Jakarta, Beritasatu.com – Film Air Mata Mualaf hadir dengan cerita keluarga yang menyorot pergulatan batin seorang perempuan dalam memilih jalan hidupnya. Cerita berpusat pada Anggie, yang berada di titik paling krusial, meresapi panggilan spiritual di tengah keluarga yang sangat ia cintai. Bukan sekadar kisah perpindahan keyakinan, film ini menghadirkan perjalanan emosional seorang anak yang ingin jujur pada dirinya sendiri tanpa melukai orang-orang terdekat.
Kisah Anggie disajikan dengan nuansa yang lembut namun penuh intensitas. Dua trailer yang dirilis sebelumnya memperlihatkan benturan antara pencarian jati diri dengan dinamika keluarga yang takut kehilangan, marah, lalu perlahan belajar menerima. Alih-alih menggurui, film ini mengajak penonton merenungkan bahwa hidayah sering muncul pada saat paling tak terduga.
Acha Septriasa menjadi pusat emosi sebagai Anggie, perempuan yang mencoba menjaga cinta keluarganya meski langkah hidupnya berbeda. Achmad Megantara hadir sebagai ustaz yang membuka ruang dialog bagi Anggie, sementara Rizky Hanggono membawa perspektif keluarga yang merepresentasikan ketakutan dan kasih yang berlapis-lapis.
Film ini juga diperkuat oleh Syamim Freida, Hazman Al Idrus, dan Matthew Williams dari Malaysia dan Australia, menghadirkan warna lintas budaya yang memperkaya cerita.
Dalam konferensi pers dan press screening film Air Mata Mualaf Sutradara Indra Gunawan menjelaskan bahwa film ini tidak hadir untuk menentukan siapa yang paling benar.
“Fokus kami adalah memotret manusia apa adanya, dengan ketakutan, cinta, dan keberaniannya. Setiap orang pernah berada di titik ketika ia harus memilih jalannya sendiri, dan proses itulah yang kami ceritakan,” ujar Indra pada Rabu, (19/11/2025) di Jakarta.
Sementara itu, Produser Dewi Amanda menekankan kedekatan tema film ini dengan dinamika keluarga masa kini.
“Perbedaan sering dianggap ancaman. Tapi film ini ingin menunjukkan bahwa perbedaan bisa menjadi ruang belajar. Hidayah tidak datang karena paksaan manusia, ia datang dari Tuhan,” paparnya.
Pada sisi karakter, Acha Septriasa merasa Anggie adalah karakter yang mengajarkannya tentang keberanian yang lembut.
“Anggie adalah sosok yang memilih tanpa membenci dan melangkah tanpa marah. Dia tahu apa yang ia rasakan sebagai kebenaran, tetapi ia juga mencintai keluarganya dengan sangat dalam. Peran ini mengingatkan saya bahwa memilih jalan sendiri bukan tindakan meninggalkan, tetapi keberanian untuk jujur pada diri sendiri,” ungkap Acha.
Di sisi lain, Achmad Megantara menyoroti perjalanan spiritual yang tak pernah sama pada setiap individu.
“Banyak orang datang kepada keyakinan karena panggilan, bukan amarah. Film ini ingin memberi ruang bagi dialog antara iman dan kemanusiaan,” tuturnya.
Sementara itu, Rizky Hanggono menemukan sisi personal dalam perannya.
“Konflik keluarga sering kali lahir bukan dari kebencian, tetapi dari rasa takut kehilangan. Film ini mengingatkan bahwa mencintai seseorang tidak selalu berarti mengarahkan hidupnya,” pungkasnya.
Film Tanpa Antagonis, Hanya Manusia yang Belajar Memahami
Air Mata Mualaf hadir tanpa tokoh antagonis. Setiap karakter bertindak berdasarkan cinta ada yang mempertahankan tradisi, ada yang memperjuangkan pilihan, dan ada yang mencoba memahami. Konflik inti bukan antaragama, melainkan tarik ulur antara menjaga keluarga dan menjadi diri sendiri.
Film ini juga menjadi simbol kolaborasi lintas budaya, melibatkan industri film Indonesia, Malaysia, dan Australia. Para aktor internasional, Syamim Freida, Hazman Al Idrus, dan Matthew Williams-memberikan warna baru dalam proses kreatif, menegaskan bahwa cerita mengenai keluarga dan pencarian arti hidup adalah bahasa universal.
Segera Tayang di Bioskop
Air Mata Mualaf mengundang penonton untuk merenung, berdialog, dan melihat perjalanan iman dari kacamata yang lebih manusiawi. Air Mata Mualaf tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai 27 November 2025, kemudian dilanjutkan ke Asia Tenggara dan Timur Tengah pada awal Desember.
