Jakarta, CNN Indonesia —
Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menilai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) lebih baik diprioritaskan untuk memastikan kesejahteraan para guru ketimbang untuk membangun Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Anies menuturkan sekarang ini ada sekitar 705 ribu guru honorer yang belum diangkat sehingga perlu peningkatan status menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ia menyebut perlu tahapan guna mengangkat para guru honorer ini.
Agar hal itu bisa terlaksana, Anies memaparkan komitmen fiskal sebagai program kerjanya.
“Untuk itu bisa dikerjakan, kita harus melakukan komitmen fiskal, mengapa itu menurut kami lebih penting memastikan guru kita berstatus ini (PPPK) daripada uangnya dipakai untuk membangun IKN,” kata Anies dalam acara Desak Anies Edisi Pendidikan di Rocket Convention Hall, Godean, Sleman, DIY, Selasa (23/1).
Anies melihat alasan pemerintah tak mampu mengangkat para guru honorer ini adalah masalah keterbatasan anggaran.
“Nah kalau anggaran terbatas maka prioritasnya yang mana? kita ingin pembangunan manusia jadi prioritas, dan kalau jadi prioritas guru harus bisa konsentrasi mengajar,” kata Anies.
“Bagaimana bisa konsentrasi mengajar kalau pendapatannya tidak jelas,” sambung mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Menurutnya, dengan adanya penyejahteraan guru oleh pemerintah, maka dampaknya publik bebas menuntut pendidikan yang lebih berkualitas.
Untuk menuju pendidikan yang berkualitas, Anies juga berkeinginan agar ada kesetaraan antara sekolah negeri dan swasta di Indonesia. Perlu ada pemerataan atau stabilitas kualitas pendidikan di berbagai sekolah lewat kontribusi para PPPK.
Pasalnya, Anies melihat banyaknya guru honorer di sekolah swasta ketika telah diangkat sebagai PPPK, maka dimutasi ke sekolah negeri. Hal ini menimbulkan ketimpangan pada sektor pendidikan.
“Pertanyaannya, apakah anak sekolah swasta dan sekolah negeri berasal dari warga negara yang berbeda? Tidak,” tegasnya.
“Karena itu, guru yang diangkat PPPK kita ubah aturannya tetap di sekolah swasta. Dengan begitu, guru-guru berstatus tegas atau jelas bukan hanya negeri, tapi juga swasta, toh semuanya mendidik anak Indonesia,” pungkasnya.
(kum/pta)