AJI Semarang Kecam Oknum Wartawan yang Diduga Intimidasi Keluarga Korban Penembakan Polisi Regional 3 Desember 2024

AJI Semarang Kecam Oknum Wartawan yang Diduga Intimidasi Keluarga Korban Penembakan Polisi 
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        3 Desember 2024

AJI Semarang Kecam Oknum Wartawan yang Diduga Intimidasi Keluarga Korban Penembakan Polisi
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
– Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota
Semarang
mengecam tindakan tidak etis yang diduga dilakukan oleh seorang wartawan terkait kasus
penembakan siswa
SMKN 4 Semarang, GRO (17), oleh oknum polisi.
Wartawan tersebut diduga berupaya menutup kasus agar tidak menjadi perhatian publik.
Keterlibatan wartawan ini terungkap dari pengakuan kerabat korban berinisial S.
Ia menyatakan bahwa sehari setelah insiden penembakan, keluarga GRO didatangi oleh Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, bersama seorang wartawan berbadan gempal pada Senin (25/11/2024) malam.
Dalam pertemuan tersebut, keluarga diminta untuk menandatangani surat pernyataan dan video yang menyebut mereka telah mengikhlaskan kematian GRO.
Namun, keluarga korban menolak permintaan tersebut, merasa bahwa pernyataan yang diberikan oleh Kapolrestabes tidak sesuai dengan fakta yang mereka ketahui.
Ketua
AJI Semarang
, Aris Mulyawan menegaskan bahwa tindakan wartawan yang diduga membantu menutupi kasus ini sangat mencederai integritas profesi jurnalistik.
Menurutnya, wartawan memiliki tanggung jawab moral untuk mengungkap kebenaran, bukan justru menyembunyikannya demi kepentingan tertentu.
“Perbuatan ini tidak hanya mencoreng elemen dasar jurnalisme, tetapi juga berpotensi melanggar UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik,” kata Aris pada Selasa (3/12/2024).
Ia menjelaskan bahwa Pasal 4 UU Pers dengan tegas menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi manusia, termasuk hak untuk mencari dan menyebarluaskan informasi.
Namun, dalam kasus ini, wartawan tersebut diduga menghalangi rekan jurnalis lain untuk meliput kasus GR dengan alasan bahwa Kapolrestabes akan merilis kasus itu setelah Pilkada 2024.
Pasal 18 UU Pers juga menyebutkan bahwa siapa pun yang sengaja menghambat kerja pers dapat dipidana hingga dua tahun dan didenda maksimal Rp 500 juta.
“Ironisnya, pelanggaran ini justru dilakukan oleh wartawan itu sendiri,” tambah Aris.
Selain melanggar undang-undang, tindakan intervensi ini juga bertentangan dengan prinsip-prinsip jurnalisme yang dianut AJI.
Aris menegaskan bahwa jurnalis tidak boleh menyembunyikan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik, apalagi memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi.
“Sikap wartawan tersebut jauh dari tanggung jawab moral profesinya. Ini adalah tamparan keras bagi jurnalisme di Semarang,” ujar Aris.
Ia menekankan bahwa wartawan harus berpihak pada kebenaran dan keadilan serta bekerja untuk kepentingan publik.
“Sikap wartawan tersebut jauh dari tanggung jawab moral profesinya. Ini adalah tamparan keras bagi jurnalisme di Semarang,” tandasnya.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.