Jakarta, Beritasatu.com – Ahli gizi dari Universitas Indonesia (UI), Dr Anna Maurina menjelaskan, pentingnya konsep gizi dalam penyediaan progam makan bergizi gratis. Menurutnya, ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan oleh unit penyedia program tersebut, salah satunya adalah kecukupan gizi.
“Pada dasarnya makanan bergizi tidak hanya memerhatikan kandungan gizi, tetapi gizinya juga seimbang,” katanya kepada Beritasatu.com belum lama ini.
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan gizi seimbang jiga tersedianya makanan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan kalori, tetapi juga mempertimbangkan proporsi yang tepat antara zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) serta zat gizi mikro (vitamin dan mineral).
Komposisi makanan bergizi gratis yang tepat harus mencakup karbohidrat sebagai sumber energi, (seperti nasi, singkong, atau roti), protein dan lemak, baik yang berasal dari hewani (telur, ikan, daging) maupun nabati (tahu, tempe, kacang-kacangan), serta sayuran dan buah-buahan sebagai sumber vitamin dan mineral.
“Artinya, terdapat proporsi yang baik dan benar antara zat gizi makro, seperti protein, lemak, karbohidrat, serta mikronutrien seperti vitamin dan mineral. Jadi, ketika program makanan bergizi disediakan, itu bukanlah menu yang hanya tinggi karbohidrat atau lemak. Kita baru berbicara mengenai konten, belum jumlahnya,” tutur Dr Anna.
Dr Anna menekankan, makanan tidak boleh memiliki kecenderungan berlebihan pada satu jenis zat gizi, misalnya hanya tinggi karbohidrat atau lemak, tanpa memerhatikan kandungan gizi lainnya. Keseimbangan ini sangat penting karena dapat memengaruhi kesehatan jangka panjang.
Makanan yang tidak seimbang mungkin bisa memberikan rasa kenyang, tetapi dapat berdampak buruk bagi kesehatan dalam jangka panjang, seperti peningkatan risiko obesitas, kekurangan gizi mikro, atau penyakit lainnya.
“Apabila tidak seimbang, meskipun makanan tersebut bisa mengenyangkan, dampak terhadap kesehatan di masa depan bisa menjadi buruk,” tambahnya.
Untuk memenuhi kebutuhan makanan bergizi, penyediaan makanan harus disesuaikan dengan bahan makanan yang tersedia di suatu daerah, seperti di Jawa, Sulawesi, atau Papua, serta kebiasaan makan anak-anak.
“Oleh karena itu, variasi bahan makanan sebagai sumber gizi juga harus disesuaikan dengan kebiasaan makan seorang anak tersebut dan ketersediaan bahan makanan di daerah tersebut,” jelasnya.
Meskipun dengan anggaran terbatas karena adanya efisiensi biaya, misalnya dengan mengalokasikan Rp 10.000 per porsi, penyediaan makan bergizi gratis tetap harus mengikuti prinsip gizi seimbang menggunakan bahan makanan yang terjangkau tetapi tetap bergizi.
