agama: Islam

  • Pemimpin Hamas Tewas karena Serangan Rudal ke Kediamannya di Iran

    Pemimpin Hamas Tewas karena Serangan Rudal ke Kediamannya di Iran

    Teheran

    Pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, dilaporkan tewas akibat serangan rudal yang menghantam kediaman yang ditinggalinya selama berada di Teheran, ibu kota Iran, pada Rabu (31/7). Serangan ini terjadi setelah Haniyeh menghadiri pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian sehari sebelumnya.

    Seperti dilansir AFP, Rabu (31/7/2024), kantor berita Iran, Fars News Agency, melaporkan bahwa Haniyeh yang sedang berada di Teheran usai menghadiri seremoni pelantikan Pezeshkian pada Selasa (30/7), tewas akibat “serangan rudal yang diluncurkan dari udara” pada Rabu (31/7).

    “Haniyeh, yang datang ke Iran untuk menghadiri seremoni pelantikan presiden, sedang tinggal di salah satu kediaman khusus veteran perang di Teheran bagian utara, ketika dia menjadi martir oleh sebuah rudal yang diluncurkan dari udara,” kata berita Fars dalam laporannya.

    Sejumlah media lokal Iran lainnya menyampaikan laporan serupa.

    Tidak disebutkan lebih lanjut soal siapa dalang utama di balik serangan rudal yang menewaskan Haniyeh tersebut. Tidak disebutkan juga dari mana asal serangan rudal tersebut.

    Namun, kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza, dalam pernyataannya seperti dilansir Associated Press, menyebut Haniyeh tewas akibat “serangan udara Zionis” yang merujuk pada Israel.

    Laporan Associated Press menyebut bahwa Hamas menyatakan Haniyeh terbunuh “dalam serangan udara Zionis di kediamannya di Teheran” setelah dia menghadiri pelantikan Pezeshkian sebagai Presiden baru Iran, bersama dengan para pejabat Hamas lainnya dan para pejabat dari kelompok Hizbullah.

    “Hamas menyatakan kepada rakyat besar Palestina dan rakyat negara-negara Arab dan negara-negara Islam, serta seluruh rakyat yang bebas di dunia, saudara pemimpin Ismail Haniyeh telah menjadi martir,” demikian pernyataan singkat Hamas mengonfirmasi kematian Haniyeh pada Rabu (31/7).

    Dalam pernyataan lainnya, Hamas mengutip pernyataan Haniyeh sebelumnya yang menyebut perjuangan Palestina memiliki “harga” dan “kami siap menanggung harga ini: mati syahid demi Palestina, dan demi Tuhan Yang Maha Kuasa, dan demi martabat bangsa ini”.

    Sejauh ini, pemerintah dan militer Israel maupun kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu belum secara resmi mengomentari kematian Haniyeh.

    Tapi diketahui bahwa Tel Aviv pernah bersumpah untuk membunuh Haniyeh dan para pemimpin Hamas lainnya terkait serangan mematikan kelompok militan itu pada 7 Oktober tahun lalu terhadap Israel, yang menewaskan 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.

    Serangan Hamas itu memicu perang tanpa henti di Jalur Gaza, yang dilaporkan telah menewaskan lebih dari 39.000 orang.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Netanyahu Tak Punya Niat Perdamaian

    Netanyahu Tak Punya Niat Perdamaian

    Jakarta

    Pemerintah Turki mengutuk pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh yang merupakan sekutu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

    “Kami mengutuk pembunuhan pemimpin kantor politik Hamas, Ismail Haniyeh, dalam pembunuhan tercela di Teheran,” kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Rabu (31/7/2024). Kementerian menambahkan bahwa “serangan ini juga bertujuan untuk menyebarkan perang Gaza ke dimensi regional”.

    “Kami menyampaikan belasungkawa kepada rakyat Palestina yang telah mengorbankan ratusan ribu martir seperti Haniyeh agar dapat hidup damai di tanah air mereka di bawah atap negara mereka sendiri,” tambah kementerian Turki tersebut.

    “Sekali lagi pemerintahan (Benjamin) Netanyahu telah menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki niat untuk mencapai perdamaian,” cetus kementerian.

    “Jika masyarakat internasional tidak mengambil tindakan untuk menghentikan Israel, kawasan kita akan menghadapi konflik yang jauh lebih besar,” imbuh kementerian.

    Haniyeh, yang menghabiskan banyak waktu di Turki sebelum serangan 7 Oktober yang dilancarkan Hamas terhadap Israel, terakhir kali bertemu Erdogan di Istanbul pada bulan April lalu.

    Sebelumnya, kelompok Hamas mengumumkan pada hari Rabu (31/7) bahwa pemimpin politiknya, Ismail Haniyeh, tewas dalam serangan Israel di Iran. Haniyeh berada di Iran untuk menghadiri pelantikan presiden baru negara tersebut.

    “Saudara, pemimpin, mujahid Ismail Haniyeh, kepala gerakan, tewas dalam serangan Zionis di markas besarnya di Teheran setelah ia berpartisipasi dalam pelantikan presiden baru (Iran),” kata kelompok Hamas dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Rabu (31/7/2024).

    Garda Revolusi Iran juga mengumumkan kematian tersebut, dengan mengatakan kediaman Haniyeh di Teheran, ibu kota Iran “diserang” dan ia terbunuh bersama seorang pengawalnya.

    “Kediaman Ismail Haniyeh, kepala kantor politik Perlawanan Islam Hamas, diserang di Teheran, dan akibat dari insiden ini, dia dan salah satu pengawalnya mati syahid,” sebut Garda Revolusi Iran dalam pernyataannya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Presiden Palestina Kutuk Pembunuhan Pemimpin Hamas: Tindakan Pengecut!

    Presiden Palestina Kutuk Pembunuhan Pemimpin Hamas: Tindakan Pengecut!

    Ramallah

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengutuk keras pembunuhan pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, dalam serangan yang disebut didalangi oleh Israel di wilayah Iran. Abbas menyebut pembunuhan Haniyeh sebagai “tindakan pengecut”.

    “Presiden Mahmoud Abbas dari Negara Palestina mengutuk keras pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, menganggapnya sebagai tindakan pengecut dan eskalasi yang serius,” demikian pernyataan kantor Presiden Palestina, seperti dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA dan dilansir Al Arabiya, Rabu (31/7/2024).

    “Dia mendesak rakyat kami dan pasukan mereka untuk bersatu, tetap bersabar, dan berdiri teguh melawan pendudukan Israel,” imbuh pernyataan tersebut.

    Dalam pernyataan terpisah kepada Al Arabiya, penasihat kepresidenan Palestina menyebut pembunuhan Haniyeh sebagai “kejahatan baru” Israel.

    “Pembunuhan Ismail Haniyeh adalah kejahatan baru Israel. Kami mendukung Hamas dan kita sekarang harus bersatu,” cetusnya.

    Kelompok Hamas telah mengonfirmasi kematian Haniyeh, yang merupakan pemimpin politik mereka, saat berada di Iran. Hamas menyebut Haniyeh tewas dalam serangan Israel di Teheran, setelah dia menghadiri seremoni pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian.

    “Saudara-saudara, para pemimpin, mujahid Ismail Haniyeh, pemimpin gerakan ini, tewas dalam serangan Zionis di markas besarnya di Teheran setelah dia berpartisipasi dalam pelantikan presiden baru (Iran),” sebut kelompok Hamas dalam pernyataannya.

    Kematian Haniyeh juga dikonfirmasi oleh Garda Revolusi Iran, yang merupakan sekutu Hamas. Disebutkan oleh Garda Revolusi Iran bahwa kediaman yang ditinggali Haniyeh di Teheran diserang dan dia terbunuh bersama salah satu pengawalnya.

    “Kediaman Ismail Haniyeh, kapala kantor politik Perlawanan Islam Hamas, diserang di Teheran, dan akibat dari insiden ini, dia dan salah satu pengawalnya mati syahid,” sebut Garda Revolusi Iran dalam pernyataannya.

    Garda Revolusi Iran menambahkan bahwa serangan yang menewaskan Haniyeh itu sedang diselidiki lebih lanjut. “Penyebabnya sedang diselidiki dan akan segera diumumkan,” imbuh pernyataan tersebut.

    Pemerintah Israel maupun kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu belum secara resmi mengomentari kematian Haniyeh.

    Namun Tel Aviv diketahui pernah bersumpah untuk membunuh Haniyeh dan para pemimpin Hamas lainnya terkait serangan mematikan kelompok militan itu pada 7 Oktober tahun lalu terhadap Israel, yang menewaskan 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.

    Reaksi keras diberikan oleh Hamas, dengan salah satu pejabat seniornya, Moussa Abu Marzouk, yang dikutip televisi Al-Aqsa TV yang dikelola Hamas, menyebut pembunuhan Haniyeh di Teheran sebagai “tindakan pengecut yang tidak akan dibiarkan begitu saja”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Dewan Keamanan Iran Rapat Bahas Pembunuhan Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh

    Dewan Keamanan Iran Rapat Bahas Pembunuhan Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh

    Jakarta

    Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran menggelar rapat pada Rabu (31/7) pagi waktu setempat untuk membahas pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran, ibu kota Iran. Rapat tersebut dihadiri pula oleh para komandan senior Garda Revolusi Iran.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani mengatakan bahwa “darah pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang dibunuh tidak akan pernah terbuang sia-sia.”

    “Kemartiran Haniyeh di Teheran akan memperkuat ikatan yang dalam dan tak terpatahkan antara Teheran, Palestina, dan perlawanan,” kata Kanaani seperti dikutip oleh media pemerintah Iran, dilansir kantor berita Reuters dan Al Arabiya, Rabu (31/7/2024).

    Sebelumnya, kelompok Hamas mengumumkan pada hari Rabu (31/7) bahwa pemimpin politiknya, Ismail Haniyeh, tewas dalam serangan Israel di Iran. Haniyeh berada di Iran untuk menghadiri pelantikan presiden baru negara tersebut.

    “Saudara, pemimpin, mujahid Ismail Haniyeh, kepala gerakan, tewas dalam serangan Zionis di markas besarnya di Teheran setelah ia berpartisipasi dalam pelantikan presiden baru (Iran),” kata kelompok Hamas dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Rabu (31/7/2024).

    Garda Revolusi Iran juga mengumumkan kematian tersebut, dengan mengatakan kediaman Haniyeh di Teheran, ibu kota Iran “diserang” dan ia terbunuh bersama seorang pengawalnya.

    “Kediaman Ismail Haniyeh, kepala kantor politik Perlawanan Islam Hamas, diserang di Teheran, dan sebagai akibat dari insiden ini, ia dan salah seorang pengawalnya menjadi martir,” kata sebuah pernyataan oleh situs web berita Sepah milik Korps Garda Revolusi Islam.

    Haniyeh telah melakukan perjalanan ke Teheran untuk menghadiri upacara pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian pada hari Selasa (30/7) waktu setempat.

    Militer Israel tidak segera menanggapi permintaan komentar atas laporan kematian Haniyeh.

    Pejabat senior Hamas Moussa Abu Marzouk yang dikutip televisi Al-Aqsa TV yang dikelola Hamas menyebut pembunuhan Haniyeh di Teheran pada Rabu (31/7) sebagai “tindakan pengecut yang tidak akan dibiarkan begitu saja”.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Profil Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Tewas di Iran

    Profil Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Tewas di Iran

    Gaza City

    Pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, yang tewas dalam serangan di Iran, dikenal sebagai sosok yang keras dalam diplomasi internasional ketika perang melawan Israel berkecamuk di Jalur Gaza. Namun, Haniyeh juga dipandang lebih moderat dibandingkan para pejabat garis keras Hamas di Jalur Gaza.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (31/7/2024), Haniyeh yang lahir di al-Shati, sebuah kamp pengungsi Gaza, tahun 1962 silam ini terpilih menjadi kepala biro politik Hamas pada tahun 2017 lalu, menggantikan Khaled Meshaal.

    Namun pada saat itu, Haniyeh sudah menjadi tokoh terkenal setelah sempat menjadi Perdana Menteri (PM) Palestina pada tahun 2006 menyusul kemenangan Hamas dalam pemilu parlemen pada tahun itu.

    Perjanjian pembagian kekuasaan yang rapuh antara Hamas dan gerakan Fatah, yang dipimpin Presiden Palestina Mahmoud Abbas, kolaps dengan cepat. Hamas kemudian mengambil kendali penuh atas Jalur Gaza sejak tahun 2007 setelah mengusir para loyalis Abbas dengan kekerasan.

    Sosok Haniyeh yang dianggap pragmatis, diketahui selama ini tinggal di pengasingan, dengan membagi waktunya antara Turki dan Qatar. Kantor biro politik Hamas sendiri diketahui berada di Doha, Qatar.

    Pada masa mudanya, Haniyeh dikenal memiliki sikap yang tenang dan pernah menjadi anggota cabang mahasiswa dari kelompok Ikhwanul Muslimin di Universitas Islam Gaza.

    Dia bergabung dengan Hamas tahun 1987 ketika kelompok militan itu didirikan di tengah meletusnya intifada Palestina pertama, atau pemberontakan melawan pendudukan Israel, yang berlangsung hingga tahun 1993.

    Pada masa itu, Haniyeh beberapa kali dijebloskan ke penjara oleh Israel dan kemudian diusir ke Lebanon bagian selatan selama enam bulan.

    Lihat Video: Pemimpin Hamas Dikabarkan Tewas Terbunuh di Iran

    Tiga anak laki-laki Haniyeh — Hazem, Amir dan Mohammad — terbunuh pada 10 April lalu ketika serangan udara Israel menghantam mobil yang mereka gunakan. Haniyeh juga kehilangan empat cucunya — tiga perempuan dan satu laki-laki — dalam serangan tersebut.

    Haniyeh membantah tuduhan Israel bahwa putra-putranya merupakan petempur Hamas. Dia mengatakan pada saat itu bahwa “kepentingan rakyat Palestina diutamakan di atas segalanya” ketika ditanya apakah kematian keluarganya akan berdampak pada perundingan gencatan senjata.

    Meskipun menyampaikan banyak pernyataan keras di depan publik, menurut para diplomat dan pejabat Arab, sosok Haniyeh dipandang relatif pragmatis dibandingkan dengan suara-suara garis keras di dalam Jalur Gaza, yang menjadi lokasi sayap bersenjata Hamas merencanakan serangan 7 Oktober ke Israel.

    Israel menganggap seluruh kepemimpinan Hamas sebagai teroris, dan menuduh Haniyeh serta para pemimpin senior lainnya terus “mengendalikan organisasi teror Hamas”.

    Namun seberapa banyak Haniyeh mengetahui soal serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu masih belum jelas. Rencana serangan itu, yang disusun oleh dewan militer Hamas di Jalur Gaza, merupakan rahasia yang dijaga ketat sehingga beberapa pejabat Hamas tampak terkejut dengan waktu dan skalanya.

    Namun Haniyeh, yang seorang Muslim Sunni, memiliki andil besar dalam membangun kapasitas tempur Hamas. Salah satunya dengan menjalin hubungan dengan Iran, yang mayoritas Muslim Syiah, yang tidak merahasiakan dukungannya untuk kelompok tersebut.

    Selama beberapa tahun ini Haniyeh menjabat pemimpin Hamas, Israel menuduh tim kepemimpinannya membantu mengalihkan bantuan kemanusiaan kepada sayap bersenjata kelompok militan itu. Hamas telah membantah tuduhan itu.

    Sejauh ini belum ada komentar Israel atas laporan kematian Haniyeh.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Netanyahu Tak Punya Niat Perdamaian

    Tak Akan Dibiarkan Begitu Saja!

    Gaza City

    Kelompok Hamas memberikan reaksi keras atas kematian pemimpinnya, Ismail Haniyeh, yang diserang saat sedang berada di Iran pada Rabu (31/7) waktu setempat. Hamas menyebut kematian Haniyeh sebagai pembunuhan dan menegaskan hal itu “tidak akan dibiarkan begitu saja”.

    Seperti dilansir Al Arabiya, Rabu (31/7/2024), pejabat senior Hamas Moussa Abu Marzouk yang dikutip televisi Al-Aqsa TV yang dikelola Hamas menyebut pembunuhan Haniyeh di Teheran pada Rabu (31/7) sebagai “tindakan pengecut yang tidak akan dibiarkan begitu saja”.

    Dalam pernyataan terpisah, seorang pejabat Hamas lainnya, Sami Abu Zuhri, mengatakan kepada Reuters bahwa pembunuhan tersebut merupakan eskalasi besar yang tidak akan mencapai tujuannya.

    Kelompok Hamas mengonfirmasi bahwa Haniyeh yang merupakan pemimpin politik mereka tewas dalam serangan Israel di wilayah Iran, usai dia menghadiri seremoni pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian pada Selasa (30/7).

    “Saudara-saudara, para pemimpin, mujahid Ismail Haniyeh, pemimpin gerakan ini, tewas dalam serangan Zionis di markas besarnya di Teheran setelah dia berpartisipasi dalam pelantikan presiden baru (Iran),” sebut kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza dalam pernyataannya.

    Kematian Haniyeh juga diumumkan oleh Garda Revolusi Iran, yang merupakan sekutu Hamas. Disebutkan oleh Garda Revolusi Iran bahwa kediaman yang ditinggali Haniyeh di Teheran diserang dan dia terbunuh bersama salah satu pengawalnya.

    “Kediaman Ismail Haniyeh, kepala kantor politik Perlawanan Islam Hamas, diserang di Teheran, dan akibat dari insiden ini, dia dan salah satu pengawalnya mati syahid,” sebut Garda Revolusi Iran dalam pernyataannya.

    Belum ada klaim dari kelompok mana pun soal serangan yang menewaskan Haniyeh ini. Israel juga belum memberikan komentarnya.

    (nvc/ita)

  • Pemimpin Hamas Tewas karena Serangan Rudal ke Kediamannya di Iran

    Pemimpin Hamas Tewas Usai Hadiri Pelantikan Presiden Iran

    Jakarta

    Kelompok Hamas mengumumkan pada hari Rabu (31/7) bahwa pemimpin politiknya, Ismail Haniyeh, tewas dalam serangan Israel di Iran. Haniyeh berada di Iran untuk menghadiri pelantikan presiden baru negara tersebut.

    “Saudara, pemimpin, mujahid Ismail Haniyeh, kepala gerakan, tewas dalam serangan Zionis di markas besarnya di Teheran setelah ia berpartisipasi dalam pelantikan presiden baru (Iran),” kata kelompok Hamas dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Rabu (31/7/2024).

    Garda Revolusi Iran juga mengumumkan kematian tersebut, dengan mengatakan kediaman Haniyeh di Teheran, ibu kota Iran “diserang” dan ia terbunuh bersama seorang pengawalnya.

    “Kediaman Ismail Haniyeh, kepala kantor politik Perlawanan Islam Hamas, diserang di Teheran, dan sebagai akibat dari insiden ini, ia dan salah seorang pengawalnya menjadi martir,” kata sebuah pernyataan oleh situs web berita Sepah milik Korps Garda Revolusi Islam.

    Haniyeh telah melakukan perjalanan ke Teheran untuk menghadiri upacara pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian pada hari Selasa (30/7) waktu setempat.

    Militer Israel tidak segera menanggapi permintaan komentar atas laporan kematian Haniyeh.

    Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu telah bersumpah untuk menghancurkan Hamas dan membawa kembali semua sandera yang ditawan selama serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober, yang memicu perang di Jalur Gaza.

    Serangan yang dilancarkan Hamas ke Israel selatan itu mengakibatkan kematian 1.197 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.

    Para milisi Palestina juga menangkap 251 sandera, 111 orang di antaranya masih ditawan di Gaza, termasuk 39 orang yang menurut militer Israel telah tewas.

    Haniyeh terpilih sebagai kepala biro politik Hamas pada tahun 2017 untuk menggantikan Khaled Meshaal. Namun, dia telah menjadi tokoh terkenal setelah menjadi perdana menteri Palestina pada tahun 2006 setelah kemenangan mengejutkan Hamas dalam pemilihan parlemen tahun itu.

    Dianggap sebagai seorang pragmatis, Haniyeh tinggal di pengasingan dan membagi waktunya antara Turki dan Qatar.

    Dia telah melakukan perjalanan misi diplomatik ke Iran dan Turki selama perang antara Hamas dan Israel di Gaza, bertemu dengan presiden Turki dan Iran.

    Haniyeh dikatakan menjaga hubungan baik dengan para pemimpin berbagai faksi Palestina, termasuk para pesaing Hamas.

    Ia bergabung dengan Hamas pada tahun 1987 ketika kelompok militan tersebut didirikan di tengah pecahnya intifada Palestina pertama, atau pemberontakan, terhadap pendudukan Israel yang berlangsung hingga tahun 1993.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Masoud Pezeshkian Resmi Dilantik sebagai Presiden ke-9 Iran

    Masoud Pezeshkian Resmi Dilantik sebagai Presiden ke-9 Iran

    Jakarta

    Masoud Pezeshkian dilantik sebagai presiden kesembilan Iran dalam sebuah seremoni di parlemen Iran pada Selasa (30/7) waktu setempat, yang dihadiri oleh para pejabat tinggi asing.

    “Saya sebagai presiden, di hadapan Al-Qur’an dan rakyat Iran, bersumpah kepada Tuhan yang Maha Kuasa untuk menjadi pelindung agama resmi dan sistem Republik Islam serta konstitusi negara,” kata Pezeshkian dalam seremoni yang disiarkan langsung di TV pemerintah, dilansir Al Arabiya dan AFP, Rabu (31/7/2024).

    Pezeshkian diperkirakan akan mengumumkan kabinet pemerintahannya dalam waktu dua minggu.

    Sebelumnya pada hari Minggu (28/7) lalu, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pembuat keputusan utama Iran, secara resmi mendukung Pezeshkian sebagai presiden.

    Pezeshkian, 69 tahun, memenangkan pemilihan presiden putaran kedua pada tanggal 5 Juli melawan mantan negosiator nuklir Saeed Jalili. Pemilihan ini digelar lebih cepat untuk memilih pengganti Presiden Ebrahim Raisi, yang meninggal dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei.

    Seorang ahli bedah jantung dan anggota parlemen untuk kota Tabriz di Iran barat laut sejak 2008, Pezeshkian sebelumnya menjabat sebagai menteri kesehatan.

    Di Iran, pemimpin tertinggilah, bukan presiden, yang memegang otoritas tertinggi atas semua masalah negara, termasuk kebijakan luar negeri dan program nuklir.

    Khamenei, 85 tahun, telah menjadi pemimpin tertinggi Iran sejak 1989.

    Pezeshkian, yang didukung oleh kubu politik reformis Iran, berjanji selama kampanyenya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan Amerika Serikat dan kekuatan dunia lainnya, yang memberlakukan pembatasan pada aktivitas nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi. Kesepakatan itu gagal pada 2018 setelah Washington menarik diri dari perjanjian tersebut.

    Dalam sebuah artikel baru-baru ini, Pezeshkian menyerukan “hubungan yang konstruktif” dengan negara-negara Eropa, meskipun menuduh mereka gagal memenuhi komitmen untuk mengurangi dampak sanksi-sanksi AS.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Samsudin Divonis Bebas, MUI Blitar Berharap Ini Jadi Titik Balik

    Samsudin Divonis Bebas, MUI Blitar Berharap Ini Jadi Titik Balik

    Blitar (beritajatim.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Blitar angkat bicara soal vonis bebas Samsudin. Meskipun menghargai putusan majelis hakim, namun MUI Kabupaten Blitar berharap ini jadi titik balik bagi Samsudin untuk lebih arif dan bijak dalam menggunakan media sosial.

    “ Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Blitar menyerahkan proses hukum saudara Samsudin kepada aparat penegak hukum kami tentu menerima dan menghormati semua proses yang sudah berjalan,” kata Jamil Mashadi, Sekretaris MUI Kabupaten Blitar, Rabu (31/7/2024).

    MUI Kabupaten Blitar berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat dalam menggunakan media sosial. Sehingga kondusifitas umat beragama dan bermasyarakat bisa terjaga.

    “ Yang terpenting ke depan, mari kita jaga kondusifitas ketenangan dan kekhusyukkan dalam beribadah,” imbuhnya.

    Kedepan MUI Kabupaten Blitar berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Samsudin pun diimbau untuk lebih berhati-hati sehingga kegaduhan dan kontroversi seperti yang lalu tidak terulang kembali.

    “ Mari kita jalani hidup ini seperti contoh yang sudah diberikan oleh nabi Muhammad, kita umat Islam sudah punya panduan sudah punya contoh figur. Ketika mau melakukan sesuatu timbang dulu secara agama ini nanti manfaat atau masalah,” tegasnya.

    Sebelumnya hakim ketua Ari Kurniawan dan dua hakim anggota yakni Mohammad Syafii serta M. Iqbal Hutabarat memutuskan Samsudin dan 2 terdakwa bebas langsung. Samsudin dan kedua terdakwa lainnya tidak terbukti melanggar pasal 27 ayat 1 seperti yang disangkakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    “Sidang hari ini pembacaan putusan. Berjalan dengan baik. Sudah sesuai hati nurani majelis hakim. Majelis hakim dari hasil musyawarah berdasarkan fakta fakta di persidangan. Putusan sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat,” kata M. Iqbal Hutabarat, Humas Pengadilan Negeri Blitar, Selasa (30/7/2024) lalu.

    Samsudin dan ketiga terdakwa, sebelumnya dituntut dengan pasal 27 ayat (1) jo Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh jaksa penuntut umum.

    Namun Majelis Hakim menilai apa yang dilakukan oleh ketiga terdakwa tidak memenuhi unsur pasal yang disangkakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dalam persidangan terungkap bahwa konten yang dibuat langsung oleh Samsudin dan kedua terdakwa tidak ada ajaran soal bertukar pasangan.

    Namun justru berisi tentang edukasi agar masyarakat menghindari aliran sesat bertukar pasangan. Yang membuat heboh adalah potongan dari salah satu akun tik tok, dimana akun medsos tersebut justru menyebarkan berita bohong soal adanya aliran bertukar pasangan. [owi/aje]

  • Warga Druze Hadiri Pemakaman Korban Tewas Serangan Roket di Golan

    Warga Druze Hadiri Pemakaman Korban Tewas Serangan Roket di Golan

    Jakarta

    Ribuan pria dan wanita Druze memakai pakaian hitam menghadiri pemakaman beberapa dari 12 pemuda yang tewas dalam serangan roket di Dataran Tinggi Golan yang dikuasai Israel.

    Dilansir AFP, Minggu (28/7/2024), militer Israel mengatakan mereka diserang oleh roket buatan Iran yang membawa hulu ledak seberat 50 kilogram yang ditembakkan oleh kelompok Hizbullah Lebanon yang didukung Iran ke lapangan sepak bola di kota Majdal Shams yang dihuni warga Druze Arab.

    Sementara Hizbullah membantah bertanggung jawab atas serangan itu.

    Pemerintah setempat mengatakan korban tewas berusia antara 10 dan 16 tahun.

    Druze mengikuti aliran Islam Syiah. Pada Minggu pagi, sejumlah wanita Druze berkumpul di sekitar peti jenazah yang ditutupi kain kafan putih menjelang pemakaman.

    Berdasarkan laporan seorang koresponden AFP, beberapa wanita berpakaian abaya hitam menangis saat mereka meletakkan bunga di peti jenazah.

    Banyak warga yang memegang bunga berwarna merah muda. Sementara ratusan pria berpakaian tradisional Druze, termasuk topi putih dengan hiasan merah, datang untuk upacara tersebut.

    “Semua orang yang Anda lihat di sini selalu khawatir,” katanya.

    “Kami sangat sedih. Kami kehilangan anak-anak, anak-anak yang bermain sepak bola.”

    Di bawah terik matahari, para pemimpin agama memimpin ratusan orang dalam sebuah pertemuan doa di gedung pemerintah daerah setempat. Sementara itu lalu lintas di seluruh kota macet.

    Toko-toko tutup, dan pos-pos pemeriksaan didirikan di pintu masuk setiap desa di Golan.

    Militer Israel menyebut serangan roket hari Sabtu itu sebagai “serangan paling mematikan terhadap warga sipil Israel” sejak serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan yang memicu perang di Gaza.

    Di Majdal Shams, banyak penduduk yang belum menerima kewarganegaraan Israel sejak Israel merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah pada tahun 1967.

    Serangan pada 7 Oktober itu mengakibatkan tewasnya 1.197 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.

    Balasan militer Israel di Gaza telah menewaskan 39.324 orang, menurut kementerian kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas, yang tidak memberikan rincian tentang kematian warga sipil dan militan.

    Lihat Video: Ketegangan di Olimpiade 2024: Pria Berbendera Palestina Vs Pendukung Israel

    (yld/gbr)