Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Apindo Sebut Tax Amnesty Selalu Timbulkan Polemik di Masyarakat

Apindo Sebut Tax Amnesty Selalu Timbulkan Polemik di Masyarakat

Jakarta, Beritasatu.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty sering menimbulkan polemik di masyarakat. Lantaran  memberikan rasa ketidakadilan terhadap wajib pajak yang telah patuh. Dengan kata lain masyarakat yang mengikuti program tax amnesty mengakui bahwa sebelumnya mereka tidak patuh dalam melakukan kewajiban perpajakan.

“Kebijakan tax amnesty akan selalu menimbulkan polemik dan diskursus yang bertentangan. Masyarakat akan cenderung meremehkan kebijakan-kebijakan umum tentang perpajakan karena secara rutin pemerintah mengeluarkan program tax amnesty,” ucap analis kebijakan ekonomi Apindo Ajib Hamdani pada Kamis (21/11/2024).

Secara prinsip, fungsi pajak adalah untuk keuangan negara atau fungsi budgetair, dan juga fungsi mengatur ekonomi atau regulerend. Dalam konteks kebijakan tax amnesty ini, aspek budgetair dan regulerend bisa didorong bersama dan memberikan manfaat.

“Kebijakan tax amnesty adalah program yang kurang ideal, tapi dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah,” kata Ajib.

Ajib tidak menampik bahwa  secara umum masyarakat Indonesia memang masih mempunyai literasi perpajakan yang rendah. Kalaupun masyarakat golongan yang sudah paham tentang perpajakan, budaya taat pajaknya juga masih rendah.

Hal ini tercermin dari tingkat rasio pajak  (tax ratio) Indonesia yang hanya bergerak di kisaran 10%. Pada 2025, kebijakan sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) akan diberlakukan dan membutuhkan prasyarat wajib pajak mempunyai pemahaman dan kepatuhan pajak yang lebih baik.

“Hal ini yang membuat tax amnesty dibutuhkan oleh masyarakat,” imbuh Ajib.

Dari sisi pemerintah, paling tidak ada tiga manfaat dengan kebijakan tax amnesty. Pertama, kebutuhan budgetair, yaitu untuk menambah pemasukan buat APBN. Kedua, harta bersih yang dilaporkan oleh wajib pajak, akan muncul yang sebelumnya menjadi bagian underground economy, bisa masuk ke sistem keuangan Indonesia yang lebih terbuka, dan selanjutnya menjadi aset yang lebih produktif masuk dalam putaran perekonomian nasional.

“Ketiga, bisa membantu memberikan daya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi 8%, karena tidak ada kekhawatiran masyarakat untuk membelanjakan uang yang telah diakui dalam program tax amnesty tersebut,” kata Ajib.

Tax amnesty jilid I yang berlaku pada 2016, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, yaitu pengampunan atas pajak terutang, tidak dikenai sanksi administrasi dan sanksi pidana perpajakan, dengan membayar uang tebusan. Hasilnya, negara mengumpulkan uang tebusan Rp 130 triliun, data deklarasi sebesar Rp 4.813,4 triliun dan repatriasi sebesar Rp 146 triliun.

Selanjutnya, pada tahun 2022 pemerintah mengeluarkan kebijakan program pengungkapan sukarela (PPS), yang berlaku pada Tanggal 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2022, sesuai dengan amanah dari Undang-undang nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi dan Peraturan Perpajakan (HPP).

Program ini selanjutnya dikenal dengan tax amnesty jilid II. Kebijakan ini bisa mengumpulkan dana dari setoran PPh buat negara sebesar Rp 61,01 triliun dan harta bersih yang diungkap sebesar Rp 594,82 triliun.

“Tax amnesty jilid II memang tidak sesukses jilid I karena pembatasan peserta dan juga tarif yang cenderung kurang menarik,” pungkas dia.