TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- George Sugama Halim (35), tersangka penganiayaan pegawai toko roti Lindayes kini sudah berada di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly mengatakan RS Polri memeriksa kejiwaan George Sugama Halim.
“Terkait dengan tahanan dalam hal ini adalah GSH, itu sementara ini kita melakukan, menyerahkan kepada ahli psikiatri untuk melakukan pemeriksaan (kejiwaan),” kata Nicolas Ary Lilipaly, Jumat (20/12/2024).
Saat ini George Sugama Halim diobservasi di RS Polri Kramat Jati.
“Saat ini yang bersangkutan sudah berada di RS Polri Kramat Jati dalam rangka observasi dan tindakan-tindakan medis lain yang dilakukan para ahli,” ucap dia.
Pemeriksaan kejiwaan ini diperlukan untuk membuktikan pernyataan keluarga yang menyebut George Sugama Halim ada masalah kejiwaan.
“Saat ini hanya omongan-omongan saja dari keluarga ataupun dari pihak pengacara seperti yang disampaikan ke media. Untuk membuktikan hal tersebut harus ada keterangan ahli dan psikiatri,” kata Nicolas.
“Jadi sampai saat ini belum ada bukti keterangan tambahan dari pihak keluarga (George Sugama Halim) ataupun dari pengacara,” tambah dia.
Sebelumnya, Manajemen Toko Roti Lindayes Patisserie and Coffee mengungkapkan, George Sugama Halim, anak pemilik toko, mengalami keterbelakangan dalam Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ).
Hal ini diungkap dalam keterangan resmi yang diunggah di akun Instagram resmi toko pada Senin (16/12/2024).
“Beliau merupakan anak pemilik namun memiliki keterbelakangan kecerdasan IQ dan EQ yang sudah pernah di tes,” demikian bunyi keterangan tersebut.
Kondisi ini diduga berkontribusi pada ketidakstabilan emosional George Sugama Halim, yang kerap melakukan kekerasan terhadap orang-orang di sekitarnya, termasuk pegawai, orangtua, dan saudara.
“Memang, bahkan bukan hanya terjadi kepada saudari (karyawan berinisial D), melainkan juga kepada pemilik (orangtua) dan saudaranya,” tambah manajemen.
Akibat penganiayaan yang dilakukan oleh George Sugama Halim, ibunya mengalami patah tulang dan luka di kepala.
“Pemilik wanita pernah mengalami patah tulang lengan dan memar akibat dibanting oleh pelaku. Adik laki-laki pelaku juga pernah mengalami luka di kepala yang juga dialami pegawai berinisial D,” lanjut keterangan tersebut.
Tidak Lulus SD
Adik George, Andre (28) mengatakan kakaknya itu tidak lulus sekolah dasar. Ia juga rutin setiap minggu membanting barang serta menantang orang.
“Pada dasarnya dulu itu hampir rutin tiap minggu itu bisa banting barang bisa ngajakin ribut orang,” kata Andre dilutip TribunJakarta.com dari akun Youtube Uya Kuya TV, Rabu (18/12/2024).
Andre juga sempat menjadi korban penganiayaan sang kakak. Bahkan, Andre sempat melaporkan peristiwa penganiayaan itu ke kantor polisi.
Andre menuturkan peristiwa penganiayaan yang menimpanya terjadi sekira tahun 2012-2013.
Saat itu, Andre dilempar kaleng besi hingga pelipisnya berdarah. Ia lalu melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Cakung.
Andre juga telah melakukan visum. Namun, ia tidak melanjutkan proses pelaporan tersebut.
“Kita tidak proses. Saya juga melihat papa mama saya juga. Gimanapun seburuk-buruknya yan saudara,” kata Andre yang saat kejadian berusia 19 tahun.
Andre menuturkan hasil visum di sebuah rumah sakit itu tidak diambil sehingga laporan itu tidak dilanjutkan.
Tabiat George pun dibongkar Andre. Ia menuturkan terkadang perilaku George kurang ajar dengan orang tua. Nada bicaranya tingg serta arogan.
“Istilahnya kadang kata-katanya juga kurang pantaslah,” imbuhnya.
Andre menuturkan kakaknya hanya bersekolah sampai kelas 6 SD sehingga berpengaruh terhadap pergaulannya.
George disebut belum memiliki istri bahkan pacar. “Kalau kita bilang kasihan, kasihan karena mungkin temannya sendiri sedikit pergaulannya itu terbatas makanya kenapa mungkin temperamentalnya tinggi,” imbuhnya.
Sehingga, Andre menilai kepribadian kakaknya harus diperiksa.
“Apakah dia IQ-nya rendah atau EQ-nya rendah pada dasarnya harus mutusin. Kita enggap bisa netapin, kan pada akhirnya saksi ahli yang bisa netapin, kan akhirnya psikolog,” katanya. (Kompas.com/TribunJakarta)