Berangkat Subuh, Pulang Larut: Cerita Pekerja Bogor–Jakarta yang Tak Pernah Usai
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Langit Bogor, Jawa Barat masih gelap ketika langkah-langkah tergesa mulai terdengar di sekitar Stasiun Bogor.
Jarum jam belum menunjukkan pukul 04.00 WIB, tetapi peron sudah dipenuhi penumpang yang menunggu kereta pertama menuju Jakarta Kota.
Dengan ransel di punggung dan jaket membalut tubuh, sebagian penumpang tampak menahan kantuk.
Tak banyak percakapan. Hal yang terdengar hanya pengumuman stasiun.
“Commuter Line tujuan akhir Stasiun Jakartakota masuk jalur dua,” ucap petugas dari pengeras suara.
Kereta datang, pintu terbuka, penumpang bergerak cepat mencari ruang.
Bagi para komuter, berangkat subuh bukan pilihan, melainkan kebutuhan.
Perjalanan Bogor–Jakarta memakan waktu sekitar satu hingga satu setengah jam.
Namun, setibanya di Manggarai, Sudirman, Tanah Abang, atau Jakarta Kota, perjalanan belum selesai.
Mereka masih harus berganti moda di antaranya TransJakarta, ojek daring, atau berjalan kaki dengan menembus hiruk-pikuk ibu kota.
Rutinitas ini berulang hampir setiap hari. Pagi dihabiskan di kereta, malam dilewati dengan rute yang sama, hanya arah yang berbeda.
Salah satu penumpang, Wahyu Epi Permana (37), mengaku harus bangun sejak dini hari agar tiba di kantor pukul 07.00 WIB.
Setiap hari, ia pulang pergi dari rumahnya di Ciapus, Kabupaten Bogor, menuju Mangga Besar, Jakarta Barat.
Rutinitas itu telah dijalaninya hampir dua tahun terakhir.
“Kerja di Jakarta, rumah di Bogor. Kalau semisalnya kos di Jakarta mahal, gaji habis buat bayar kamar,” ucap Epi kepada Kompas.com, Selasa (16/12/2025).
Bogor dipilih karena harga rumah lebih terjangkau dan suasana yang lebih tenang.
Namun, ia sadar konsekuensinya adalah jarak jauh dan waktu tempuh panjang.
“Risikonya ya bangun pagi, waktu habis di jalan. Tapi kalau gak pulang, gak tidur di rumah kaya gak betah aja,” kata dia.
Cerita serupa datang dari Lulu (27), pekerja swasta yang setiap hari berangkat dari Stasiun Bogor menuju Gondangdia.
Ia memilih KRL paling pagi demi mengejar aktivitas kantor yang dimulai pukul 06.45 WIB.
“Karena acara kantor itu kan selalu pagi ya, dibanding panik karena telat terus diburu-buru, ya pagi, pagi sekalian,” ucap Lulu.
Perjalanan panjang itu kerap menguras tenaga. Tak jarang, Lulu baru tiba di rumah selepas pukul 21.00 WIB.
Waktu bersama keluarga menjadi terbatas, sementara akhir pekan sering dihabiskan untuk memulihkan tubuh dengan tidur seharian.
Alasan utamanya tetap sama yakni biaya kos di Jakarta yang tak sebanding dengan penghasilan.
“Wah kalau ngekost, engga nutup (pendapatan). Kalau libur baru tuh habis waktunya buat hibernasi,” candanya.
KRL menjadi urat nadi, sekaligus saksi bisu perjuangan harian para pencari nafkah.
Mereka berangkat saat kota masih terlelap dan pulang ketika malam sudah larut.
Rutinitas melelahkan itu akan terus berulang, esok dan lusa, demi satu tujuan yang sama yaitu bertahan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Berangkat Subuh, Pulang Larut: Cerita Pekerja Bogor–Jakarta yang Tak Pernah Usai Megapolitan 16 Desember 2025
/data/photo/2025/12/16/694097450d717.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)