Jakarta (ANTARA) – Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Mujiyono mengatakan bahwa perubahan status PAM Jaya tidak boleh menggerus kendali penuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas air bersih dan kepemilikan saham harus 100 persen dimilik Pemprov DKI.
“Air adalah hak dasar warga dan sumber daya strategis yang tidak boleh dikomersialisasi apalagi diprivatisasi. Karena itu, kepemilikan saham PAM Jaya harus tetap 100 persen milik Pemprov DKI Jakarta,” kata Mujiyono di Jakarta, Selasa.
Fraksi Demokrat DPRD DKI Jakarta menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan bentuk badan hukum PAM Jaya menjadi Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda). Penolakan ini didasarkan pada kekhawatiran terbukanya celah privatisasi pengelolaan air bersih di Jakarta.
Menurut dia, Partai Demokrat melalui fraksinya di DPRD DKI Jakarta dapat menyetujui perubahan bentuk hukum PAM Jaya menjadi Perseroda, sepanjang kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta dijamin sepenuhnya.
Ketentuan tersebut, lanjut Mujiyono, sejalan dengan Pasal 118 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 yang menegaskan bahwa Perseroda tertentu tidak dapat diprivatisasi.
Selain itu, lanjut Mujiyono, Demokrat merujuk pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 yang menegaskan bahwa air harus berada dalam penguasaan dan kendali efektif negara.
Namun demikian, Mujiyono menyoroti sejumlah pasal dalam draf Raperda yang dinilai problematik. Salah satunya adalah ketentuan kepemilikan saham “seluruhnya atau paling sedikit 51 persen” oleh Pemprov DKI Jakarta. Rumusan ini dinilai membuka ruang privatisasi di masa depan.
“Frasa ‘paling sedikit 51 persen’ itu berbahaya. Itu celah privatisasi. Fraksi kami tidak ingin Jakarta kembali mengulang pengalaman pahit pengelolaan air oleh swasta,” ujarnya.
Dia juga menilai skema pendanaan dan percepatan investasi PAM Jaya dapat dilakukan tanpa membuka ruang privatisasi, antara lain melalui penyertaan modal daerah dan skema pembiayaan lain yang tetap menjaga kendali penuh pemerintah daerah.
Tak hanya itu, ketentuan pemenuhan modal dasar hingga 2029 dalam Raperda tersebut dinilai berisiko tinggi secara fiskal. Mujiyono menyebut, aturan itu berpotensi mengikat APBD DKI Jakarta tanpa didukung kajian kemampuan keuangan daerah yang transparan dan terukur.
“Ini bisa mengunci fiskal daerah dalam jangka panjang. Risiko terhadap APBD harus dikaji secara matang,” ucapnya.
Meski menolak Raperda tersebut, Partai Demokrat menegaskan tetap mendukung kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, khususnya dalam upaya mencapai 100 persen layanan air perpipaan dan menurunkan tingkat Non-Revenue Water (NRW).
“Kami mendukung penuh komitmen Gubernur untuk meningkatkan pelayanan air bersih bagi seluruh warga Jakarta. Tapi prinsip kedaulatan negara atas air tidak boleh dikompromikan,” katanya menambahkan.
Sebelumnya, Pengesahan empat rancangan peraturan daerah (raperda) pada Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta berlangsung alot, setelah sejumlah anggota Dewan menyampaikan interupsi pada rapat tersebut.
Rapat paripurna yang digelar di Gedung DPRD DKI Jakarta pada Selasa, diwarnai interupsi dikarenakan anggota DPRD yang berada di ruang rapat tidak memenuhi kuorum, bahkan dari 106 hanya dihadiri 69 anggota.
Kemudian rapat sempat diskors beberapa saat untuk menunggu anggota dewan yang sedang berada di jalan menuju ke Gedung DPRD.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
