agama: Kristen

  • Kriminal Kemarin, rekonstruksi pembunuhan ibu dan anak hingga curanmor

    Kriminal Kemarin, rekonstruksi pembunuhan ibu dan anak hingga curanmor

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa berkaitan keamanan dan kriminalitas di DKI Jakarta pada Jumat (21/3) masih layak dibaca pada hari ini, mulai dari Polrestro Jakbar merekonstruksi kasus pembunuhan ibu-anak di Tambora hingga Polres Jakpus menangkap residivis pencuri motor yang tengah beraksi.

    Berikut rangkuman berita selengkapnya:

    1. Polrestro Jakbar rekonstruksi kasus pembunuhan ibu-anak di Tambora

    Polres Metro Jakarta Barat merekonstruksi kasus pembunuhan ibu dan anak berinisial TSL (59) dan ES (35) yang jasadnya ditemukan dalam toren penampungan air di dalam rumah di Jalan Angke Barat, Tambora, Jakarta Barat.

    Baca di sini

    2. Dua alat bukti belum lengkap untuk ungkap kematian mahasiswa UKI

    Polres Metro Jakarta Timur mengungkapkan, dua alat bukti yang berkaitan dengan kasus kematian seorang mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Kenzha Ezra Walewangko (22) yang ditemukan tewas di area kampus pada Selasa (4/3) masih belum lengkap.

    Baca di sini

    3. Polisi tangkap pemeras bermodus proposal THR di Bekasi

    Polres Metro Bekasi Kota menangkap pria berinisial S (47) karena diduga memeras dan atau sambil mengancam terkait proposal tunjangan hari raya (THR) di Bantar Gebang, Kota Bekasi.

    Baca di sini

    4. Polisi ungkap takaran gas elpiji yang tidak sesuai di Bekasi

    Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkap kasus sebuah pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan gas elpiji yang takarannya tidak sesuai di Kota Bekasi.

    Baca di sini

    5. Polres Jakpus tangkap residivis pencuri motor yang kembali beraksi

    Polres Metro Jakarta Pusat menangkap residivis pencuri kendaraan bermotor setelah dipergoki warga tengah beraksi kembali mencuri satu unit sepeda motor.

    Baca di sini

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ribuan Makam Islam Kuno di Sudan Disusun Seperti Galaksi

    Ribuan Makam Islam Kuno di Sudan Disusun Seperti Galaksi

    Jakarta

    Para arkeolog di Sudan timur menemukan ribuan makam Islam abad pertengahan yang disusun dalam pola menyerupai galaksi. Penguburannya tampaknya berkumpul di sekitar satu makam yang menjadi pusat atau induknya dan dianggap sangat penting.

    Pemakaman ini ditemukan pada Juli 2021 di negara bagian Kassala. Tim peneliti internasional menggunakan citra satelit dan kerja lapangan untuk mengidentifikasi lebih dari 10 ribu makam yang tersebar di area seluas 4.144 meter persegi lebih.

    “Dengan mata telanjang, jelas bahwa makam-makam yang bergerombol itu dikondisikan oleh lingkungan, namun makna yang lebih dalam mungkin tersirat dalam penataan ruangnya,” kata penulis utama studi Stefano Costanzo, arkeolog di University of Naples L’Orientale dikutip dari Live Science.

    Dalam temuan yang ini dipublikasikan di jurnal ilmiah PLOS One ini, Costanzo dan rekan-rekannya menggunakan proses Neyman-Scott Cluster, sebuah model yang awalnya dikembangkan untuk mempelajari pola spasial bintang dan galaksi untuk menganalisis penguburan dan menentukan lokasinya.

    Jenis makam yang tercatat termasuk qubba yang menarik secara visual, yang sejarah dan desain arsitekturnya menjadi bahan perdebatan, dan tumuli batu yang merupakan struktur relatif sederhana, tersebar luas di seluruh prasejarah dan sejarah Afrika.

    Foto: Plos One

    Analisis tersebut mengungkapkan enam kelompok dengan sub-kelompok penguburan yang bersarang di dalamnya. Para peneliti berpendapat bahwa makam induk, yang mirip dengan pusat galaksi, adalah makam tua yang memiliki makna budaya, dan makam yang lebih muda menyebar di sekelilingnya seperti bintang di cakram galaksi.

    “Pemakaman yang lebih tua dan lebih besar ini cenderung terkonsentrasi di lokasi yang menguntungkan dengan bahan bangunan yang tersedia,” kata penelitian tersebut.

    Menurut peneliti, masyarakat seminomaden Beja mungkin menjadikan kuburan tersebut sebagai kuburan suku atau keluarga. Suku Beja telah menghuni wilayah tersebut setidaknya selama 2.000 tahun, meskipun kelompok lain telah menetap di wilayah tersebut sebelum mereka.

    Para peneliti berharap penemuan ini akan menjelaskan sejarah kelompok tersebut. “Kebanyakan sarjana modern harus memanfaatkan referensi yang tersebar dalam teks sastra untuk menulis sejarah Beja, dan hasilnya kurang memuaskan,” kata Giovanni Ruffini , seorang sejarawan di University of Fairfield yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

    Jauh dari letaknya yang acak di lanskap Sudan, penempatan gundukan kuburan tersebut mungkin dipengaruhi oleh faktor geologis dan sosial, demikian menurut pernyataan tersebut.

    Rekan penulis studi Habab Idriss Ahmed, seorang arkeolog di Sudanese National Corporation for Antiquities and Museums yang memimpin kerja lapangan tim, mengatakan, “Studi semacam ini dapat menambah banyak informasi bagi kami sebagai arkeolog. Ini memberi kami banyak informasi mengenai luas wilayah yang diperluas oleh monumen pemakaman ini.”

    Foto: Plos One

    Para arkeolog lokal, yang terkadang bekerja sama dengan para cendekiawan dari tempat yang jauh, telah lama mempelajari Kassala. Namun, kurangnya infrastruktur dan lokasi terpencil di wilayah tersebut membuat sejarah budayanya belum sepenuhnya terungkap.

    “Saya pikir Sudan bagian timur, secara keseluruhan, layak mendapat pengakuan lebih secara resmi, tidak hanya dalam arti melindungi situs-situs dari penambangan emas, tapi bahkan mungkin untuk dicantumkan sebagai situs warisan resmi. Itu akan menjadi hasil yang sangat besar untuk penelitian semacam ini,” kata Costanzo.

    Di luar gundukan kuburan yang baru didokumentasikan, Sudan adalah rumah bagi kekayaan arkeologi, termasuk monumen pemakaman dan sisa-sisa peradaban kuno Lembah Nil. Kota Meroe, misalnya, adalah rumah bagi piramida menakjubkan berusia ribuan tahun yang berdiri setinggi 30 meter.

    Dan, awal tahun 2021, tim peneliti terpisah menemukan sebuah katedral abad pertengahan yang sangat besar di Sudan utara. Sebagai bagian dari Makuria, sebuah kerajaan dongeng Nubia yang sebagian besar telah dilupakan, gereja tersebut kemungkinan besar berfungsi sebagai pusat kekuasaan Kristen sekitar 1.000 tahun yang lalu, kata arkeolog Arthur Obluski.

    Ia menambahkan bahwa kerajaan tersebut menghentikan kemajuan Islam di Afrika selama beberapa ratus tahun, bahkan ketika umat Islam menaklukkan setengah dari Kekaisaran Bizantium.

    (rns/rns)

  • Keluarga Mahasiswa UKI yang Tewas Belum Terima Surat Penyelidikan, Polisi Ungkap Kondisi Sebenarnya

    Keluarga Mahasiswa UKI yang Tewas Belum Terima Surat Penyelidikan, Polisi Ungkap Kondisi Sebenarnya

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA – Jajaran Polres Metro Jakarta Timur angkat bicara terkait keluhan pihak keluarga korban dalam proses penyelidikan kasus tewasnya Kenzha Walewangko (22).

    Seorang mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur, yang ditemukan di dalam kampus dengan luka di kepala pada Selasa (4/3/2025) malam.

    Berdasar keterangan pihak keluarga Kenzha Walewangko, mereka belum menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) dari Polres Metro Jakarta Timur.

    Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan selama hampir tiga minggu penyelidikan berjalan pihaknya sudah mengirim sebanyak tiga kali SP2HP.

    “Mengenai SP2HP itu kita sudah kirim SP2HP yang ketiga kali, hari ini yang keempat kali. Cuman memang sesuai SOP kita mengirim kepada pelapor,” kata Nicolas, Jumat (21/3/2025).

    Menurut Nicolas, dalam kasus tewasnya Kenzha, pelapor merupakan pihak otoritas dari UKI yang pertama kali menyampaikan kejadian atau bukan pihak keluarga.

    Sehingga SP2HP tersebut dikirim kepada pihak otoritas UKI dan bukan keluarga korban, hal ini yang menyebabkan pihak keluarga Kenzha tidak mendapat informasi perkembangan penyelidikan.

    Polres Metro Bekasi Kota berhasil meringkus Suhada, preman sok jagoan yang berasal dari Cikiwul viral minta THR ke perusahaan di Bantargebang. Ia sempat kabur, namun polisi berhasil meringkusnya di Sukabumi.

    Mengacu laman https://polri.go.id/ (SP2HP) merupakan hak bagi pelapor, dan dalam hal menjamin akuntabilitas, transparansi penyelidikan penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pelapor.

    “Seharusnya memang pelapor menyampaikan SP2HP itu kepada pihak korban, jadi ada mis-nya di situ. Intinya bukan hari ini kita menyampaikan SP2HP, sudah kita kirim dari tanggal 6,” ujarnya.

    Nicolas menuturkan sudah menjelaskan hal ini kepada pihak keluarga Kenzha dan massa aksi demo yang menuntut Polres Metro Jakarta Timur segera mengungkap penyebab kematian Kenzha.

    DEMO MAHASISWA UKI – Aksi demo di depan Polres Metro Jakarta Timur menuntut tewasnya mahasiswa UKI, Kenzha Walewangko diusut tuntas, Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (21/3/2025). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

    Dalam pertemuan antara massa aksi demo, penyelidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Timur pun sudah menyerahkan SP2HP kepada pihak keluarga korban.

    Menurut Nicolas, seharusnya pihak Otoritas UKI sebagai pelapor yang meneruskan SP2HP tersebut kepada pihak keluarga Kenzha sehingga informasi perkembangan diketahui.

    “Ada mis antara korban dan pelapor. Korban dari pihak keluarga, pelapornya dalam hal ini adalah kepala otorita kampus UKI. Jadi seharusnya menjadi kewajiban otoritas kampus,” tuturnya.

    Sebelumnya puluhan orang melakukan aksi demo di depan Polres Metro Jakarta Timur terkait tewasnya mahasiswa UKI, Kenzha Walewangko pada Jumat (21/3/2025) siang.

    Dalam aksinya peserta aksi yang berasal dari mahasiswa UKI, teman, dan keluarga Kenzha mempertanyakan kinerja Polres Metro Jakarta Timur dalam penanganan kasus tewasnya Kenzha.

    Pasalnya penyebab kematian, dan ada atau tidaknya unsur tindak pidana dalam kasus tewasnya Kenzha Walewangko belum dapat dipastikan dengan alasan proses penyelidikan masih berjalan.

    DEMO MAHASISWA UKI – Aksi demo di depan Polres Metro Jakarta Timur menuntut tewasnya mahasiswa UKI, Kenzha Walewangko diusut tuntas, Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (21/3/2025). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

    Peserta aksi, Emon Wirawan mengatakan bahkan hingga kini pihak keluarga Kenzha belum mendapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari penyelidik.

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Kasus Tewasnya Mahasiswa UKI Belum Terungkap, Massa Ancam Bawa Pasukan Lebih Banyak ke Mabes Polri

    Kasus Tewasnya Mahasiswa UKI Belum Terungkap, Massa Ancam Bawa Pasukan Lebih Banyak ke Mabes Polri

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA – Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur diminta segera mengungkap kasus kematian mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Kenzha Walewangko (22).

    Permintaan ini disampaikan massa aksi dari mahasiswa UKI, teman, dan keluarga Kenzha Walewangko usai melakukan aksi demo di depan Polres Metro Jakarta Timur, Jumat (21/3/2025).

    Menurut massa, bila kasus tewasnya Kenzha dibiarkan berlarut maka pihak keluarga akan terus kalut karena tidak mendapatkan kepastian atas penyebab tewasnya korban.

    “Kami meminta kejelasan paling lama 7X24 jam. Bilamana 7X24 jam belum ada kepastian hukum kami akan melakukan aksi lebih besar lagi,” kata peserta aksi, Emon Wirawan, Jumat (21/3/2025).

    Massa menyatakan akan menggelar aksi lanjutan di depan Mabes Polri, dan berupaya meminta audiensi dengan Komisi III DPR RI bila dalam tenggat tersebut kasus tak terungkap.

    Mereka meminta Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly menuntaskan janjinya yang disampaikan saat audiensi bersama sejumlah peserta aksi di lantai tiga Polres.

    Bahwa kasus tewasnya Kenzha Walewangko akan diusut tuntas, sesuai slogan Presisi yang merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan.

    Polres Metro Bekasi Kota berhasil meringkus Suhada, preman sok jagoan yang berasal dari Cikiwul viral minta THR ke perusahaan di Bantargebang. Ia sempat kabur, namun polisi berhasil meringkusnya di Sukabumi.

    “Secara tegas bapak Kapolres (Jakarta Timur) mengatakan akan diusut tuntas, secepat-cepatnya, dan secara Presisi. Tentu itu menjadi jawaban yang paling kami nantikan pada hari ini,” ujarnya.

    Emon menuturkan dari hasil audiensi Polres Metro Jakarta Timur juga berjanji akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada keluarga Kenzha.

    Pasalnya selama hampir tiga pekan kasus belum terungkap pihak keluarga Kenzha mengaku belum menerima SP2HP sebagaimana hak mereka, sehingga tak mengetahui perkembangan kasus.

    “Karena kebetulan setelah dua minggu lamanya SP2HP belum diterima. Setelah kami menyampaikan hari ini, bapak Kapolres tahu dan langsung mengirimkan SP2HP ke keluarga korban,” tuturnya.

    Sebelumnya Kenzha Walewangko ditemukan tewas di dalam area kampus UKI, Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur dengan keadaan kepala terluka pada Selasa (4/3) malam.

    DEMO MAHASISWA UKI – Aksi demo di depan Polres Metro Jakarta Timur menuntut tewasnya mahasiswa UKI, Kenzha Walewangko diusut tuntas, Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (21/3/2025). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

    Dari penyelidikan sementara Polres Metro Jakarta Timur sebelum tewas Kenzha meminum minuman keras bersama temannya di dalam kampus, hingga sempat terjadi cekcok mulut.

    Keributan sempat direlai petugas keamanan UKI, namun beberapa saat setelah kejadian Kenzha ditemukan tewas di dalam area kampus dalam keadaan kepala terluka.

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Dua alat bukti belum lengkap untuk ungkap kematian mahasiswa UKI

    Dua alat bukti belum lengkap untuk ungkap kematian mahasiswa UKI

    Jakarta (ANTARA) – Polres Metro Jakarta Timur mengungkapkan, dua alat bukti yang berkaitan dengan kasus kematian seorang mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Kenzha Ezra Walewangko (22) yang ditemukan tewas di area kampus pada Selasa (4/3) masih belum lengkap.

    “Jadi sampai saat ini, kami belum bisa menaikkan ke tahap penyidikan karena dua alat bukti yang sah itu belum terpenuhi di dalam proses penyelidikan ini,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly usai melakukan audiensi dengan mahasiswa UKI yang melakukan unjuk rasa di Polres Metro Jakarta Timur, Jumat.

    Dua alat bukti itu, yakni hasil autopsi korban Kenzha dari Rumah Sakit Polri dan hasil pemeriksaan laboratorium forensik (Labfor) terkait penyebab kematian korban.

    “Jadi, kami masih menunggu hasil autopsi, hasil pemeriksaan laboratorium forensik (Labfor) terkait dengan penyebab kematian daripada almarhum Kenzha,” kata Nicolas.

    Hingga saat ini, kata dia, Polres Metro Jakarta Timur masih melakukan proses penyelidikan secara ilmiah (Scientific Crime Investigation/SCI) untuk mengetahui lengkap kronologi dan sebab kematian korban.

    Setelah hasil Labfor dan autopsi keluar, kaya dia, penyidik segera melakukan pra rekonstruksi untuk memperjelas kasus tersebut.

    “Setelah pra rekonstruksi kita juga akan melakukan mengambil keterangan ahli pidana. Setelah keterangan ahli pidana kita akan melakukan kegiatan yang namanya gelar perkara untuk menentukan apakah kasus ini masuk dalam ranah pidana atau tidak,” jelas Nicolas.

    Sebelumnya, puluhan mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) menggelar unjuk rasa di depan Polres Metro Jakarta Timur, Jumat siang.

    Mahasiswa datang ke depan Polres Metro Jakarta Timur yang membawa spanduk menuntut kejelasan atas kasus tewasnya Kenzha Ezra Walewangko.

    “Kami datang ke sini untuk mempertanyakan, bagaimana kinerja polisi dengan kasus tewasnya sahabat kami Kenzha,” kata koordinator aksi Emon Wirawan.

    Emon menyebut, sudah hampir tiga minggu sejak kejadian, polisi belum bisa menetapkan tersangka meskipun sejumlah saksi telah diperiksa.

    “Hampir tiga minggu kasus ini bergulir, namun polisi belum bisa menentukan siapa tersangka dalam kasus ini, ini sangat aneh,” kata Emon.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Hampir 3 Minggu Kasus Kematian Mahasiswa UKI, Polisi Periksa 39 Saksi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Maret 2025

    Hampir 3 Minggu Kasus Kematian Mahasiswa UKI, Polisi Periksa 39 Saksi Megapolitan 21 Maret 2025

    Hampir 3 Minggu Kasus Kematian Mahasiswa UKI, Polisi Periksa 39 Saksi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Polres Metro Jakarta Timur telah memeriksa 39 saksi terkait kasus kematian mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Kenzha Ezra Walewangko (22), yang ditemukan tewas di kampusnya, Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (4/3/2025). 
    Hal itu disampaikan Nicolas usai melakukan audiensi dengan mahasiswa UKI yang berunjuk rasa terkait kasus tewasnya Kenzha di Polres Metro Jakarta Timur, Jumat (21/3/2025). 
    “Ya totalnya berjumlah 39 saksi yang sudah kami meminta keterangan. Masih ada saksi yang akan diperiksa, kami sangat berusaha maksimal,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly. 
    Nicolas menjelaskan, 39 saksi yang diperiksa itu di antaranya terdiri dari 24 mahasiswa yang diduga mengetahui kematian Kenzha. Selain itu, polisi juga telah memeriksa pihak keluarga.
    “Terus dari pihak sekuriti. UKI ada lima orang, pihak UKI sendiri ada otorita kampus, ada rektorat tiga orang, pihak dari rumah sakit UKI yang menerima korban pada saat diantar oleh sekuriti itu ada enam orang,” ungkap Nicolas.
    Nicolas menegaskan, bahwa hingga saat ini polisi masih menunggu hasil otopsi jasad Kenzha untuk mengetahui penyebab kematian mahasiswa tersebut. 
    Setelah hasil otopsi keluar, penyidik segera melakukan pra-rekonstruksi kemudian meminta keterangan ahli pidana.
    “Setelah keterangan ahli pidana kita akan melakukan kegiatan yang namanya gelar perkara untuk menentukan apakah kasus ini masuk dalam ranah pidana atau tidak,” tutur Nicolas.
    Sebelumnya diberitakan, puluhan mahasiswa UKI menggelar unjuk rasa di depan Polres Metro Jakarta Timur pada Jumat (21/3/2025).
    Mahasiswa datang ke depan Polres Metro Jakarta Timur membawa audio system dan spanduk sambil menuntut kejelasan kasus Kenzha Ezra Walewangko yang tewas pada Selasa (4/3/2025).
    “Kami datang ke sini untuk mempertanyakan, bagaimana kinerja polisi dengan kasus tewasnya sahabat kami Kenzha,” ujar mahasiswa bernama Emon Wirawan.
    Emon menambahkan, sudah hampir tiga minggu sejak kematian Kenzha, namun polisi belum menetapkan tersangka meskipun sejumlah saksi telah diperiksa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Kematian Mahasiswa UKI Belum Naik Tahap Penyidikan, Mengapa?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Maret 2025

    Kasus Kematian Mahasiswa UKI Belum Naik Tahap Penyidikan, Mengapa? Megapolitan 21 Maret 2025

    Kasus Kematian Mahasiswa UKI Belum Naik Tahap Penyidikan, Mengapa?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan, kasus tewasnya mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) Kenzha Ezra Walewangko (22) belum naik ke tahap penyidikan karena unsur dua alat bukti sah belum terpenuhi. 
    Hal itu disampaikan Nicolas usai melakukan audiensi dengan mahasiswa UKI yang berunjuk rasa terkait kasus tewasnya Kenzha di Polres Metro Jakarta Timur.
    “Jadi kami sampai saat ini belum bisa menaikkan ke tahap penyidikan karena dua alat bukti yang sah itu belum terpenuhi di dalam proses penyelidikan ini,” ungkap Nicolas Ary Lilipaly di kantornya, Jumat (21/3/2025).
    Nicolas menegaskan, hingga saat ini polisi masih menunggu hasil otopsi jasad Kenzha untuk mengetahui penyebab kematian mahasiswa itu. 
    Setelah hasil otopsi keluar, penyidik segera melakukan pra-rekonstruksi kemudian meminta keterangan ahli pidana.
    “Setelah keterangan ahli pidana kita akan melakukan kegiatan yang namanya gelar perkara untuk menentukan apakah kasus ini masuk dalam ranah pidana atau tidak,” tutur Nicolas.
    Sebelumnya diberitakan, puluhan mahasiswa UKI menggelar unjuk rasa di depan Polres Metro Jakarta Timur pada Jumat (21/3/2025). 
    Mahasiswa datang ke depan Polres Metro Jakarta Timur membawa
    audio system
    dan spanduk sambil menuntut kejelasan kasus Kenzha Ezra Walewangko yang tewas pada Selasa (4/3/2025).
    “Kami datang ke sini untuk mempertanyakan, bagaimana kinerja polisi dengan kasus tewasnya sahabat kami Kenzha,” ujar mahasiswa bernama Emon Wirawan.
    Emon menambahkan, sudah hampir tiga minggu sejak kematian Kenzha, namun polisi belum menetapkan tersangka meskipun sejumlah saksi telah diperiksa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bagaimana Pemerintah Baru Suriah Bisa Inklusif?

    Bagaimana Pemerintah Baru Suriah Bisa Inklusif?

    Damaskus

    “Satu, satu, satu! Rakyat Suriah itu satu!” Sejak protes antipemerintah dimulai di Suriah lebih dari satu dekade yang lalu, ini menjadi salah satu teriakan paling populer dalam demonstrasi. Namun, pada saat yang bersamaan, seruan ini sebenarnya tidak mencerminkan kenyataan sehari-hari di Suriah.

    Sebelum perang saudara Suriah dimulai, sekitar 68% warga Suriah adalah muslim Sunni. Sekitar 9% hingga 13% adalah anggota kelompok etnoreligius Alawi atau Alawite, dan sekitar 8% hingga 10% berasal dari etnis Kurdi. Selain itu, ada juga kelompok Druze, Kristen, Armenia, Circassian, Turkmen, Palestina, dan Yazidi.

    Selama keluarga Bashar al Assad berkuasa, mereka memanfaatkan perbedaan di antara berbagai kelompok di Suriah untuk mempertahankan kendali kekuasaan.

    Namun, sejak rezim otoriter itu digulingkan pada bulan Desember lalu, Uni Eropa dan negara-negara lain menegaskan bahwa untuk mencabut sanksi, semua komunitas di Suriah harus bisa diikutsertakan dalam pemerintah yang baru.

    ‘Kesenjangan yang signifikan’

    Akhir minggu lalu, pemerintah sementara Suriah merilis versi pertama dari konstitusi baru negara itu, yang bersifat sementara.

    Dalam konstitusi ini, para ahli konstitusi mencatat bahwa tidak ada penyebutan tentang kelompok minoritas di Suriah. Warga setempat juga mengeluhkan kurangnya keterwakilan kelompok-kelompok etnis dan sektarian dalam acara Dialog Nasional Suriah baru-baru ini.

    Selain itu, seperti yang disoroti oleh Karam Shaar Advisory, sebuah konsultan yang mengkhususkan diri dalam ekonomi Suriah, pemerintah sementara masih sangat terkait dengan Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok pemberontak yang memimpin serangan yang menggulingkan diktator Suriah, Bashar Assad, pada awal Desember tahun lalu.

    “Ini sebagian bisa dimaklumi mengingat kondisi luar biasa saat pelantikan dilakukan,” tulis Advisory, seraya menambahkan bahwa jika ini berlanjut, akan menjadi masalah.

    Bagaimana menjamin representasi?

    Orang-orang Suriah sendiri tampaknya tidak yakin bahwa sistem kuota akan berhasil. “Banyak kelompok minoritas, dan ini adalah kenyataannya,” tutur Alaa Sindian, yang berusia 32 tahun, seorang muslim Syiah yang melarikan diri dari Suriah selama perang setelah dikejar oleh pemerintah Assad, tetapi baru-baru ini kembali ke Damaskus.

    “Namun, pada saat yang bersamaan, saya pribadi tidak ingin melihat kursi di parlemen hanya diperuntukkan bagi kaum Syiah, Alawi (lAlawite), atau sekte lainnya,” ungkapnya kepada DW.

    “Pemerintah harus mencari individu yang berkualitas dari dalam kelompok minoritas.”

    Ini bukan sikap yang tidak biasa. Dalam riset dengan metode kelompok diskusi terfokus yang diadakan pada pertengahan 2024 oleh Swisspeace, sebuah lembaga yang berbasis di Basel, Swiss, yang meneliti pembangunan perdamaian, peserta diskusi asal Suriah menyatakan mereka tidak menginginkan sistem kuota karena mereka telah melihat bagaimana sistem ini diterapkan di Irak dan Lebanon, yang menimbulkan masalah jangka panjang.

    “Dalam pertemuan dengan komunitas internasional, sering kali ada fokus pembicaraan pada perlindungan minoritas,” tambah Anna Myriam Roccatello, Wakil Direktur Eksekutif di International Center for Transitional Justice (ICTJ) yang berbasis di New York.

    “Namun, banyak orang Suriah yang saya ajak bekerja sama, baik di pemerintahan maupun masyarakat sipil, lebih resisten terhadap hal ini. Apa yang terjadi di Lebanon sangat menonjol di benak mereka dan pembagian cabang-cabang pemerintahan di sana adalah sesuatu yang sangat mereka benci,” catat Roccatello.

    Apa yang salah di Irak dan Lebanon?

    Di Lebanon, Perjanjian Taif tahun 1989 mengakhiri perang saudara negara itu dan mengalokasikan bagaimana kelompok-kelompok sektarian yang berbeda, yang sebelumnya saling bertempur, harus terwakili suaranya dalam pemerintahan.

    Di Irak, setelah invasi AS pada 2003 dan berakhirnya kediktatoran di sana, otoritas AS memutuskan bahwa kekuasaan harus dibagi antara tiga kelompok demografis utama negara itu.

    Namun, Alaa Sindian juga berpikir bahwa harus ada forum-forum berbeda di mana minoritas Suriah dapat didengar dan diberdayakan.

    “Saya menentang kuota sektarian, baik di pemerintahan maupun di tempat lain,” tambah Shadi al-Dubisi, seorang aktivis masyarakat sipil Druze berusia hampir 30 tahun.

    “Saya mendukung ide pemerintahan teknokratik, di mana individu dilihat berdasarkan kompetensi dan kemampuan, daripada afiliasi sektarian, agama, atau etnis mereka,” katanya kepada DW. Dalam ilmu politik, sistem ini dikenal sebagai “konvensional” atau “konsosiasional.”

    “Gagasan di balik konvensionalisme adalah memberi setiap kelompok etnis dan agama suara dalam pemerintahan untuk memastikan kebutuhan mereka terpenuhi,” tulis peneliti Nour Mohsen dalam makalah 2021 untuk jurnal Flux: International Relations Review.

    “Namun, pada akhirnya ini adalah sistem yang gagal untuk mengelola pluralisme etnis dan agama,” dia berpendapat, “karena hal itu mengarah pada sektarianisme, yang menyebabkan ketidakstabilan akibat korupsi.”

    Meskipun sistem konvensional telah mengakhiri konflik, sistem ini menyebabkan masalah dalam jangka panjang, termasuk kepemimpinan yang tidak kompeten atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan hak istimewa. Ini juga berarti prioritas agama atau sektarian selalu menjadi bagian dari politik, bahkan jika pemilih lokal tidak menginginkannya.

    “Hal ini juga membuka pintu untuk campur tangan asing,” ujar Mohsen. “Kesetiaan yang lebih kuat pada sekte daripada pada negara telah membuat setiap kelompok politik etnis atau agama mencari dukungan dari kelompok serupa di negara lain.”

    Apa yang harus dilakukan Suriah?

    Sayangnya, tidak ada formula mudah untuk memastikan bahwa semua orang mendapatkan suara dalam pemerintahan pascakonflik.

    Untuk setiap strategi yang mungkin mendorong representasi yang lebih baik untuk minoritas, ada argumen tandingan.

    Misalnya, federalisme adalah opsi lain, sistem yang digunakan oleh beberapa demokrasi terbesar dan paling kompleks di dunia, termasuk Jerman, AS, dan Rusia.

    Sistem federal memiliki dua tingkat pemerintahan: Satu beroperasi di tingkat nasional dan yang lainnya di tingkat subnasional, atau negara bagian. Yang pertama sering kali bertanggung jawab atas hal-hal seperti pertahanan nasional dan kebijakan luar negeri, sementara yang kedua membuat keputusan di tingkat yang lebih lokal, tetapi juga dapat mempengaruhi pemerintahan nasional.

    Namun, bahkan sistem seperti ini tergantung pada keadaan dan bisa “digunakan untuk menyembunyikan dominasi oleh beberapa komunitas etnis atas yang lainnya,” tulis John McGarry, seorang profesor studi politik di Queen’s University di Ontario, Kanada, dalam makalahnya di tahun 2024.

    Dia menunjukkan bagaimana Afrika Selatan pada masa apartheid membentuk “tanah air independen” untuk berbagai komunitas Afrika, padahal pada kenyataannya, minoritas kulit putih tetap berkuasa.

    Semua ini bergantung pada situasi yang sangat bervariasi, tandas Sahar Ammar, seorang pejabat program di Swisspeace dan peneliti utama proyek pembagian kekuasaan Suriah organisasi tersebut.

    “Pemerintah harus inklusif, tetapi harus didukung oleh proses dari bawah ke atas di tingkat lokal, untuk membina budaya dialog dan membangun kembali kepercayaan,” demikian dia berpendapat, sambil menambahkan bahwa hal ini akan menjadi kelanjutan alami dari upaya masyarakat sipil Suriah baru-baru ini.

    Semua ini juga membutuhkan waktu, imbuh Roccatello dari ICTJ. “Meski internasional cemas, kita perlu memberi orang Suriah ruang untuk mencari solusi mereka sendiri,” katanya kepada DW.

    “Hak-hak dasar, termasuk hak-hak minoritas, tentu harus digunakan sebagai parameter… tetapi saat ini, kita bahkan belum berada dalam situasi di mana kita bisa menilai dengan pasti kesediaan pemerintah saat ini untuk melakukannya karena mereka masih menghadapi kurangnya kontrol dan keamanan di sebagian besar negara.”

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kasus Perundungan Siswa SMA Gloria Surabaya, Ivan Sugianto Dituntut 10 Bulan Penjara
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        20 Maret 2025

    Kasus Perundungan Siswa SMA Gloria Surabaya, Ivan Sugianto Dituntut 10 Bulan Penjara Surabaya 20 Maret 2025

    Kasus Perundungan Siswa SMA Gloria Surabaya, Ivan Sugianto Dituntut 10 Bulan Penjara
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com

    Ivan Sugianto
    (39), terdakwa
    kasus perundungan
    siswa
    SMA Gloria 2

    Surabaya
    , dituntut 10 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
    Selain hukuman 10 bulan penjara, dalam sidang lanjutan Rabu (19/3/2024) sore, dia juga diwajibkan membayar denda Rp 5 juta subsider 1 bulan penjara.
    “Menuntut terdakwa Ivan Sugianto dengan pidana selama 10 bulan dan denda Rp 5 juta dengan subsider 1 bulan penjara dan dikurangi selama terdakwa berada di tahanan dan tetap ditahan,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ida Bagus saat membacakan tuntutan.
    Ivan Sugianto, menurut dia, terbukti melanggar Pasal 80 ayat 1 jo Pasal 76 C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
    Hal yang memberatkan tuntutan, menurutnya, adalah bahwa terdakwa mencederai unsur-unsur kearifan terhadap korban seorang anak, serta perbuatannya bertentangan dengan norma-norma hukum, norma-norma agama, dan norma asusila yang berkembang di masyarakat.
    “Korban atas perbuatannya mengalami kecemasan atau depresi sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari,” jelasnya.
    Atas tuntutan tersebut, penasihat hukum terdakwa Ivan Sugianto, Billy Hadiwiyanto, menyatakan akan mengajukan pledoi atau pembelaan pada persidangan selanjutnya.
    “Kami akan ajukan pembelaan,” ujarnya.
    Ivan sebelumnya dikenai dua dakwaan.
    Pertama, Pasal 80 ayat 1 jo Pasal 76 C Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kedua, Pasal 335 KUHP ayat (1) butir 1 KUH Pidana.
    Bermula saat anak Ivan, EL, dan ditemani DEF mendatangi korban EN di SMA Kristen Gloria 2 untuk menyelesaikan suatu masalah pada Senin, 21 Oktober 2024.
    Keduanya kemudian bertemu Ira Maria dan Wardanto, orangtua EN.
    “EL mau menanyakan maksud perkataan EN yang menyebut EL seperti anjing pudel,” terang JPU dalam sidang perdana.
    Singkat cerita, EL dan DEF menghubungi terdakwa Ivan.
    Setibanya di lokasi kejadian, Ivan tersulut emosi dan memaksa serta mengintimidasi EN untuk meminta maaf dengan bersujud dan menggonggong.
    “Terdakwa lalu menyuruh EN untuk bersujud dan menggonggong dengan berkata ‘Minta maaf! Sujud! Sujud!’ sebanyak tiga kali,” jelasnya.
    Karena ketakutan, EN kemudian mau bersujud di depan Ivan, EL, dan kerumunan orang.
    Namun, saat ia hendak menggonggong, ayah EN berusaha membangkitkan anaknya.
    “Namun tindakan orangtua korban itu dihalangi oleh terdakwa. Lalu terdakwa kemudian mengintimidasi saksi Wardanto sembari menengadah dahinya ke kepala saksi Wardanto,” katanya.
    Atas perbuatan terdakwa itu, berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi forensik RS Bhayangkara Surabaya, korban EN mengalami gangguan kecemasan hingga depresi.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polisi Pastikan Penanganan Kasus Kematian Mahasiswa UKI Dilakukan Transparan – Page 3

    Polisi Pastikan Penanganan Kasus Kematian Mahasiswa UKI Dilakukan Transparan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly memastikan, akan terus bekerja secara maksimal serta transparan dalam menangani kasus kematian Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Kenzha Ezra Walewengko.

    Diketahui, korban ditemukan tewas di lingkungan kampus pada Selasa 4 Maret 2025, tepatnya di Taman Perpustakaan UKI.

    Nicolas mengatakan, penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik Polres Metro Jakarta Timur mengutamakan prosedur ilmiah dan hasil yang akurat untuk memastikan kejelasan hukum.

    “Proses penyelidikan kami lakukan secara transparan, dengan memperhatikan setiap keterangan saksi, serta menunggu hasil autopsi dari RS Polri dan pemeriksaan Labfor,” kata Nicolas dalam keterangannya, Rabu (19/3/2025).

    “Kami memahami bahwa banyak spekulasi yang beredar di masyarakat, namun kami pastikan bahwa kami bekerja dengan penuh kehati-hatian dan profesionalisme,” sambungnya.

    Sampai saat ini, polisi telah memanggil 34 orang saksi yang terdiri dari pihak UKI, rumah sakit yang menangani korban, serta sejumlah mahasiswa yang hadir pada saat kejadian.

    Selain itu juga termasuk di dalamnya saksi dari pihak penjual minuman keras, yang diduga turut berperan dalam kejadian tersebut.

    “Sebanyak 34 saksi telah memberikan keterangan dan kami akan terus melanjutkan proses ini. Namun, hasil akhir dari penyelidikan kami masih menunggu hasil autopsi dan pemeriksaan dari Laboratorium Forensik (Labfor) untuk memastikan faktor penyebab kematian korban,” jelasnya.