Saat ini, sebanyak 637 jiwa atau 186 Kepala Keluarga (KK) telah bertahan selama dua pekan di posko pengungsian dengan fasilitas seadanya. Kondisi ini membuat para pengungsi mengalami tekanan psikologis dan fisik.
Tioji Harahap, seorang pengungsi, menyampaikan harapannya yang mendesak kepada pemerintah daerah.
“Harapannya dibangunkan rumah secepat mungkin. Sudah dua minggu lebih di posko pengungsian, selama di sini tidak tenang pikirannya, badannya pegal-pegal. Harapannya segera dibangun rumah,” ucapnya.
Menanti Janji Relokasi di Lahan 9 Hektare
Kepala Desa Tandihat, Ranto Panjang Sipahutar, membenarkan dampak masif ini. Ia menjelaskan bahwa pergerakan tanah yang bertambah parah memaksa evakuasi total.
“Jumlah pengungsi di sini berkisar 637 jiwa atau 186 KK. Rumah terdampak dan tidak layak lagi dipakai ada 157 rumah,” ungkapnya.
Ranto menyebutkan bahwa lahan relokasi telah direncanakan di area PTPN dengan luas 9 hektare. Namun, hingga berita ini diturunkan, pembangunan hunian darurat atau permanen belum terealisasi.
Ratusan warga korban pergeseran tanah ini pun harus terus bersabar dan bertahan dalam ketidakpastian, menunggu tindakan nyata dari Pemerintah Daerah.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5446133/original/065884400_1765873505-dbaf0a0c-78ed-49d1-b57a-3d83c7e8ded7.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)