Mataram, Beritasatu.com – Kasus kekerasan seksual yang melibatkan IWAS alias Agus Buntung menjadi sorotan publik. Kali ini, perdebatan berpusat pada fasilitas yang diterima Agus Buntung selama menjalani hukuman di Lapas Kelas II A Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Agus Buntung menyebut, fasilitas di penjara Lombok Barat tidak memenuhi kriteria disabilitas.
Berita tentang adanya fasilitas khusus untuk Agus Buntung telah memicu berbagai reaksi, baik dari masyarakat maupun tokoh yang peduli terhadap hak-hak disabilitas.
Pernyataan itu, dilontarkan Agus Buntung saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Mataram, NTB saat di ruang tahanan pengadilan. Agus Buntung membantah, kabar yang beredar di media terkait fasilitas khusus yang disebut-sebut diberikan kepadanya di Lapas. Menurut Agus Buntung, klaim tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.
“Di sini, saya ingin ungkap kebenaran yang diberitakan ada pendampingan di Lapas kepada disabilitas. Saya ingin diketahui oleh Ketua Disabilitas Daerah (KDD) bahwa hak-hak saya harus dipenuhi, karena semua yang disebutkan di media itu adalah hoaks,” tegas Agus Buntung, Kamis (16/1/2025).
Pernyataan ini menyoroti pentingnya transparansi dalam pemberitaan terkait kondisi di dalam lapas, khususnya bagi narapidana dengan kebutuhan khusus.
Menanggapi pengakuan Agus, Ketua Disabilitas Daerah (KDD) NTB, Joko Jumadi, memberikan klarifikasi terkait fasilitas di Lapas Kelas II A Lombok Barat. Joko menjelaskan, fasilitas yang ada telah diupayakan untuk memenuhi kebutuhan dasar narapidana disabilitas, meski kondisi penjara secara umum tidak bisa dikatakan nyaman.
“Kalau bicara soal nyaman atau tidak nyaman, tidak ada satu pun penjara atau lapas yang nyaman. Pasti tidak nyaman. Kalau pendamping itu, tenaga dari warga binaan. Kebetulan salah satu pendamping Agus Buntung adalah warga binaan di lapas yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Pendampingan ini dilakukan dalam pengawasan petugas lapas,” ujarnya saat membantah pernyataan Agus Buntung.
Ia menambahkan, Agus Buntung ditempatkan di sel khusus untuk lansia dan disabilitas. Sel tersebut dilengkapi dua kamar mandi, satu dengan toilet duduk dan satu lagi dengan toilet jongkok.
Joko menegaskan, fasilitas ini disesuaikan dengan kebutuhan narapidana, meski terdapat keterbatasan dalam proses modifikasi.
Joko Jumadi menegaskan, tidak ada pengadaan fasilitas senilai ratusan juta rupiah untuk Agus Buntung, seperti yang diberitakan sebelumnya.
“Yang penting adalah aksesibilitas, dan itu bisa dilakukan dengan berbagai cara. Contohnya, shower dipasang agar Agus tidak perlu menggunakan gayung,” tambahnya.
Fasilitas seperti ini bertujuan untuk memastikan narapidana disabilitas tetap mendapatkan hak-hak dasar mereka, meskipun dalam keterbatasan lingkungan penjara. Namun, Joko menyoroti bahwa proses pengadaan dan modifikasi fasilitas tidak bisa dilakukan secara instan.
Terkait status tahanan Agus Buntung, Joko Jumadi menjelaskan, keputusan penangguhan atau perubahan status tahanan sepenuhnya berada di tangan majelis hakim.
“Itu adalah hak Agus dan juga merupakan keputusan dari majelis hakim. Semua proses hukum harus dihormati dan dijalankan sesuai aturan,” katanya.
