Smong dan Pentingnya Mitigasi Bencana

Smong dan Pentingnya Mitigasi Bencana

Sementara itu, masyarakat di Batu Berlayar, Kecamatan Teupah Selatan, Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, menggelar kenduri laut dan peringatan 21 tahun bencana tsunami dengan zikir akbar dan doa bersama.

Kegiatan tersebut dipusatkan di Pantai Ujung Balla, Desa Pulau Bengkalak, Kecamatan Teupah Selatan, Kabupaten Simeulue, Kamis.

Kenduri laut dan peringatan 21 tahun tsunami dihadiri Bupati Simeulue Muhammad Nasrun Mikaris dan Wakil Bupati (Wabup) Simeulue Nusar Amin, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Simeulue Rasmanuddin A Rahim, serta para pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simeulue.

Ketua Panitia Kenduri Laut Ali Hamdan mengatakan kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah serta momentum mengenang bencana tsunami yang terjadi 21 silam.

“Masyarakat Simeulue mengenal tsunami dengan smong. Smong ini menjadi kearifan lokal dalam mitigasi bencana sejak beberapa generasi silam. Dari kearifan lokal tersebut banyak masyarakat selamat dari bencana tsunami,” katanya.

Smong sendiri merupakan kearifan lokal berupa sastra lisan (nyanyian, cerita, syair) yang berasal dari suku Simeulue, Aceh. Berisi pengetahuan turun-temurun tentang tanda-tanda tsunami (gempa kuat, air laut surut drastis) dan cara menyelamatkan diri dengan lari ke tempat tinggi. Pada peristiwa tsunami Aceh 2004, smong terbukti efektif menyelamatkan ribuan nyawa karena diwarisi dari pengalaman tsunami 1907.

Dalam bahasa Simeulue (Devayan), Smong sepadan maknanya dengan hempasan gelombang air laut besar (tsunami). Berawal dari pengalaman pahit masyarakat Simeulue saat tsunami besar melanda pada1907, yang menelan banyak korban. Smong mengajarkan tanda-tanda alam yang muncul sebelum tsunami (peringatan dini), seperti gempa bumi yang sangat kuat dan air laut yang surut drastis hingga ikan terdampar di pantai.

Pesan utamanya adalah jika terjadi gempa kuat terasa dan air laut surut mendadak, segera lari ke tempat tinggi.

Tradisi lisan ini disampaikan secara turun-temurun melalui cerita rakyat, nyanyian, dan syair yang mudah diingat anak-anak. Saat tsunami 2004, pengetahuan Smong membuat penduduk Simeulue lebih sigap, sehingga dari 78.000 penduduk, hanya sedikit yang menjadi korban, menjadikannya contoh mitigasi bencana yang sangat berhasil.

Smong bukan hanya pengetahuan, tetapi juga simbol ketahanan dan identitas budaya masyarakat Simeulue yang terus diwariskan dan bahkan menjadi nama panggilan. Nilai Smong kini dipelajari dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk antropologi, pendidikan, dan kebencanaan, sebagai media penyampai ilmu mitigasi yang efektif.