Banda Aceh, Beritasatu.com – Provinsi Aceh masih menunjukkan ketergantungan tinggi terhadap barang impor, terutama dari Amerika Serikat (AS).
Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mencatat, nilai impor Aceh pada Februari 2025 mencapai US$ 73,16 juta, jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor yang hanya sebesar US$ 53,94 juta.
Fungsional Madya BPS Aceh Oriza Santifa, yang mewakili Kepala BPS Aceh Ahmadriswan Nasution menyampaikan, ketimpangan ini mengindikasikan masih tingginya ketergantungan Aceh terhadap pasokan barang dari luar negeri, khususnya sektor energi dan bahan baku industri.
“Nilai impor Provinsi Aceh pada Februari 2025 sebesar US$ 73,16 juta. Angka ini menurun 3,51% dibandingkan dengan Januari 2025, tetapi masih lebih tinggi dari nilai ekspor,” ujar Oriza dalam keterangannya di Banda Aceh, Senin (14/4/2025).
AS tercatat sebagai negara asal impor terbesar untuk Aceh dengan total nilai US$ 30,34 juta. Produk utama yang diimpor dari Negeri Paman Sam adalah gas, disusul oleh bahan kimia anorganik senilai US$ 8,90 juta, serta pupuk sebesar US$ 5,29 juta.
Sementara itu, kinerja ekspor Aceh justru mengalami tren peningkatan. Oriza menjelaskan, pada Februari 2025, ekspor Aceh tumbuh 6,08% dibandingkan Januari. Komoditas batu bara menjadi penyumbang utama ekspor dengan nilai US$ 32,36 juta, seluruhnya dikirim ke India.
“Batu bara memberikan kontribusi sebesar 62,71% dari total nilai ekspor Aceh bulan Februari, yang mencapai US$ 33,83 juta. Selain batu bara, Aceh juga mengekspor kopi, produk kimia, dan beberapa komoditas lainnya,” jelas Oriza.
Meskipun ekspor menunjukkan perbaikan, ketergantungan terhadap impor dari AS, terutama di sektor energi dan pupuk menjadi tantangan tersendiri bagi Aceh dalam menjaga neraca perdagangan yang seimbang.