TRIBUNNEWS.COM – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan fakta mencengangkan terkait judi online.
Yaitu adanya ribuan anggota dewan dari DPR hingga DPRD bermain judi online.
Hal ini disampaikan Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja (raker) bersama dengan Komisi III DPR pada Rabu (26/6/2024) kemarin.
“Terkait dengan pertanyaaan apakah, profesi ini, kita bicara profesi ya, seperti Bapak Habiburokhman tadi, apakah ada legislatif di pusat dan daerah, ya kita menemukan itu lebih dari seribu orang. Datanya ada,” kata Ivan dikutip dari YouTube Parlemen TV.
Ivan juga mengatakan total ada 63.000 transaksi yang dilakukan anggota dewan untuk bermain judi online.
Dari puluhan ribu transaksi tersebut, dia menyebutkan total deposit mencapai Rp 25 miliar per satu orang anggota dewan.
“Transaksi yang kami potret itu lebih dari 63 ribu transaksi yang dilakukan oleh mereka-mereka tu. Dan angkanya bisa saya sampaikan? Angka rupiahnya hampir Rp 25 miliar di masing-masing.”
“Ya transaksi di antara mereka dari ratusan sampai miliaran sampai ada satu orang sekian miliar. Agregat secara keseluruhan. Itu deposit, deposit. Jadi kalau dilihat dari perputarannya sampai ratusan miliar,” beber Ivan.
Pasca pemaparan tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman meminta Ivan untuk melaporkan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait anggota yang terlibat judi online.
“Saya anggota MKD juga kebetulan, kita minta tolong dikasih aja ke MKD biar kita bisa lakukan penyikapannya seperti apa nanti,” ujar Habiburokhman.
Merespons itu, Ivan menyatakan bahwa PPATK akan mengirim surat kepada DPR mengenai anggota yang terlibat.
“Ya nanti akan kami kirim surat. Jadi ada lebih dari 1.000 orang itu DPR-DPRD sama sekretariat sekjenan,” ucapnya.
Tak Cukup Sanksi Etik tapi Pidana
Menanggapi temuan PPATK ini, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Johan Budi menilai legislator yang terjerat judi online tidak cukup hanya disanksi etik.
Dia mengatakan perlu adanya sanksi pidana bagi anggota dewan yang terbukti melakukan tindakan haram tersebut.
“Saya pikir, penjudi bukan lagi sekedar masalah kode etik, tapi inisudah masuk ranah pidana. Menurut saya begitu, tidak tahu menurut yang lain,” ujarnya di raker tersebut.
Senada, peneliti senior dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karius juga mendukung adanya sanksi pidana bagi anggota dewan yang terbukti terlibat judi online.
Kendati demikian, Lucius mengaku pesimis terkait penindakan secara pidana terhadap anggota dewan karena Polri selaku penegak hukum pun turut terlibat dalam judi online.
“Betul (perlu adanya sanksi pidana bagi anggota dewan). Kalaupun agak sulit bicara judi online ketika semua lembaga terlibat judi online ini.”
“Ya ini ibarat jeruk makan jeruk ini, tidak tahu siapa yang paling bersih untuk mengadili yang lain,” katanya di Sapa Indonesia Malam di Kompas TV dikutip pada Kamis (27/6/2024).
Lucius pun turut mencurigai adanya anggota dewan yang tidak hanya sebagai pemain tetapi bandar judi online.
Kecurigaan itu dilandasi dari temuan PPATK di mana per anggota dewan melakukan transaksi sebesar Rp 25 miliar.
“Sebenarnya banyak yang ingin kita tahu seperti dari mana saja uang begitu besar yang digunakan anggota dewan untuk bermain judi online.”
“Apakah (anggota) DPR ini adalah pemain judi saja atau mereka juga bandarnya? Saya curiga dengan dana sebesar itu, ada juga anggota yang juga merupakan bandar,” tutur Lucius.
Dia pun berharap Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) turut menyelidiki terkait dugaan adanya anggota dewan yang menjadi bandar judi online.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Judi Online