Siasat lainnya adalah penambahan jam kerja dan jumlah penyapu jalan, terutama di titik peremajaan timbulan sampah harian.
Penyapu jalan akan mulai bekerja sejak pukul 04.00 WIB, lebih pagi dari jadwal sebelumnya. Dengan waktu kerja yang bertambah, jumlah tenaga kebersihan juga akan ditingkatkan.
Langkah ketiga yang tidak kalah penting yakni perekrutan petugas pemilah sampah (Gaslah) di setiap RW. Gaslah bertugas memilah sampah rumah tangga minimal tiga kali seminggu dengan skema gaji yang sepenuhnya ditanggung Pemkot Bandung.
“Karena jam kerjanya lebih pagi, jumlah penyapu harus ditambah. Memang butuh anggaran besar, tapi sangat mendesak. Prinsipnya, satu RW satu petugas Gaslah. Gajinya seratus persen dari Pemkot. Tugasnya memastikan sampah organik habis di RW,” ungkap Farhan.
Program Gaslah juga mendorong setiap kelurahan memiliki titik pengolahan sampah organik. Contohnya untuk wilayah Ciateul, lahan pengolahan direncanakan berada di belakang TPST Kobana, memanfaatkan area milik pemerintah yang akan dikoordinasikan dengan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Badan Keuangan dan Aset Daerah.
Farhan menyebut, ketiga langkah darurat ini hanya akan berhasil jika warga ikut melakukan pemilahan sampah sejak dari rumah, bukan hanya mengandalkan fasilitas pemerintah.
“Sampah organik itu tidak akan diangkut. Habis di RW, diolah di kelurahan. Sampah yang diangkut hanya residu,” tukas Farhan.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5457171/original/005221200_1766989719-bebersih_stadion_siliwangi.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)