Liputan6.com, Jakarta – Indonesia, negara tropis dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, menghadapi tantangan berat dalam mengendalikan penyakit menular berbasis vektor seperti demam berdarah, malaria, leptospirosis, dan zoonosis.
Perubahan iklim, urbanisasi, dan degradasi lingkungan memperparah risiko penyebaran penyakit-penyakit menular tersebut.
Menghadapi tantangan itu, teknologi kecerdasan buatan (AI) dan analisis data besar (big data analytics) diniai bisa menjadi solusi potensial.
Integrasi data historis penyakit, faktor iklim, dinamika vektor, dan data sosial-demografis dalam model prediksi AI diharapkan dapat mengidentifikasi pola penyebaran penyakit, memproyeksikan potensi wabah, dan merekomendasikan intervensi kesehatan berbasis bukti.
Pemerintah Indonesia telah mengembangkan beberapa sistem informasi seperti SISMAL (Sistem Informasi Surveilans Malaria) dan SIZE (Sistem Informasi Zoonosis dan Emerging Infectious Diseases).
Menurut Dr. Tauhid Nur Azhar, subject matter expert bidang kesehatan di Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan K/L terkait di periode 2019-2021 saat diketuai oleh Prof Hammam Riza, telah menghadirkan inovasi suatu sistem pemantauan dan prediksi penyakit zoonosis dan emerging infectious disease lainnya yang dinamai SIZE.
“Sistem SIZE 3.0 yang dikembangkan dengan konsep One Health Policy menunjukkan potensi besar dalam pemantauan dan prediksi penyakit zoonosis,” ujar Dr. Tauhid dalam focus group discussion di Kementerian Kesehatan, baru-baru ini, dikutip Minggu (23/3/2025).
Prof. Hammam menjelaskan pemanfaatan AI dalam pengendalian penyakit berbasis vektor nyamuk adalah contoh nyata bagaimana teknologi dapat menjadi solusi bagi tantangan kesehatan nasional.
“Langkah strategis ini akan membawa Indonesia menuju kedaulatan digital dalam sektor kesehatan,” imbuhnya.