal dilucuti senjatanya. Laporan itu didasarkan pada pernyataan juru bicara Hamas.
(*)