Angka Kemiskinan Kota Semarang Hanya Turun 0,2 Persen, DPRD: Pemkot Harus Lebih Serius… Regional 20 Juni 2025

Angka Kemiskinan Kota Semarang Hanya Turun 0,2 Persen, DPRD: Pemkot Harus Lebih Serius…
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        20 Juni 2025

Angka Kemiskinan Kota Semarang Hanya Turun 0,2 Persen, DPRD: Pemkot Harus Lebih Serius…
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
– Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang,
Joko Widodo
, mendesak pemerintah untuk serius menangani masalah kemiskinan di wilayahnya.
Ia meminta Pemerintah Kota Semarang untuk melakukan evaluasi komprehensif terhadap efektivitas
program pengentasan kemiskinan
yang telah dilaksanakan.
“Kami ingin melihat program pengentasan kemiskinan yang tidak hanya seremonial. Harus ada kolaborasi antara dinas terkait dengan pelaku usaha, komunitas lokal, dan perguruan tinggi untuk menciptakan ekosistem ekonomi rakyat yang tangguh,” kata Joko Widodo, Jumat (20/6/2025).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang dalam Profil Kemiskinan Kota Semarang 2024, angka kemiskinan mengalami penurunan menjadi 4,03 persen, turun 0,2 persen dibandingkan tahun 2023.
Namun, Joko Widodo menekankan bahwa angka ini belum mencerminkan keberhasilan menyeluruh dalam pembangunan ekonomi yang inklusif.
“Angka 4,03 persen memang menunjukkan progres, namun kita tidak boleh terlena. Di balik itu, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan justru meningkat,” ujarnya.
Kenaikan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan menunjukkan bahwa kesenjangan dan tekanan hidup masyarakat miskin masih tinggi.
“Pemerintah kota harus lebih serius dalam menyusun kebijakan ekonomi yang menyentuh langsung kebutuhan dasar masyarakat,” lanjut Joko Widodo yang merupakan politikus PKS.
Data BPS juga mencatat bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) naik dari 0,54 menjadi 0,59, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat dari 0,10 menjadi 0,12.
Joko menegaskan bahwa meskipun jumlah penduduk miskin berkurang, mereka yang masih hidup dalam kemiskinan justru mengalami tekanan ekonomi yang lebih besar.
“Kita butuh kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil, bukan hanya sekadar mengejar indikator makro. Kemiskinan itu nyata, dan harus dijawab dengan langkah nyata,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.