Mataram, Beritasatu.com – I Wayan Agus Suartama atau yang lebih dikenal dengan sebutan Agus Buntung, tersangka kasus kekerasan seksual membuat kericuhan saat digelandang ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Lombok Barat, Kamis (9/1/2025). Agus Buntung histeris ketika hendak ditahan.
Bahkan Agus sempat sujud ke kepala Kajati Mataram agar dirinya ditahan di rumahnya. Kedua orang tua Agus Buntung yang hadir berusaha menenangkan putra mereka.
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram Ivan Jaka MW menjelaskan proses penyerahan tahap dua telah dilakukan oleh Polda NTB kepada Kejaksaan Negeri Mataram. Proses ini melibatkan tersangka Agus Buntung dan barang bukti yang terkait dengan kasus tersebut.
“Penyerahan tersangka dan barang bukti dari Polda NTB kepada Kejaksaan Negeri Mataram atas nama tersangka I Wayan Agus Suartama atau Agus Buntung telah dilakukan. Penahanan berdasarkan Pasal 21 KUHP, dan yang bersangkutan akan ditahan di Rutan Lapas Kelas II A Lombok Barat,” ujar Ivan Jaka.
Ivan menjelaskan keputusan penahanan Agus Buntung telah memenuhi aspek hukum berdasarkan hasil kajian dari empat ahli, yaitu visum, psikolog, forensik, dan psikolog kriminal. Para ahli ini berasal dari Universitas Mataram (Unram), Universitas Indonesia (UI), hingga Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Tersangka juga telah memenuhi syarat objektif dan subjektif untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan hukum yang berlaku,” tambahnya.
Ivan Jaka mengatakan pihaknya melibatkan ahli visum, psikologi, dan forensik untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan transparan dan adil.
Penanganan tersangka penyandang disabilitas seperti Agus Buntung memerlukan perhatian khusus. Lapas Kelas II A Lombok Barat diharapkan memiliki fasilitas yang mendukung kebutuhan penyandang disabilitas agar tersangka tetap dapat menjalani proses hukum dengan layak.
Saat proses penyerahan, Agus Buntung terlihat panik dan histeris. Ia terus berteriak, mencerminkan kondisi psikologisnya yang terganggu. Kuasa hukum Agus, Kurniadi menilai kondisi tersebut disebabkan oleh keterbatasan fisik dan psikologis yang dialami tersangka sejak lahir.
“Lihat sendiri, Agus teriak-teriak itu dampak psikologis. Agus ini membayangkan dirinya di dalam lapas, sementara ia bergantung penuh pada ibunya untuk kebutuhan dasar seperti makan, mandi, hingga buang air. Kekhawatiran ini sangat memengaruhi mentalnya,” jelas Kurniadi.
Ia juga menekankan Agus adalah penyandang disabilitas, sehingga penempatan di lapas umum dinilai tidak sesuai. “Pada prinsipnya, kami apresiasi Polda NTB yang sebelumnya memberikan tahanan rumah. Namun, saya khawatir jika ia ditempatkan di lapas tanpa fasilitas khusus yang memadai untuk penyandang disabilitas,” tambahnya.
Meski Agus Buntung telah ditetapkan sebagai tersangka, Kurniadi mengingatkan bahwa asas praduga tak bersalah tetap harus dijunjung tinggi.