Antrean Pertamax di 3 SPBU Jakarta Mendadak Sepi Usai Skandal Korupsi Pertamina Terbongkar Megapolitan 2 Maret 2025

Antrean Pertamax di 3 SPBU Jakarta Mendadak Sepi Usai Skandal Korupsi Pertamina Terbongkar
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Maret 2025

Antrean Pertamax di 3 SPBU Jakarta Mendadak Sepi Usai Skandal Korupsi Pertamina Terbongkar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tiga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina di Jakarta mengalami penurunan jumlah pengunjung setelah terungkapnya skandal korupsi PT Pertamina (Persero).
Pengamatan
Kompas.com
pada Minggu (2/3/2025) dilakukan di SPBU 34 Pejompongan, yang terletak di Jalan Penjernihan 1, Jakarta Pusat, sekitar pukul 16.30 WIB.
Di area pengisian Pertamax untuk mobil dan motor, suasana tampak sepi, bahkan tidak ada petugas yang berjaga di lokasi tersebut.
Sementara itu, di area pengisian Pertalite, terdapat sekitar 11 motor yang sedang antre.
Meski demikian, antrean di area Pertalite SPBU 34 Penjompongan tidak terlihat seramai biasanya. Padahal pada sore hari, antrean biasanya mencapai puluhan kendaraan.
Pengamatan kedua dilakukan di SPBU 34 Jalan Hanglekir 1, Tanah Abang, Jakarta Pusat, sekitar pukul 17.01 WIB. Di SPBU ini, hanya satu pengendara motor yang terlihat mengisi Pertamax.
Sementara itu, Pertalite masih diminati oleh warga, dengan antrean pembeli yang mengular cukup panjang, mencapai sekitar 15 sepeda motor.
Di lokasi ketiga, SPBU 31 Jalan Gandaria 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sekitar pukul 17.29 WIB, area pengisian Pertamax juga terlihat sepi.
Petugas SPBU yang berjaga bahkan terlihat duduk lesehan menunggu pelanggan dan menguap lantaran sepinya pengunjung.
Di area pengisian Pertalite, hanya ada dua sepeda motor yang sedang mengantre.
Kasus pengoplosan ini melibatkan PT Pertamina Patra Niaga, yang diduga membeli Pertalite untuk kemudian ”
diblending
” atau dioplos menjadi Pertamax.
Menurut keterangan dari
Kejaksaan Agung
(Kejagung), saat pengadaan produk kilang, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax) padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau bahan bakar yang lebih rendah.
“Hal tersebut tidak diperbolehkan,” ungkap Kejagung.
Dalam kasus ini, enam tersangka lainnya juga telah ditetapkan, termasuk Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; serta AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Selain itu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, serta GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak juga terlibat dalam kasus ini.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.