Anak di Samarinda Pulang Sambil Menangis Lalu Meninggal, Diduga Dianiaya Teman Sebaya Regional 6 November 2025

Anak di Samarinda Pulang Sambil Menangis Lalu Meninggal, Diduga Dianiaya Teman Sebaya
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        6 November 2025

Anak di Samarinda Pulang Sambil Menangis Lalu Meninggal, Diduga Dianiaya Teman Sebaya
Tim Redaksi
SAMARINDA, KOMPAS.com
– Seorang bocah laki-laki berinisial R (14) di Samarinda meninggal dunia secara misterius setelah pulang ke rumah sambil menangis dan mengeluh sakit kepala.
Keluarga kini menduga kematiannya terkait tindak kekerasan oleh teman sebaya.
Ibu korban, Sartia (41), menceritakan R pulang pukul 21.00 Wita dalam keadaan menangis dan mengeluh sakit kepala.
“Dia baru datang jam 9 malam, pulang sambil menangis, katanya kepalanya sakit. Saya pikir cuma sakit kepala biasa, jadi saya kasih minyak kayu putih,” ujar Sartia di Polresta
Samarinda
, Kamis (6/11/2025).
R menolak makanan dan minuman. Beberapa jam kemudian kondisinya menurun.
“Saya panggil-panggil, enggak ada respons. Sekitar jam setengah satu malam, terdengar suara ngorok, tak lama kemudian dia meninggal,” kata Sartia dengan suara bergetar.
Jenazah kemudian dibawa ke rumah orang tua Sartia. Keesokan paginya, keluarga melihat busa di mulut, darah di hidung, serta lebam di bagian belakang tubuh dan pembengkakan di mata.
“Pamannya bilang, ‘Anak ini habis jatuh atau gimana? Kok ada luka lebam di belakangnya?’ Padahal dia enggak pernah jatuh,” ucap Sartia.
Awalnya keluarga tak curiga dan menganggap korban meninggal karena sakit.
Namun tiga hari setelah pemakaman, muncul unggahan WhatsApp teman korban berbunyi, “Saya ikhlas kepergianmu, tapi tidak ikhlas dengan cara kematianmu.”
Unggahan tersebut membuat keluarga menduga ada kejanggalan. Keluarga lalu menggelar pertemuan bersama pihak RT, keluarga pelaku, dan saksi.
“Tante saya bilang, katanya malam itu anak saya dipukuli. Waktu dikumpul, orang tua pelaku malah bilang ‘Anakmu di luar kayak apa’. Saya langsung marah. Anak saya dikenal baik sama warga,” tuturnya.
Dari keterangan saksi, peristiwa diduga terjadi di rumah seorang teman berinisial A. Saat itu R disebut ditantang oleh S (12) yang kini diduga sebagai pelaku.
“Kata saksi, anak saya ditantang, ‘Berani nggak lawan saya?’ Anak saya jawab, ‘Beranilah, sama-sama makan nasi.’ Setelah itu, anak saya dipukul di kepala dan ditendang tiga kali di perut,” ujar Sartia.
Korban pulang dengan kondisi kesakitan dan meninggal beberapa jam kemudian.
Sartia baru melapor ke Polresta Samarinda pada 3 November 2025 setelah mendapat informasi dari saksi.
“Waktu itu tidak ada visum, karena kami tidak curiga. Baru setelah ada yang cerita, saya lapor ke polisi,” jelasnya.
Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim, Rina Zainun, mengatakan pihaknya mendampingi keluarga secara psikologis dan hukum.
“Kami akan memfasilitasi bantuan psikolog untuk ibunya yang masih sangat terpukul,” kata Rina.
TRC PPA juga membantu pengajuan otopsi, mengingat korban telah dimakamkan tanpa pemeriksaan medis.
“Keluarga awalnya tidak curiga, jadi tidak dilakukan visum. Tapi karena ada dugaan kekerasan, kami bantu proses otopsi agar penyebab kematian lebih jelas,” ujarnya.
Rina menambahkan, keluarga korban menolak upaya perdamaian yang sempat ditawarkan keluarga pelaku.
“Keluarga korban memilih melanjutkan kasus ini secara hukum,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.