Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Albania Larang TikTok Mulai Awal 2025, Apa Alasannya?

Albania Larang TikTok Mulai Awal 2025, Apa Alasannya?

Jakarta, CNN Indonesia

Albania resmi melarang TikTok selama satu tahun ke depan mulai Januari 2025, imbas kematian seorang remaja bulan lalu yang menimbulkan kekhawatiran atas pengaruh media sosial terhadap anak-anak.

Perdana Menteri Albania Edi Rama mengatakan larangan tersebut mulai berlaku tahun depan setelah pemerintah bertemu dengan kelompok-kelompok orang tua dan guru-guru dari seluruh negeri.

“Selama satu tahun, kami akan benar-benar menutupnya untuk semua orang. Tidak akan ada TikTok di Albania,” kata Rama, mengutip Reuters, Minggu (22/12).

Rama menyalahkan media sosial, khususnya TikTok, yang memicu kekerasan di kalangan anak muda, baik di dalam maupun di luar sekolah.

Keputusan melarang TikTok ini diambil setelah seorang siswa sekolah berusia 14 tahun ditikam hingga tewas pada bulan November oleh sesama siswa. Media lokal melaporkan bahwa insiden tersebut terjadi setelah pertengkaran antara kedua anak laki-laki tersebut di media sosial.

Video-video juga muncul di TikTok yang menunjukkan anak-anak di bawah umur mendukung pembunuhan tersebut.

“Masalahnya hari ini bukanlah anak-anak kita, masalahnya hari ini adalah kita, masalahnya hari ini adalah masyarakat kita, masalahnya hari ini adalah TikTok dan yang lainnya yang menyandera anak-anak kita,” kata Rama.

Sementara itu, TikTok mengaku masih meminta penjelasan dari pemerintah Albania terkait keputusan tersebut. Perusahaan mengaku tidak menemukan bukti bahwa baik pelaku dan korban sama-sama tidak memiliki akun TikTok.

“Kami tidak menemukan bukti bahwa pelaku atau korban memiliki akun TikTok, dan beberapa laporan telah mengonfirmasi bahwa video yang mengarah ke insiden ini diposting di platform lain, bukan di TikTok,” kata juru bicara perusahaan.

Sebelumnya. beberapa negara Eropa termasuk Prancis, Jerman, dan Belgia telah memberlakukan pembatasan penggunaan media sosial untuk anak-anak. Sedangkan, Amerika Serikat juga berencana memblokir platform media sosial asal China tersebut.

Peraturan mengenai media sosial yang lebih ketat bahkan dikeluarkan oleh pemerintah Australia. Pada bulan lalu, Australia resmi menyetujui larangan bermain media sosial untuk anak di bawah 16 tahun.

Sebuah penelitian terbaru mengungkap efek mengerikan media sosial seperti TikTok, Facebook, Instagram, hingga X untuk perkembangan otak remaja.

Penelitian tersebut berjudul ‘Interconnected Dynamics of Sleep Duration, Social Media Engagement, and Neural Reward Responses in Adolescents’ dan telah tayang di Jurnal SLEEP 2024 pada 20 April lalu.

Studi tersebut menemukan hubungan nyata antara durasi tidur, penggunaan media sosial dan penggunaan seluruh bagian otak yang menjadi kunci untuk kontrol eksekutif dan pengolahan informasi.

Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara durasi tidur yang lebih singkat dan penggunaan media sosial yang lebih besar pada remaja. Analisis tersebut mengungkap keterlibatan area di daerah otak frontlimbik, seperti girus frontal inferior dan tengah, dalam hubungan ini.

Psikolog Mira Amir juga bicara soal dampak buruk media sosial buat anak hingga remaja. Ia bercerita, salah satu kliennya yang masih duduk di kelas 1 SD memiliki dua gawai dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk scrolling TikTok.

Sulit dibayangkan apa yang dikonsumsi anak terlebih anak belum bisa menentukan konten apa yang bermanfaat buatnya. Belum lagi yang usia remaja di mana kepribadiannya belum matang.

“Kepribadian belum matang, media sosial masuk, dia makin goyah. Sampai mana anak bisa melihat bahwa apa yang ada di media sosial itu tidak semuanya riil?” kata Mira.

Sementara itu, saat anak mengakses media sosial di usia 16 ke atas, usia ini dianggap lebih dewasa. Mira berkata kemampuan kognitif anak sudah lebih matang.

Anak pun memiliki kepribadian yang lebih ‘ajeg’, lebih solid dan memiliki kemampuan berpikir kritis.

“Kalau umur kurang dari itu ya kepribadian belum matang. Ikut ini ditanya buat apa, ya ikut aja,” imbuh Mira.

(tim/dmi)

[Gambas:Video CNN]