Mataram, Beritasatu.com – Tersangka Agus Buntung memperagakan 49 adegan dalam rekonstruksi kasus pelecehan seksual di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Reka ulang kasus yang terjadi pada 7 Oktober 2024 itu berlangsung di tiga lokasi, yakni Taman Udayana, homestay, dan Islamic Center Mataram.
Direktur Ditreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, rekonstruksi kasus Agus Buntung awalnya dirancang 28 adegan berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP). Namun, dalam pelaksanaannya adegan berkembang menjadi 49 karena adanya informasi baru dari tersangka dan korban.
“Perkembangan di lapangan menunjukkan perbuatan yang dilakukan oleh tersangka meluas. Kami mengakomodasi semua keterangan yang diberikan untuk menjadi bahan pertimbangan di persidangan,” kata Syarif Hidayat, Rabu (11/12/2024).
Reka ulang kasus Agus Buntung bertujuan untuk memastikan semua fakta terungkap dengan jelas, baik untuk kepentingan korban maupun tersangka.
Dalam rekonstruksi terungkap, Taman Udayana menjadi lokasi awal kejadian yang menjadi titik pertemuan antara tersangka Agus Buntung dan korban pelecehan seksual.
Kemudian homestay menjadi tempat berlangsungnya sejumlah adegan krusial yang menjadi inti kasus Agus Buntung.
Selanjutnya Islamic Center sebagai lokasi penutup yang memperkuat kronologi peristiwa berdasarkan keterangan korban dan tersangka.
Proses rekonstruksi di tiga lokasi ini menjadi kunci untuk memverifikasi kebenaran dan perbedaan keterangan yang disampaikan oleh kedua belah pihak.
Ainuddin, kuasa hukum tersangka Agus mengatakan, reka ulang tersebut memberikan gambaran yang lebih jelas terkait peristiwa yang terjadi. Menurutnya, dalam rekontruksi kasus terungkap ada unsur suka sama suka antara korban dengan kliennya.
“Dari 49 adegan yang diperagakan, kami melihat ada keterlibatan aktif dari korban. Hal ini menjadi bahan pembelaan kami bahwa kasus ini lebih kepada kesepakatan suka sama suka, bukan paksaan,” ujar Ainuddin.
Ia juga menegaskan bahwa hak-hak tersangka sebagai kelompok rentan disabilitas telah diakomodasi dengan baik selama proses hukum berlangsung.
Kuasa hukum menyoroti isu utama bahwa kasus Agus Buntung terjadi karena adanya konflik setelah peristiwa utama, yakni tuntutan uang yang tidak dipenuhi.
“Menurut kami, tidak ada paksaan dalam kejadian ini. Namun, saat ada permintaan uang yang tidak diberikan, hal tersebut memicu laporan yang berkembang menjadi kasus pidana,” tambah Ainuddin.
Selain itu, ia mengklarifikasi tentang adanya 15 korban yang diberitakan terkait dengan kasus ini.
“Dalam perkara ini, kami hanya menghadapi satu laporan polisi yang jelas siapa pelapor dan korban. Adapun 15 korban lainnya hanyalah isu yang berkembang tanpa bukti konkret,” lanjutnya.
Ainuddin menegaskan kliennya Agus Buntung sangat kooperatif.
“Agus sangat terbuka kepada kami, sehingga kami memiliki ruang untuk melakukan pembelaan. Kami akan memastikan pembelaan yang kami lakukan berdasarkan analisis dan persepsi yang kuat,” tegasnya.
Kombes Syarif Hidayat mengatakan, rekonstruksi kasus Agus Buntung akan dijadikan bahan pertimbangan untuk persidangan terkait kasus pelecehan seksual.