Kampus UKSW Salatiga Bergolak, Mahasiswa dan Dosen Gelar Demonstrasi Besar-besaran
Tim Redaksi
SALATIGA, KOMPAS.com –
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga mengalami gejolak setelah mahasiswa dan dosen dari tiga fakultas melakukan aksi demonstrasi dengan agenda masing-masing.
Ribuan mahasiswa dan dosen dari Fakultas Teknologi Informasi (FTI) menuntut peningkatan
fasilitas perkuliahan
dengan mengenakan kaus berwarna biru.
Mereka membawa spanduk dan mobil yang dilengkapi
sound system
, serta melakukan orasi sambil berjalan kaki menuju kampus di Jalan Kartini dari kampus di Jalan Diponegoro.
Dekan FTI,
Prof. Danny Manongga
, mengungkapkan bahwa fasilitas yang ada saat ini tidak memadai untuk menunjang perkuliahan.
“Kita fakultas besar, menyumbang banyak pendapatan. Tapi yang ada saat ini, fasilitas internet saja amburadul,” ujarnya, Senin (5/5/2025).
Danny juga menyoroti bahwa banyak usulan kegiatan dan peningkatan fasilitas yang diajukan fakultas, termasuk rencana promosi, dicoret oleh Rektor.
“Karena itu, kami juga minta ada audit keuangan,” tambahnya.
Ia menilai perilaku arogansi dari pimpinan UKSW telah menciptakan keresahan di kalangan mahasiswa, dosen, dan tenaga pendidik.
“Kami bahkan menilai FTI ini dijadikan sapi perah oleh pimpinan melalui tindakan penggunaan anggaran yang tidak berpihak pada sivitas akademika FTI UKSW,” paparnya.
Lebih lanjut, Danny meminta pimpinan UKSW untuk menghentikan tindakan arogansi dan membina komunikasi yang baik.
Ia juga menekankan perlunya revitalisasi fasilitas di FTI, pengelolaan keuangan yang berpihak pada kepentingan sivitas akademika, serta pengelolaan beasiswa yang transparan dan adil.
Klemens Imanuel, Ketua Senat Mahasiswa FTI UKSW, menambahkan bahwa sebagai fakultas dengan mahasiswa terbanyak, fasilitas di FTI sangat tidak memadai.
“Kampus kami terpisah dengan kampus induk, bahkan letaknya di perbukitan. Koneksi WIFI-nya sangat buruk. Padahal ini fakultas teknologi, kalau internet dan komputer saja tidak menunjang, bagaimana mahasiswanya bisa kritis, kreatif, dan inovatif,” ungkapnya.
Sementara itu, mahasiswa dan dosen dari Fakultas Hukum dan Fakultas Teologi juga melakukan demonstrasi di kampus Jalan Diponegoro.
Mereka menyoroti perilaku arogan pimpinan UKSW yang menciptakan suasana tidak nyaman di kampus.
Sebelumnya, pada Jumat (2/5/2025), mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum UKSW melakukan demonstrasi di area kampus dan
longmarch
sejauh lebih kurang satu kilometer menuju kantor Rektorat di Kampus UKSW Kartini.
Koordinator aksi, Rezky Passiuola, menjelaskan bahwa demonstrasi dilakukan sebagai respons terhadap kesewenang-wenangan rektorat.
“Kami selama ini sudah diam melihat polah pimpinan universitas, namun dengan adanya pergantian dekan dan jajaran, mahasiswa FH satu suara menyatakan menolak,” ungkapnya.
Rezky menyoroti penggantian pejabat lama, termasuk Dekan Prof. Dr. Umbu Rauta dan beberapa kepala program studi, yang menurutnya janggal.
“SK Rektor per tanggal 30 April 2025 tersebut dikeluarkan pada pukul 23.00 WIB dan langsung berlaku pada 1 Mei 2025. Penggantian itu tidak mencerminkan nilai-nilai Satya Wacana yang mengedepankan keadilan dan moralitas,” tegasnya.
Aksi demonstrasi ini menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam di kalangan sivitas akademika UKSW dan menuntut perhatian serius dari pimpinan universitas.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
agama: Kristen
-
/data/photo/2025/05/05/68184b6d54d7b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Kampus UKSW Salatiga Bergolak, Mahasiswa dan Dosen Gelar Demonstrasi Besar-besaran Regional
-

Kisah Tiga Paus dari Afrika yang Mengubah Kekristenan
Jakarta –
Afrika Utara saat ini didominasi umat Islam. Tapi kawasan ini dulunya adalah ‘jantung’ agama Kristen yang telah melahirkan sejumlah Paus. Warisan mereka dapat dirasakan oleh jemaat Gereja hingga hari ini.
Wilayah kepausan mereka, yang berlangsung pada masa Kekaisaran Romawi, mencakup Tunisia modern, timur laut Aljazair, hingga pantai Libia barat.
“Afrika Utara adalah Sabuk Alkitab Kekristenan kuno,” kata Prof Christopher Bellitto, seorang sejarawan Kean University di AS.
Setelah Paus Fransiskus wafat, banyak umat Katolik di Afrika berharap Paus selanjutnya akan kembali berasal dari benua itu untuk pertama kalinya semenjak lebih dari 1.500 tahun yang lalu.
Melalui artikel ini, kita akan berjumpa dengan tiga Paus dari Afrika – dan bagaimana mereka membuat umat Kristen merayakan Minggu Paskah dan Hari Valentine.
Ketiganya telah diakui Gereja sebagai santo alias orang kudus.
Victor I (189-199)
Getty Images
Dia mungkin paling dikenal atas perannya dalam memastikan orang Kristen merayakan Paskah pada hari Minggu.
Pada abad ke-2, beberapa kelompok Kristen dari Provinsi Romawi Asia (di Turki modern) merayakan Paskah pada hari yang sama saat orang Yahudi merayakan Paskah Yahudi [Passover, untuk merayakan pembebasan orang Yahudi dari perbudakan di Mesir].
Namun, umat Kristen di bagian barat Kekaisaran Romawi percaya bahwa Yesus Kristus dibangkitkan pada hari Minggu sehingga Paskah harus selalu dirayakan pada hari itu.
Perdebatan tentang kapan kebangkitan Yesus Kristus terjadi membuat masalah ini sangat kontroversial.
“Kontroversi Paskah” adalah simbol dari konflik yang lebih besar antara umat Kristen Timur dan Barat, dan apakah orang Kristen harus mengikuti praktik orang Yahudi atau tidak.
Victor I mengadakan Sinode Romawi pertama atau pertemuan para pemimpin Gerejauntuk menyelesaikan kebuntuan tersebut.
Dia mengancam para uskup akan diasingkan dari Gereja jika menolak mematuhi keinginannya.
“Dia bersuara tegas untuk membuat semua orang benar-benar punya pemahaman yang sama dengannya,” kata Prof Bellitto kepada BBC.
Ini adalah karakter yang mengesankan, kata sejarawan itu, karena “dia adalah Uskup Roma ketika Kekristenan masih dianggap bertentangan dengan hukum di kekaisaran Romawi.”
Warisan penting lainnya dari Victor I adalah dia memperkenalkan bahasa Latin sebagai bahasa umum Gereja Katolik. Sebelumnya, bahasa Yunani Kuno adalah bahasa utama untuk Liturgi Katolik dan komunikasi resmi Gereja.
Victor I sendiri menulis dan berbicara dalam bahasa Latin yang saat itu digunakan secara luas di Afrika Utara.
Miltiades (311-314)
Getty Images
Paus Miltiades diyakini lahir di Afrika.
Selama masa kepausannya, kekristenan semakin diterima oleh para kaisar Romawi dan akhirnya menjadi agama resmi Kekaisaran.
Sebelumnya, persekusi terhadap umat Kristen berlangsung pada berbagai momen dalam sejarah Kekaisaran.
Meski begitu, Prof Bellitto menunjukkan bahwa Miltiades tidak berperan atas perubahan ini. Dia mengatakan Paus adalah “penerima kebaikan hati Romawi” ketimbang negosiator yang hebat.
Miltiades diberi sebuah istana oleh Kaisar Romawi Konstantinus, dan menjadi paus pertama yang punya kediaman resmi.
Dia juga diberi izin oleh Konstantinus untuk membangun Basilika Lateran yang sekarang tercatat sebagai gereja publik tertua di Roma.
Walau Paus modern tinggal dan bekerja di Vatikan, Gereja Lateran kadang-kadang disebut dalam Katolik sebagai “induk dari semua gereja”.
Gelasius I (492-496)
Getty Images
Gelasius I adalah satu-satunya di antara tiga paus Afrika yang menurut para sejarawan tidak lahir di Afrika.
“Ada sumber mengenai dia… lahir di Roma. Jadi kami tidak tahu apakah dia [pernah] tinggal di Afrika Utara, tetapi tampaknya jelas bahwa dia adalah keturunan Afrika Utara,” jelas Prof Bellitto.
Dia adalah sosok yang paling penting di antara tiga pemimpin umat Kristen asal Afrika, menurut Prof Bellitto.
Gelasius I secara luas diakui sebagai Paus pertama yang secara resmi disebut “Vikaris Kristus”, sebuah istilah yang menandakan peran Paus sebagai wakil Kristus di Bumi.
Dia juga mengembangkan Doktrin Dua Pedang, yang menekankan kekuasaan Gereja dan negara yang terpisah tetapi setara.
Gelasius I juga membuat perbedaan tegas bahwa kedua kekuasaan diberikan kepada Gereja oleh Tuhan. Gereja kemudian mendelegasikan kekuasaan duniawi kepada negara. Inilah yang membuat Gereja pada akhirnya lebih unggul.
“Setelahnya, pada Abad Pertengahan, Paus kadang-kadang mencoba memveto pemilihan kaisar atau raja, karena mereka mengatakan Tuhan memberi kekuasaan itu kepada mereka,” kata Prof Bellitto.
Gelasius I juga dikenang karena tanggapannya terhadap Skisma Akasiaperpecahan antara Gereja Kristen Timur dan Barat yang berlangsung dari tahun 484 hingga 519.
Selama periode ini, Gelasius I menegaskan supremasi Roma dan kepausan atas seluruh Gereja, baik Timur maupun Barat, yang diyakini para ahli melangkah terlalu jauh daripada pendahulunya.
Gelasius juga bertanggung jawab atas perayaan populer yang masih dirayakan banyak orang sampai sekarang, yaitu perayaan Hari Valentine pada tanggal 14 Februari tahun 496 untuk memperingati Santo Valentine.
Beberapa catatan mengatakan Valentine adalah seorang pendeta yang terus melakukan pernikahan secara rahasia meski dilarang oleh Kaisar Claudius II.
Sejarawan percaya bahwa Hari Valentine berakar pada festival cinta dan kesuburan Romawi, Lupercalia, dan merupakan langkah Gelasius I untuk mengkristenkan tradisi pagan.
Seperti apa wajah paus asal Afrika?
Setelah Gelasius I, tidak ada paus lain yang diyakini berasal dari provinsi Romawi di Afrika. (Getty Images)
Prof Bellitto mengatakan tidak ada cara untuk mengetahui, dengan tingkat akurasi apa pun, seperti apa wajah ketiga paus itu.
“Kita harus ingat bahwa Kekaisaran Romawi, dan memang Abad Pertengahan, tidak memikirkan ras seperti yang kita pikirkan saat ini. Itu tidak ada hubungannya dengan warna kulit,” katanya kepada BBC.
“Orang-orang di Kekaisaran Romawi tidak ada bermasalah dengan ras, tapi mereka peduli dengan etnisitas.”
Prof Philomena Mwaura, seorang akademisi di Universitas Kenyatta Kenya, mengatakan kepada BBC bahwa Afrika di bawah kekuasaan Romawi sangat multikultural. Kelompok Berber dan Punic, budak-budak yang telah merdeka, hingga orang-orang dari Roma berdatangan ke Afrika.
“Komunitas Afrika Utara cukup beragam, dan itu juga merupakan rute perdagangan bagi banyak orang yang terlibat dalam perdagangan di zaman kuno sebelumnya,” jelasnya.
Alih-alih mengidentifikasi diri dengan kelompok etnis tertentu, “kebanyakan orang yang berasal dari daerah dalam Kekaisaran Romawi menganggap diri mereka sebagai Romawi,” tambah Prof Mwaura.
Mengapa tidak ada lagi Paus dari Afrika?
Tak satu pun dari 217 Paus sejak Gelasius I yang diyakini berasal dari Afrika.
“Gereja di Afrika Utara dilemahkan oleh banyak kekuatan, termasuk jatuhnya Kekaisaran Romawi dan juga serbuan Muslim [ke Afrika Utara] pada abad ke-7,” kata Prof Mwaura.
Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa hadirnya Islam di Afrika Utara tidak bisa menjelaskan kenapa tidak ada Paus dari kawasan tersebut selama lebih dari 1.500 tahun.
Prof Bellitto mengatakan proses pemilihan Paus baru menjadi “monopoli Italia” selama bertahun-tahun.
Namun, dia mengatakan ada kemungkinan besar seorang Paus dari Asia atau Afrika akan terpilih dalam waktu dekat karena jumlah umat Katolik di belahan bumi selatan jauh lebih besar daripada mereka yang tinggal di belahan utara.
Faktanya, agama Katolik berkembang lebih cepat di Afrika sub-Sahara saat ini daripada di tempat lain.
Angka terbaru menunjukkan ada 281 juta umat Katolik di Afrika pada tahun 2023. Ini menyumbang 20% dari jemaat di seluruh dunia.
Tiga orang Afrika menjadi kandidat untuk menggantikan Paus Fransiskus Fridolin Ambongo Begungu dari Republik Demokratik Kongo, Peter Kodwo Appiah Turkson dari Ghana, dan Robert Sarah dari Guinea.
Tetapi Prof Mwaura berpendapat bahwa “meskipun Kekristenan sangat kuat di Afrika, kekuatan Gereja masih di utara, karena mereka memiliki sumber daya.”
“Mungkin, karena terus menguat di benua Afrika dan semakin mandiri, akan tiba masanya ada paus dari Afrika,” katanya.
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Trump Gandakan Ancaman Caplok Kanada, Sebut Ini Alasannya
Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggandakan ancamannya untuk menjadikan Kanada negara bagian ke-51. Hal ini tetap ia lakukan menjelang pertemuan dengan PM Kanada yang baru saja terpilih kembali, Mark Carney.
Dalam tajuk wawancara Meet The Press di NBC yang ditayangkan pada hari Minggu (4/5/2025), Trump menegaskan akan selalu membicarakan wacana penggabungan Kanada dengan AS. Ia mengklaim hal itu akan menjadi sesuatu yang indah.
“Anda bahkan tidak menyadari betapa indahnya negara itu. Pasti hebat,” kata Trump kepada pembawa acara Kristen Welker.
“Saya akan selalu membicarakannya. Anda tahu kenapa? Kami mensubsidi Kanada hingga US$ 200 miliar (Rp 3.295 triliun) per tahun,” imbuh Trump, mengulangi klaim palsunya atas defisit perdagangan AS dengan Kanada.
Ketika ditanya apakah dia akan mempertimbangkan penggunaan kekuatan militer untuk mencaplok Kanada, Trump mengatakan dia pikir “kita tidak akan pernah sampai ke titik itu” tetapi “sesuatu bisa terjadi dengan Greenland”, wilayah otonomi Denmark yang juga disebutkan akan direbutnya.
Ancaman baru presiden AS itu muncul saat Carney bersiap menemuinya pada hari Selasa untuk serangkaian diskusi komprehensif tentang tarif dan hubungan Kanada-AS yang lebih luas.
Pada hari Jumat, pada konferensi pers pertamanya sejak menjadi PM kembali, Carney mengatakan bahwa ia akan pergi ke Gedung Putih “dengan harapan akan ada diskusi yang konstruktif, sulit, tetapi konstruktif.”
Namun Carney telah lama menegaskan bahwa ia hanya akan berbicara dengan Trump setelah Presiden AS menunjukkan rasa hormatnya kepada Kanada. Perdana menteri itu didesak oleh wartawan tentang masalah ini selama konferensi persnya.
“Selalu penting untuk membedakan antara keinginan dan kenyataan,” kata Carney sebagai tanggapan, seraya menambahkan bahwa warga Kanada telah dengan jelas menyatakan bahwa Kanada tidak akan pernah bergabung dengan AS.
“Akan ada pasang surut, naik turun, tetapi seperti yang saya katakan dalam sambutan saya, saya akan memperjuangkan kesepakatan terbaik bagi Kanada dan hanya menerima kesepakatan terbaik bagi Kanada.”
(tps/tps)
-
/data/photo/2025/05/04/6817285e898a6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Momen Pramono Anung Dikalungi Ulos di Gereja HKI, Simbol Penghormatan dan Wibawa Megapolitan 4 Mei 2025
Momen Pramono Anung Dikalungi Ulos di Gereja HKI, Simbol Penghormatan dan Wibawa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Gubernur Jakarta
Pramono Anung
menerima ulos dari jemaat Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) dalam acara ibadah perayaan Pra-Jubileum 98 Tahun HKI, Minggu (4/5/2025).
Ulos merupakan kain tenun khas Batak yang memiliki makna dan fungsi yang sangat penting dalam berbagai upacara adat.
Berdasarkan pengamatan
Kompas.com
di lokasi, ulos berwarna merah dan oranye itu membentang sepanjang sekitar satu meter dan dipegangi lima orang perwakilan dari jemaat Gereja HKI.
Pendeta dari Gereja HKI menyampaikan, ulos tersebut merupakan simbol penghormatan atas peran dan kiprah Pramono Anung di pemerintahan.
“Kami menyampaikan ulos penghormatan. Inilah penghargaan tertinggi dari adat Batak dan juga gereja HKI yang 90 persen adalah Batak,” ujar seorang pendeta di Maria Convention Hall, Kelapa Gading, Jakarta Timur, Minggu.
Ulos tersebut dinamai Ulos Sahala yang dalam budaya Batak melambangkan kewibawaan. Ini menjadi momen pertama kalinya gereja HKI memberikan ulos kepada Pramono Anung.
“Ini ulos bapak gubernur. Pertama kali HKI mengulosi bapak, ini namanya ulos Sahala. Sahala itu wibawa,” kata dia.
Setelah itu, mereka langsung mengelilingi Pramono Anung yang saat itu mengenakan kemeja batik dan celana panjang hitam.
Diiringi musik instrumen khas Batak, ulos tersebut dikalungkan ke pundak Pramono.
Sedangkan kader PDI-P itu hanya berdiam diri sambil menggerakkan telapak tangannya ke bawah ke atas secara berulang.
Pramono menyampaikan terima kasih dan rasa hormatnya atas penghargaan yang diberikan untuknya.
“Pertama kali saya menggunakan keinginan saya untuk bisa dikenal di tempat ini. Sampai saya bisikin,
‘bisa enggak saya diulosi?’
. Akhirnya saya diulosi juga,” ucap Pramono.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/4446325/original/063433700_1685415442-antaboga_2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Beji Antaboga, Oasis Sunyi di Lereng Gunung Raung yang Menyatukan Enam Agama
Liputan6.com, Banyuwangi – Di tengah hutan pinus lereng Gunung Raung, Banyuwangi, terdapat Beji Antaboga merupakan sebuah kawasan seluas 3 hektare yang menjadi simbol harmoni enam agama. Dengan 29 mata air alami dan nuansa spiritual yang kental, destinasi ini menawarkan ketenangan jauh dari keramaian.
Mengutip dari berbagai sumber, Beji Antaboga terletak di Dusun Selorejo, Desa Kaligondo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi. Kawasan ini dikelilingi hutan pinus Perhutani KPH Banyuwangi Barat dengan udara sejuk dan pemandangan gumuk batu alami.
Tempat ini awalnya dikenal sebagai situs Hindu, tetapi berkembang menjadi area peribadatan enam agama resmi Indonesia; Hindu, Buddha, Konghucu, Islam, Katolik, dan Kristen. Beji Antaboga memiliki 15 mata air yang disebut pancur sewu (seribu pancuran), dengan tujuh di antaranya terkonsentrasi di sisi barat.
Salah satu yang terkenal adalah tirta mumbul, mata air yang meluap dan dianggap suci untuk ritual. Airnya mengalir jernih sepanjang tahun, bahkan di musim kemarau.
Selain itu, terdapat gumuk bedawang nala, formasi batu alami berbentuk kura-kura raksasa. Batu ini dipercaya sebagai tempat semedi Resi Markandeya.
Di sekitarnya, tiga aliran mata air bertemu di campuhan tiga. Hal ini menciptakan spot yang sering digunakan untuk meditasi .
-
/data/photo/2025/05/02/681454e24e7f2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Mahasiswa dan Dosen FH UKSW Demo Tolak Pergantian Dekan, Tuding Rektorat Sewenang-wenang Regional
Mahasiswa dan Dosen FH UKSW Demo Tolak Pergantian Dekan, Tuding Rektorat Sewenang-wenang
Tim Redaksi
SALATIGA, KOMPAS.com –
Ratusan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (
UKSW
)
Salatiga
melakukan demonstrasi di area kampus dan longmarch sejauh kurang lebih satu kilometer ke kantor Rektorat yang berada di Kampus UKSW Kartini, Jumat (2/5/2025).
Dalam aksinya, selain melakukan orasi mahasiswa juga menempelkan selebaran yang berisikan ketidakpuasan atas pergantian dekan dan jajarannya yang dilakukan oleh Rektor UKSW.
Para mahasiswa dan dosen FH UKSW kompak mengenakan pakaian berwarna hitam.
Koordinator aksi, Rezky Passiuola mengatakan demonstrasi dilakukan karena kesewenang-wenangan rektorat.
“Kami selama ini sudah diam melihat polah pimpinan universitas, namun dengan adanya pergantian dekan dan jajaran, mahasiswa FH satu suara menyatakan menolak,” ungkapnya.
Pejabat lama yang diberhentikan, yakni:
“Menurut kami janggal. Karena SK Rektor per tanggal 30 April 2025 tersebut dikeluarkan pada pukul 23.00 WIB dan langsung berlaku pada 1 Mei 2025. Penggantian itu tidak mencerminkan nilai-nilai Satya Wacana yang mengedepankan keadilan dan moralitas,” kata Rezky.
Menurutnya, mahasiswa yang melakukan demo bukanlah penggemar dekan ataupun jajaran yang diganti.
“Secara personal kami tidak memiliki keterkaitan, hanya kami tidak ingin ada penyalahgunaan kekuasaan di kampus ini,” ungkapnya.
Rezky menyatakan dampak pergantian tersebut pasti akan dirasakan oleh mahasiswa.
“Karena itu kami menolak pergantian dekan dan akan berjuang agar mereka dikembalikan ke jabatannya,” paparnya.
Sementara dosen FH UKSW Krisna Djaja Darumurti mengatakan, setiap keputusan pasti memiliki dampak baik dan buruk.
“Namun keputusan pergantian dekan yang dilakukan mendadak ini tidak hanya itu, tapi juga memiliki daya rusak,” ujarnya.
“Alasannya adalah pergantian dekan dan jajaran itu tidak melalui pertimbangan rasional. Dan ini yang akhirnya disadari oleh mahasiswa hingga kemudian mereka bergerak dan melakukan aksi hari ini,” kata Krisna.
Krisna menyampaikan, keputusan Rektor UKSW ini menganggu proses perkuliahan mahasiswa.
“Karena tentu setelah aksi ini, akan ada aksi lanjutan. Sehingga karena mereka menyuarakan kebenaran yang diyakininya, mereka tidak kuliah, ada suasana tidak nyaman karena pergantian ini,” paparnya.
Menurutnya, agar situasi kondusif tercipta lebih baik Rektor UKSW mencabut surat keputusan penggantian Dekan FH UKSW dan jajaran.
“Itu sejalan dengan kebenaran yang disuarakan mahasiswa Fakultas Hukum,” kata Krisna.
Sementara Rektor UKSW Prof Intyas Utami saat dikonfirmasi melalui ponsel terkait tuntutan mahasiswa dan dosen FH UKSW belum memberikan respons.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

FBS UKSW Rayakan Hari Kartini, Hari Bumi, dan Hari Buku dalam Simfoni Aksi dan Refleksi
TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA – Dalam semangat merayakan ketiga peringatan penting yang berlangsung berurutan, Hari Kartini (21 April), Hari Bumi (22 April), dan Hari Buku dan Hak Cipta (23 April), Program Studi S1 Sastra Inggris (Sasing) dan S1 Seni Musik Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menggelar sebuah rangkaian kegiatan yang menyatukan seni, sastra, dan kepedulian terhadap Ibu Pertiwi, Sabtu (26/04/2025).
Bertajuk “Merajut Sastra dan Seni, Merawat Ibu Pertiwi,” kegiatan ini diselenggarakan di Pendopo dan Mini Theater DPRD Kota Salatiga sebagai bagian dari perayaan Dies Natalis ke-24 FBS UKSW.
Kegiatan ini diikuti puluhan peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan perwakilan lembaga terkait seperti Komunitas Salatiga Peduli, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, serta Wecakala Garda Lingkungan UKSW.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Salatiga Drs. Valentino T. Hariwibowo, M.M, dan Kepala Dinas Pendidikan Salatiga Nunuk Dartini, S. Pd., M.Si.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini, nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan, literasi, serta kesetaraan gender diolah dalam harmoni seni dan sastra dengan menyuguhkan talk show, workshop ecopoetry, hingga parade musikalisasi puisi. Kolaborasi antara prodi Sastra Inggris dan Seni Musik ini menjadi bentuk nyata semangat lintas disiplin yang berakar pada kepedulian terhadap bumi, perempuan, dan pengetahuan.
Suara Perempuan dalam Seni dan Sastra
Mengawali rangkaian, talk show bertema “Perempuan dan Alam dalam Seni-Sastra” menghadirkan Manager of International Relations Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Agus Dwi Hastutik, S.S., sebagai narasumber. Diskusi hangat ini dimoderatori oleh Wakil Dekan FBS Dr. Deta Maria Sri Darta, M. Hum., yang mengajak peserta untuk merefleksikan bagaimana sastra dan seni dapat menjadi media perjuangan dalam isu lingkungan dan kesetaraan.
Dalam paparannya, Agus Dwi Hastutik menekankan bahwa krisis iklim adalah isu global yang sangat berdampak pada komunitas akar rumput, terutama perempuan. “Perempuan memiliki peran sentral dan sebagai garda terdepan sebagai dalam menjaga bumi. Mereka adalah penjaga dan pengelola sumber daya, dan penyambung nilai-nilai adat,” tegas Agus Dwi Hastutik yang merupakan alumni Prodi Sastra Inggris FBS ini.
Ia mendorong generasi muda untuk membangun kesadaran kritis dan aktif terlibat dalam komunitas atau gerakan lingkungan. “Sebagai mahasiswa, milikilah pemikiran yang kritis, peka terhadap apa yang terjadi di sekitar, dan jangan menjadi apatis terhadap isu-isu lingkungan,” pesannya. Dalam kesempatan itu, ia juga berbagi bahwa selama berkuliah di FBS, ia dibekali keterampilan berbahasa Inggris serta kemampuan berpikir kritis, dua bekal penting yang terus ia terapkan dalam dunia kerja.
Seusai talk show, para peserta mengikuti Workshop Penulisan Eco Poetry, sebuah ruang kreatif yang membuka kesempatan untuk menuangkan kepedulian terhadap bumi melalui untaian puisi. Karya-karya yang dihasilkan kemudian dipresentasikan, dan ke depannya akan dihimpun menjadi sebuah buku karya mahasiswa.
Kegiatan dilanjutkan dengan Parade Musikalisasi Puisi bertajuk “Kidung Senja Ibu Pertiwi” yang digelar di Mini Theater DPRD. Mahasiswa Seni Musik dan Sastra Inggris berkolaborasi dalam menghidupkan karya yang telah dibuat Prodi Sastra Inggris lewat alunan nada dan suara. Beberapa karya merupakan adaptasi dari buku karya mahasiswa Sastra Inggris yang nantinya akan didaftarkan hak ciptanya.
Sinergi untuk Kota dan Negeri
Dekan FBS UKSW, Drs. Agastya Rama Listya, M.S.M., Ph.D., menyampaikan bahwa pemilihan lokasi di luar kampus merupakan strategi agar kegiatan ini lebih menjangkau masyarakat luas. “Ini adalah kesempatan emas untuk menyatukan semangat Kartini, cinta bumi, dan literasi dalam satu wadah. Kami berharap kegiatan ini tidak hanya bermanfaat bagi mahasiswa, tetapi juga bagi masyarakat Salatiga,” ujarnya.
Membuka kegiatan ini, Kepala Kesbangpol Kota Salatiga Drs. Valentino T. Hariwibowo, M.M, turut menyampaikan apresiasinya. “Kami menyambut baik prakarsa mahasiswa ini. Merawat bumi dan menjunjung kesetaraan gender adalah isu global, dan kami bangga bahwa Salatiga turut menjadi bagian dari percakapan ini,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Kegiatan, Dr. Purwanti Kusumaningtyas, M.Hum., menegaskan bahwa kegiatan ini adalah perwujudan tema besar Dies Natalis FBS: merajut kekuatan antar prodi dan menjangkau elemen masyarakat. “Kami ingin memperkuat pesan bahwa perayaan ini bukan sekadar simbolik, tetapi juga aksi nyata. Kami bersyukur mendapat dukungan dari komunitas, dinas-dinas terkait, dan sekolah-sekolah di Salatiga,” ujarnya.
Ruang Inspirasi dan Aksi
Mahasiswa Sastra Inggris FBS, Mahadewi Kayla Kusuma, menyebut bahwa kegiatan ini sangat inspiratif. “Sebagai mahasiswa sastra, saya melihat kegiatan ini sebagai bekal penting untuk mengimplementasikan nilai sastra dalam dunia kerja. Yang paling menarik adalah bagaimana perempuan dari berbagai usia memainkan peran penting dalam merawat bumi,” tuturnya. Rinaldy, mahasiswa lainnya, menggarisbawahi pentingnya kesadaran akan menjaga bumi, seraya mengingat kembali keterlibatannya dalam gerakan 1.000 penanaman pohon di Merbabu pada tahun 2023.
Kegiatan ini membuktikan bahwa sastra dan seni bukan hanya wacana, tetapi bisa menjadi kekuatan transformasi sosial. Kegiatan ini juga menjadi bukti dukungan UKSW dalam Sustainable Development Goals (SDGs) ke-4 pendidikan berkualitas, SDGs ke-5 kesetaraan gender, SDGs ke 13 penanganan perubahan iklim, SDGs 15 menjaga ekosistem daratan, dan SDGs 17 kemitraan untuk mencapai tujuan. Salam Satu Hati UKSW! (*)
-

UKSW Luncurkan Pre-University Course untuk Mahasiswa Timor Leste, Perkuat Kerja Sama Internasional
TRIBUNJATENG.COM – Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) kembali menegaskan komitmennya dalam mendukung pengembangan sumber daya manusia melalui peluncuran program Pre-University Course (PUC) untuk mahasiswa Timor Leste.
Kegiatan ini dilaksanakan pada Senin (28/04/2025) di Balairung Universitas dan Rumah Noto, menandai tonggak baru dalam kerja sama pendidikan lintas negara yang telah terjalin sejak era 1970-an.
Program PUC dirancang khusus untuk membekali mahasiswa Timor Leste yang akan menempuh studi di UKSW, dengan fokus pada penguasaan bahasa Indonesia untuk keperluan akademik, keterampilan belajar, literasi digital, hingga penguatan dasar-dasar akademis lainnya.
Peluncuran ini dimotori oleh Direktorat Kerja Sama (DIKER) bersama Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), khususnya Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris, dengan dukungan penuh dari pimpinan universitas.
Dalam sambutannya, Ketua Project Management Unit (PMU) Profesor Dr. (H.C.) Willi Toisuta, Ph.D., menegaskan bahwa keterlibatan UKSW dalam pembangunan Timor Leste merupakan bagian dari panggilan sejarah yang panjang dan penuh tanggung jawab.
“Sejak dekade 1970-an, UKSW telah berkontribusi dalam perencanaan pembangunan daerah Timor Leste dan hingga kini banyak lulusan kami yang memegang posisi strategis, baik sebagai rektor, menteri, maupun ketua badan akreditasi nasional,” ungkap Profesor Willy yang juga merupakan Rektor UKSW Periode 1983-1993.
Ia menambahkan bahwa kerja sama ini kini berlanjut melalui penguatan pendidikan bahasa Indonesia untuk kebutuhan umum dan akademik, bekerja sama dengan Kedutaan Besar Indonesia di Dili.
Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Kealumnian (WR KK) UKSW Profesor Yafet Yosafet Wilben Rissy dalam pidatonya saat membuka secara resmi kegiatan ini, menyampaikan rasa syukur dan tekad kuat universitas untuk terus memperluas jejaring kerja sama internasional.
“Hari ini kita menanam benih strategis untuk masa depan. Pre-University Course ini adalah langkah penting tidak hanya untuk Timor Leste, tetapi juga bagi kontribusi UKSW dalam diplomasi pendidikan Indonesia,” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa mahasiswa Timor Leste akan menjadi bagian penting dari komunitas UKSW dan berpeluang menerima berbagai program beasiswa, termasuk dalam skema beasiswa SWIS (Satya Wacana International Scholarship).
Pendampingan sukses
Direktur DIKER Dr. Toar Sumakul, S.Pd, M.A., menjelaskan bahwa PUC merupakan program pendampingan komprehensif, mencakup tahap pre dan post-studi. “Kami tidak hanya membekali mereka sebelum memasuki perkuliahan, tetapi juga akan mendampingi mereka hingga sukses menyelesaikan studi,” paparnya. Program ini berlangsung selama sepuluh minggu dan ke depan akan dibuka lebih luas bagi seluruh mahasiswa Timor Leste di Indonesia.
Sebagai bagian penguatan program, disampaikan Dr. Toar bahwa atas inisiasi UKSW pekan depan dijadwalkan pembukaan resmi program Bahasa Indonesia Tujuan Akademik (BITA) di Kedutaan Besar Indonesia di Dili, Timor Leste, yang akan dihadiri langsung oleh Rektor dan jajaran universitas.
Program ini diikuti oleh sepuluh mahasiswa Timor Leste yang tercatat sebagai peserta PUC angkatan pertama. Mereka berasal dari berbagai program studi, mulai dari Fakultas Teknologi Informasi (FTI), dengan Chester Alexandro Cardoso yang mengambil S1 Teknik Informatika dan Chrysander Razvanito Ivano Moniz Cardoso yang memilih S1 Bisnis Digital. Dari Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK), terdapat Lou Manuela Claudia Belo de Castro, Elvis da Costa Pinto, dan Nenci Maria Sofia Sarmento yang mengambil S1 Ilmu Keperawatan. Sementara itu, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (FISKOM), Celciana da Costa Silva terdaftar di program S1 Hubungan Internasional. Dari Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), terdapat Jesnia Madalena Gomes Ximenes yang memilih S1 Seni Musik, serta Geovanio Inacio Barros yang terdaftar di S1 Pendidikan Bahasa Inggris. Adapun Jessie Angel Marçal Zega yang memilih S1 Psikologi Fakultas Psikologi, dan Juvencia Alves Rocha dari S1 Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB). Selain itu, empat mahasiswa Timor Leste angkatan 2024 juga turut hadir dalam acara ini. Saat ini, terdapat 21 mahasiswa aktif asal Timor Leste yang tengah menempuh pendidikan di UKSW di berbagai fakultas. Acara ini juga turut dihadiri oleh dosen dari FTI, FIK, FISKOM, dan FBS.
Dalam sesi berbagi kesan, Jesnia Madalena Gomes Ximenes dari Program Studi Seni Musik FBS mengungkapkan rasa syukurnya bergabung di UKSW. “Saya sangat senang, suasana di UKSW sejuk dan orang-orangnya ramah. Saya ingin belajar musik secara mendalam untuk mengembangkan industri musik di Timor Leste,” tuturnya. Sementara itu, Chester Alexandro Cardoso dari Program Studi Teknik Informatika FTI, menyampaikan harapannya untuk meningkatkan keterampilan dan memperluas jejaring pertemanan selama masa studi di UKSW.
Melalui peluncuran PUC, UKSW tidak hanya menegaskan kiprahnya dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), terutama pada poin ke-4 pendidikan berkualitas dan ke-17 kemitraan untuk mencapai tujuan, tetapi juga memperluas panggung pengabdiannya di ranah global, menjadi mitra strategis dalam membangun generasi masa depan Timor Leste.
Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 28 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. (*)
-

Peringati Hari Bumi, UKSW dan UNPAM Jalin Kerja Sama Diikuti Simbolisasi Pengikatan Anggrek
TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA – Bertepatan dengan peringatan Hari Bumi yang jatuh pada Rabu (22/04/2025), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menjalin kemitraan akademik dengan Universitas Pamulang (UNPAM) sebagai implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, serta dalam rangka program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di Graha Kartini, UKSW.
Kunjungan yang dilakukan oleh Ketua Yayasan Sasmita Jaya bersama jajaran rektorat dan dosen UNPAM di UKSW merupakan pertemuan kali pertama.
Hal ini sekaligus menandai dimulainya kerja sama melalui penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) dan Memorandum of Agreement (MoA) oleh Rektor UKSW Profesor Intiyas Utami dengan Rektor UNPAM Dr. E. Nurzaman AM., M.M., M.Si.
Dalam acara tersebut hadir pula diantaranya, Ketua Pengurus YPTKSW Drs. M.Z. Ichsanudin, M.M., Bendahara Yayasan Dr. Drs. Heri Usodo, S.E., M.Kom., Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Kealumnian Profesor Yafet Yosafet Wilben Rissy, Kepala Departemen Akuntansi FEB Profesor Theresia Woro Damayanti, Dekan FTI Profesor Daniel Herman Fredy Manongga, dan Wadek FEB Ronny Prabowo, S.E., M.Com., Akt., Ph.D., Ketua Program Studi Doktor Ilmu Komputer Dr. Irwan Sembiring, S.T., M.Kom.
Kesepakatan ini merupakan bentuk komitmen dari kedua institusi sebagai langkah awal membangun pondasi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Jalinan kemitraan ini membuka jalan bagi peningkatan kualifikasi dan akselerasi akademik, terutama pada jenjang doktoral bagi para dosen UNPAM dalam bidang Ilmu Akuntansi dan Ilmu Komputer.
Mutu, Kolaborasi, Inovasi
Dalam sambutannya, Rektor Intiyas menekankan pentingnya kualifikasi akademik guna bersaing dalam kompetisi yang ketat. Beliau juga menyampaikan komitmen UKSW dalam penjaminan mutu pendidikan sebagai sarana peningkatan kualitas perguruan tinggi.
“Kami juga ingin belajar bagaimana Universitas Pamulang bisa menarik mahasiswa dengan jumlah yang sangat banyak. Sementara kami juga bersaing di Jawa Tengah dengan kompetisi yang sangat ketat. Komitmen kami dalam penjaminan mutu, kami menjalankan penjaminan mutu yang terorganisir dan sistematis,” ungkap Rektor Intiyas.
Beliau menambahkan, UKSW sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) telah mendapatkan Anugerah Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) & Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia (DIKTI SAINTEK) 2024 dengan kategori Penerapan Standar Mutu Program Perguruan Tinggi Terprogresif. Hal ini selaras dengan semangat UKSW untuk meningkatkan mutu akademik para pengajar melalui program Gerakan Inkubasi, dan Akselerasi Talenta (GESIT).
“Kami memfasilitasi pendampingan, monitoring dan inkubasi. Kemudian dosen-dosen inilah yang dikandidatkan sebagai guru besar,” tambah Rektor Intiyas.
Di kesempatan yang sama, Profesor Yafet Yosafet Wilben Rissy, berharap kerja sama ini membawa manfaat nyata. “Semoga kerja sama ini membawa manfaat nyata bagi peningkatan kualitas sumber daya Dosen UNPAM yang akan melanjutkan studi di UKSW dan penelitian bersama ke depan,” tuturnya.
Sementara itu, Rektor UNPAM Dr. E. Nurzaman AM., M.M., M.Si., dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasih atas kesediaan UKSW menerima para dosen UNPAM untuk melaksanakan pendidikan doktoral dalam Ilmu Akuntansi dan Ilmu Komputer.
“Saya ucapkan terima kasih atas kesediaan pimpinan UKSW dalam menyambut kami untuk nyantri di sini dalam tanda kutip, supaya dosen-dosen UNPAM yang dulu S2 khususnya dalam bidang akuntansi dan komputer bisa mencapai S3,” ujar Dr. Nurzaman.
Kerja sama yang dilakukan guna menunjang gelar doktoral bagi para dosen UNPAM tentu tak lepas dari capaian akreditasi unggul yang telah disandang oleh Program Studi Doktor Ilmu Komputer dan Program Studi Doktor Ilmu Akuntansi UKSW.
Selain penjaminan mutu dan peningkatan kualifikasi pengajar, Rektor Intiyas menyoroti tentang pentingnya kerja sama sebagai pijakan bersama dalam mengatasi persoalan bangsa. Kolaborasi diperlukan guna menciptakan inovasi bersama serta memperkuat forum akademik sebagai wacana kemajuan.
Pengikatan Anggrek
Dalam kegiatan ini, Rektor Intiyas mengajak mengajak ketua yayasan beserta Rektor dan segenap jajaran untuk melaksanakan kegiatan pengikatan anggrek bulan di halaman Graha Kartini dalam rangka memperingati Hari Bumi.
“Kami menerima dengan sangat baik. Terima kasih dan hari ini adalah Hari Bumi. Kami ingin mengajak ketua yayasan dan juga bapak-bapak Rektor dan Rektorat Universitas Pamulang, bersama-sama mengikatkan anggrek di pohon depan sebagai simbol bahwa Hari Bumi kita ikut merawat kelestarian bumi ini,” tutur Rektor Intiyas.
Pengikatan ini diawali oleh Rektor bersama Rektor UNPAM Dr. Nurzaman dengan cara mengikat anggrek bulan ke batang pohon serta bersama-sama menyiramnya dengan kendi tanah liat, kegiatan ini merupakan simbol akan pentingnya menjaga serta merawat kelestarian lingkungan. (*)
